"Bagaimana keadaan pasien rawat inap hari ini, Sus? Apa sudah ada perkembangan?" Andrio bertanya pada perempuan berpakaian putih khas medis disampingnya. Kaki panjang pria itu melangkah cepat menyusuri lorong panjang menuju ruang rawat inap Mawar. Suster-suster berpakaian putih terlihat berlalu lalang di sampingnya. Sesekali dia tersenyum sopan pada suster yang menegurnya.
"Alhamdulillah, semua pasien yang Dokter Surya tangani kondisinya membaik. Bahkan di antara mereka sudah boleh pulang hari ini," jelas perawat ber-nametag Ria Purwati itu.
"Alhamdulillah kalau gitu."
Sesampainya di ruang Mawar, Andrio menyapa pasien-pasiennya dengan ramah.
"Halo, Ibu. Gimana keadaannya hari ini?" Andrio mulai memeriksa seorang ibu yang terbaring di ranjang pertama. Ibu itu menderita penyakit bronkitis akut.
"Halo, Dok. Alhamdulillah Dok sudah mendingan," jawab ibu itu sambil tersenyum.
Andrio mengangguk-angguk sambil memeriksa denyut jantung ibu itu dengan stetoskop yang menggantung di lehernya sejak tadi. "Ada keluhan, Bu?" tanyanya lagi saat dirasa denyut jantung ibu itu berdetak normal.
"Nggak, Dok."
"Kalau begitu berarti Ibu sudah benar-benar sembuh, ya. Alhamdulillah, besok Ibu sudah boleh pulang." Lalu Andrio beralih menganamnesis pasien lain di ruangan itu, sesekali berbicara dengan suster yang mengiringnya sejak tadi.
Andrio kadang masih tak menyangka akhirnya dia bisa sukses menjadi dokter setelah banyak drama yang dia lewati selama ini. Dia bahkan sempat menentang keinginan orang tuanya untuk menjadi dokter. Ya, Andrio tahu ini semua juga tak lepas dari do'a dan harapan orang tuanya selama ini.
Sudah hampir empat tahun Andrio bekerja sebagai dokter umum. Ada banyak hal yang dia inginkan. Namun sampai detik ini belum juga tercapai. Lantaran banyak juga hal yang harus dia selesaikan sebelum mencapai keinginan-keinginan itu. Salah satu keinginan Andrio adalah menjadi dokter spesialis jantung.
***
"Baik kalau begitu sekian rapat pagi ini. Silakan kembali ke ruangan masing-masing."
Alena menutup meeting hari itu dan mempersilakan karyawan-karyawannya keluar lebih dulu. Para karyawan itu pun berbondong-bondong meninggalkan ruangan sambil menenteng tablet dan laptop. Kini hanya menyisakan direktur utama PT GoodFood Sejahtera tbk itu bersama seorang sekretarisnya, Putri Anjani.
Alena tersenyum menatap perempuan berambut pendek itu yang tengah memasukkan laptopnya ke dalam tas.
"Makasih, ya, Anjani," ucap Alena yang terdengar tiba-tiba bagi Anjani hingga perempuan itu menatapnya heran.
"Terima kasih buat apa, Bu?" Sang sekretaris bertanya balik. Pasalnya dia merasa tidak melakukan hal lebih hingga membuat bosnya itu mengucapkan demikian.
"Terima kasih selama ini kamu sudah bantu saya menangani perusahaan ini. Kerja kamu luar biasa. Kalau nggak ada kamu, saya mungkin udah keteteran. Selama ini juga kamu memberitahu saya apa-apa yang saya nggak tahu," jelas Alena panjang lebar mengingat bantuan-bantuan sekretarisnya selama ini.
Anjani balas tersenyum. "Itu sudah tugas saya, Bu. Saya hanya berusaha bekerja dengan baik."
Bagi Anjani mungkin itu tak seberapa, tapi Alena sangat terbantu dengan kinerja bawahannya. Selama ini dia memperhatikan gadis muda itu sangat profesional melakukan pekerjaan. Dia bisa merasakan itu. Dan dia salut dengan gadis muda dihadapannya ini. "Iya, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih."
