Profesor Yang Mengklaim Hidupku

Profesor Yang Mengklaim Hidupku

Lisa Dwi Safitri

5.0
Komentar
328
Penayangan
29
Bab

Ivy terpaksa menerima satu malam bersama profesornya sendiri setelah terjebak dalam masalah rumit di kampusnya. Demi menyelamatkan reputasi kekasihnya, Ivy rela menjadi teman tidur Ezra, profesor berkarisma dingin yang selalu membuatnya kesal. Ivy pikir setelah hubungan satu malam itu berakhir, semuanya akan kembali seperti semula. Ia bisa melanjutkan hidupnya tanpa bayang-bayang Ezra. Namun, siapa sangka, pria itu malah semakin candu setelah malam itu. Ezra tak berniat membiarkan Ivy lepas begitu saja. Sebaliknya, ia ingin memastikan gadis itu tetap berada dalam genggamannya-apa pun yang terjadi.

Bab 1 Hati berdebar keras

Ivy berdiri tegak di depan pintu kantor Ezra, napasnya tercekat. Hati berdebar keras, seolah-olah setiap detik yang berlalu adalah langkah menuju jurang yang tak bisa dia hindari. Semua yang terjadi hari ini tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Begitu rumit, begitu tak terduga. Dan kini, setelah segalanya berputar di luar kendalinya, dia terpaksa berdiri di sini, di hadapan lelaki yang membuat darahnya mendidih setiap kali mereka bertatap muka.

Ezra, pria dengan pandangan mata yang tajam, selalu tampak tenang dan penuh kendali. Ketenangannya yang membuatnya begitu menjengkelkan-terlalu dingin, terlalu rasional. Ivy sering bertanya-tanya apa yang ada di balik ekspresi tak terbaca itu, namun dia tak pernah mendapat jawabannya. Kini, tak ada lagi pilihan. Ivy harus berbicara dengan pria itu, dan dia tahu, saat ini bukan waktu yang tepat untuk marah atau merasa takut. Dia harus menundukkan kepala.

Pintu terbuka dengan suara berderit halus, dan Ivy mendapati Ezra duduk di balik mejanya. Lelaki itu mengangkat wajahnya, matanya bertemu dengan miliknya dalam keheningan yang penuh ketegangan. Ivy bisa merasakan ketegangan itu, seperti sebuah tarikan tali yang semakin mengencang di tenggorokannya.

"Ivy," suara Ezra menggelegar, tajam, seperti pisau yang memotong udara. "Kau tahu apa yang harus dilakukan, bukan?"

Ivy menelan ludah. "Aku... aku tak punya pilihan lain, kan?"

Ezra mengangkat alisnya, seolah-olah tidak terkejut. "Tidak ada yang benar-benar punya pilihan di dunia ini, Ivy. Semua pilihan datang dengan harga. Pertanyaannya, bisakah kau membayarnya?"

Ivy menghindari tatapan itu, menatap lantai dengan perasaan bersalah yang menyesakkan dadanya. Dia tahu apa yang Ezra maksud. Ini adalah harga yang harus dia bayar untuk menjaga rahasia yang bisa menghancurkan karirnya, bahkan hidupnya. Dan kini, dia harus membayar harga itu dengan cara yang paling memalukan.

"Aku tahu," suara Ivy bergetar. "Tapi aku hanya... aku hanya ingin ini selesai."

Ezra menghela napas, beranjak dari kursinya. Langkah kakinya berat dan tegas, menghampiri Ivy dengan aura yang seakan tak bisa dihindari. "Tidak, Ivy. Ini tidak akan selesai hanya dengan satu malam. Itu adalah awal dari segalanya."

Ivy merasakan detak jantungnya semakin cepat. "Apa maksudmu?" dia bertanya, hampir berbisik, meskipun dia tahu jawabannya akan jauh lebih buruk daripada yang dia bayangkan.

Ezra berhenti tepat di hadapannya, jarak di antara mereka hanya beberapa inci. Ivy bisa merasakan hangat tubuh Ezra yang menjalar ke kulitnya, membuatnya terperangkap dalam aura lelaki itu yang dingin namun menggoda. "Malam itu bukan sekadar cara untuk menutup masalah. Itu adalah awal dari semuanya, Ivy. Kau akan terus menjadi bagian dariku-tanpa bisa pergi begitu saja."

Ivy terdiam, napasnya memburu. Tak ada kata-kata yang bisa dia ucapkan. Hanya ada kegelisahan yang memadati pikirannya. Dia tahu, hidupnya tak akan pernah sama lagi setelah malam itu. Begitu juga dengan hubungan mereka. Dia terperangkap dalam permainan yang tidak dia mengerti-sebuah permainan yang dia yakin hanya akan membuatnya semakin terjerat.

Ezra mendekatkan wajahnya, hanya sejengkal dari wajah Ivy. "Kau tak bisa lari dariku, Ivy. Tidak sekarang, tidak nanti."

Dan ketika Ivy ingin menarik diri, dia tahu bahwa tubuhnya sudah terlanjur melekat dengan tubuh Ezra, terperangkap dalam jaring yang begitu kuat dan tak bisa dihentikan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Lisa Dwi Safitri

Selebihnya

Buku serupa

Membalas Penkhianatan Istriku

Membalas Penkhianatan Istriku

Juliana
5.0

"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku