BLURB : Aisyah (24 th) dijebak oleh sahabatnya sendiri yang bekerja sama dengan mafia obat-obatan terlarang. Penyebabnya adalah Aisyah dituduh mencuri kalung emas dari sang ibu penipu itu. Terpaksa Aisyah menerima pinangan dari sahabatnya sendiri demi melindungi dirinya dari Usman. Dirman (25 th) seorang pria yang menjadi sahabat Aisyah hingga menikahinya. Dirman sengaja menikahinya Aisyah, ketika sudah mengetahui kalau sang sahabatnya itu hanya dimanfaatkan oleh si pelaku. Mau tidak mau Dirman mengajak kerjasama Aisyah dan membantu agen rahasia untuk membongkar kejahatan mereka. Apakah Aisyah bisa menyelamatkan diri dari para pelaku itu? Apakah Aisyah bisa hidup bahagia bersama Dirman? Saksikan terus kisah Aisyah bersama Dirman yang mengungkap kejahatan Usman.
"Pesan apa?" tanya Aisyah yang menatap kedua temannya itu.
"Seperti biasanya," jawab temannya dengan serempak.
"Kalian ini... selalu saja memesan makanan yang sama," ucap Aisyah yang membuka buku pesan itu.
"Hmm... nggak," sahut mereka.
"Bentar lagi ada meeting sama Pak Dirman," celetuk Kartika yang menaruh ponselnya.
"Pasti membahas pembangunan pabrik di kota SR," Aisyah mulai menerka-nerka pembahasan apa yang dibuat meeting.
"Sepertinya itu. Lagian Pak Dirman sendiri ingin membuka cabang disana. Ditambah lagi daerah masih banyaknya pengangguran," Kartika sengaja membuka data pengangguran di kota SR.
"Ya udah... aku pesan dulu," Aisyah berdiri lalu menaruh tas di kursinya itu.
Aisyah seorang gadis cantik berusia 24 tahun langsung menuju kasir. Ia memesan makanan setelah itu kembali lagi. Aisyah sendiri bekerja di perusahaan MLS Groups International. Yang dimana perusahaan itu adalah perusahaan manufakturing. Aisyah sendiri menjabat sebagai manajer pemasaran.
"Aisyah!" seru seorang pria yang mendekatinya.
Aisyah segera menoleh dan melihat pria itu. Aisyah segera mengulurkan tangannya sambil menyapa, "Pak Ipunk."
"Nanti kamu nggak usah pergi ke desa dulu ya!" perintah Ipunk nama pria itu sambil bersalaman.
"Ada apa?" Aisyah bertanya sambil mengerutkan keningnya.
"Pak Dirman mau ketemu," Ipunk menjawab sambil tersenyum konyol.
"Ya... baiklah. Aku juga ingin bertemu dengan Pak Dirman," sahut Aisyah.
"Ya udah makan dulu. Makan yang banyak... biar kuat menghadapi kenyataan setelah ini," pesan Ipunk yang meninggalkan Aisyah.
Ketiga wanita itu hanya bisa menahan tawanya. Mereka memang sangat gemas dengan Ipunk sang manager produksi itu. Setiap bertemu selalu saja menyelipkan pesan absurd yang membuat mereka tertawa. Namun Ipunk tidak memperdulikannya ketika mereka tertawa.
Di sudut kiri restoran ini, ada satu keluarga yang sedang melihat keberadaan Aisyah dan teman-temannya itu. Tatapan mereka tidak pernah lepas dari Aisyah. Wanita paruh baya memberikan sebuah kode ke anaknya untuk maju. Terpaksa pria itu maju sambil membetulkan rambutnya.
Pria itu mulai mendekati Aisyah lalu bersiul centil. Seketika Aisyah hanya terdiam dan sangat malas menanggapi pria tersebut. Pria itu mendekati Aisyah dan duduk di dekatnya. Akan tetapi Aisyah sangat risih dan ingin menjauhinya.
"Si neng, cantik amat," pria itu memuji Aisyah dengan wajah sumringah.
Aisyah hanya memutar bola matanya dengan malas. Ia hanya bisa menahan dirinya agar tidak meledakkan emosinya.
"Makasih," Kartika menyahutinya karena tahu sifat Aisyah super dingin dan cuek.
"Lha, si neng malah cuek," pria itu terus-terusan memancing Aisyah agar bicara.
Sungguh berat Aisyah mengeluarkan suaranya itu. Jika ia tidak memesan makanan, mungkin Aisyah sudah pergi dari sini. Bahkan ia memilih untuk melanjutkan banyak pekerjaannya itu.
"Maaf bang, aku lagi sakit gigi," Aisyah terpaksa berbohong karena malas menanggapi pria itu.
Aisyah sebenarnya tidak sombong jika bertemu dengan siapapun. Ia hanya menjaga jarak kepada pria itu agar tidak terlalu jauh. Apalagi Aisyah sendiri sangat peka kepada orang yang baru dikenalnya. Seperti halnya ini, Aisyah langsung menutup dirinya dan memutuskan untuk tidak bicara.