"Sama-sama, Bu. Saya duluan ya, Bu," pamit Anjani yang sudah selesai mengemaskan peralatannya.
"Hmm ...," gumaman Alena menginterupsi gerak Anjani yang hendak berdiri. Melihat itu, sang sekretaris menatapnya penuh tanya. "Sebenarnya saya mau ajak kamu makan di luar, tapi sepertinya kamu buru-buru. Ya udah nggak pa-pa." Alena tersenyum.
Wajah Anjani langsung terlihat tidak nyaman. "Maaf, Bu, tapi saya banyak kerjaan. Kapan-kapan saja, ya, Bu," tolaknya secara halus.
Alena mengangguk. "Iya."
"Kalau begitu saya permisi, Bu."
"Silakan."
Wanita bertubuh semampai itu pun berdiri dan keluar ruangan sambil membawa tas kerjanya.
Alena masih memperhatikan punggung wanita itu sampai dia menghilang di balik pintu.
Entah kenapa dia selalu merasa kagum melihat sekretarisnya itu. Usia Anjani masih 23 tahun, masih sangat muda. Namun, dia sudah menjabat sebagai sekretaris di perusahaan besar. Kinerjanya juga bagus. Meski begitu, dia tetap rendah hati. Dan gadis itu belum memiliki suami atau calon suami.
Alena jadi teringat akan dirinya dulu, sebelum dia menikah. Dirinya baru menjabat sebagai CEO di usia 25 tahunan. Dan sebelum itu dia bekerja semrawutan. Dulu, Alena sedih dengan nasibnya yang tak seberuntung remaja seumurnya. Dia bahkan nyaris menyerah dengan keadaan dan nekat bunuh diri.
Namun, memang benar, rencana Tuhan selalu lebih baik dari yang diperkirakan. Siapa sangka, dirinya yang dulu pernah jadi tukang cilok keliling, juga Cleaning Service, kini menjabat posisi sekarang.
/0/18186/coverorgin.jpg?v=360f5de92eb3b0a606d9f59567c48154&imageMogr2/format/webp)
/0/27684/coverorgin.jpg?v=9407bbbeb2dd776ebabe50be116d8904&imageMogr2/format/webp)
/0/5267/coverorgin.jpg?v=7a1a88dc172797cd08f3eccb2d292b4f&imageMogr2/format/webp)
/0/17676/coverorgin.jpg?v=c838b304dcffa7016fddab1360bd3c1c&imageMogr2/format/webp)
/0/6822/coverorgin.jpg?v=545b0051c1d38b83b80a962229807050&imageMogr2/format/webp)
/0/26880/coverorgin.jpg?v=165175708f82a45bd73a4941c748956c&imageMogr2/format/webp)
/0/17777/coverorgin.jpg?v=04e9cf7f6d4ab1c77e74757b73022bb7&imageMogr2/format/webp)
/0/14016/coverorgin.jpg?v=5229ea24c255297b0248a77f3c10c525&imageMogr2/format/webp)
/0/23465/coverorgin.jpg?v=620e7e5e48a104d4b5805f8e6b201091&imageMogr2/format/webp)
/0/18215/coverorgin.jpg?v=77520c6da33ab9728a7ef671cec6332e&imageMogr2/format/webp)
/0/20819/coverorgin.jpg?v=81267841f6c5c8431c822d06c1bbb882&imageMogr2/format/webp)
/0/23663/coverorgin.jpg?v=20250429185631&imageMogr2/format/webp)
/0/23402/coverorgin.jpg?v=956d1bff272bfc1af42c4423b22a8af3&imageMogr2/format/webp)
/0/24057/coverorgin.jpg?v=fd1094b94f91e88087ae939108913a37&imageMogr2/format/webp)
/0/18810/coverorgin.jpg?v=c634d2692554f3b0b2d66a678ee886d0&imageMogr2/format/webp)