"Oh... maaf kalau begitu. Maaf kalau mengganggu," pria itu tersenyum centil sambil menatap Aisyah.
Aisyah hanya menganggukan kepalanya dan membiarkan pria itu pergi.Setelah menjauh, Kartika menyenggol lengan Aisyah dengan perasaan kesal. Lalu Nanik teman Aisyah masih dalam mode diam. Nanik hampir memiliki sifat sama seperti Aisyah.
"Kamu kenapa sih... dari tadi diam saja?" tanya Kartika.
"Aku malas saja bertemu dengan pria centil seperti itu," jawab Aisyah dengan malas.
"Kamu masih trauma dengan si Irfan?" tanya Kartika yang menatap wajah Aisyah.
Tak lama ada seorang pelayan membawa pesanan mereka. Pelayan itu meminta izin untuk menata pesanan mereka.
"Setuju," sambung Nanik sambil tersenyum ke arah mereka.
"Setuju apanya?" tanya Kartika yang memutar bola matanya dengan malas.
Pelayan itu bergegas pergi meninggalkan mereka yang masih mengobrol. Akan tetapi Aisyah sangat risih pada waktu pria itu menatapnya secara terus menerus. wanita berambut lurus itu ingin melepaskan sepatunya dan melemparkannya ke arah pria itu. Namun dirinya cukup bersabar dan membiarkan begitu saja.
"Dih... pria centil itu malah melihat kamu," Nanik membisiki Aisyah yang tidak sengaja menangkap tatapan pria itu ke arah Aisyah.
"Biarkan saja. Lagian juga aku malas melayaninya," Aisyah sengaja membuang wajahnya dan tidak ingin melihat pria itu.
"Makan! Sebentar lagi ada meeting!" titah Aisyah dengan serius.
Terpaksa Kartika dan Nanik makan. Dalam waktu lima belas menit, mereka menyelesaikan makannya. Aisyah mengumpulkan uang mereka lalu pergi menuju kasir.
Ketika sedang membayar, seorang pria berpakaian formal mendekatinya. Pria itu menarik baju Aisyah. Hingga Aisyah menoleh dan melihatnya.
"Eh... Pak Joko," sapa Aisyah dengan lembut.
"Please deh Aish... jangan sekali-sekali kamu memasang senyuman lembut seperti itu," Joko sangat kesal kepada Aisyah.
"Hehehe... takut diprotes sama Pak Dirman ya?" tanya Aisyah tertawa jahat kepada Joko.
Mau tidak mau Joko hanya menganggukkan kepalanya. Ia malas menjawab dan memberikan kartu ATM ke kasir.
"Mbak, bayar mejaku dan meja milik Mbak Aisyah ya," ucap Joko.
"Kenapa sih kamu yang membayar terus?" tanya Aisyah sewot.
Joko hanya memberikan perintah agar Aisyah kembali. Aish adalah nama panggilan kecil Aisyah. Nama panggilan itu memang ditujukan untuk beberapa orang terdekat seperti Nanik dan Joko.
Aisyah kembali dan memberikan uang itu kepada mereka. Nanik hanya mencelos jika menu makanannya dibayarkan oleh Joko. Begitu juga dengan Aisyah. Sebenarnya ia juga tidak enak hati kalau makanannya terus digratiskan oleh beberapa petinggi perusahan. Lain lagi dengan Kartika, ia selalu saja berharap mendapatkan gratisan dari para petinggi perusahaan. Ia sengaja menebeng kepada Aisyah agar dibayarkan. Aisyah sudah tahu trik seperti itu. Aisyah sendiri memiliki trik sendiri agar Kartika membayarnya sendiri.
Itulah kisah tiga wanita yang bekerja di perusahaan manufakturing. Meski begitu mereka sangat kompak sekali mengemban tugas-tugas di perusahaan.
"Jadi gimana?" tanya Aisyah.
"Proyek biskuit selai kacang?" tanya Nanik balik.
"Ini mau dibicarakan sama para petinggi lainnya," jawab Kartika sambil membereskan tasnya.
"Sebenarnya banyak sih produk yang akan keluar tahun ini. Tapi Pak Dirman dan Pak Adjie enggak boleh mengeluarkan semuanya," ucap Nanik yang membuat Aisyah menganggukkan kepalanya.
"Dengar... dengar... Pak Adjie mau membangun pabrik di desa kamu ya?" tanya Kartika.
"Hmmm... masih wacana. Belum serius... aku masih menunggu kabar. Syukur-syukur pabrik itu dibangun. Gunanya untuk mengurangi pengangguran," jawab Aisyah yang berharap jika itu terjadi.
Mereka menganggukan kepalanya tanda setuju. Mereka berharap akan mendapatkan suasana kerja baru. Tapi Aisyah hanya menghela nafasnya dengan berat. Ia tidak akan diizinkan untuk tinggal di desa. Kedua orang tuanya ingin melihat Aisyah berkembang dan menjadi sukses secara mandiri.
"Ayo balik!" titah Aisyah mulai berdiri sambil meraih tasnya.
"Kalungku!"
Buku lain oleh Author Dagelan
Selebihnya