Nindy terbangun di sebuah kamar hotel dengan kondisi kacau, seluruh tubuhnya sakit dan dia kehilangan mahkota berharganya. Kuliahnya kacau, hidupnya hancur karena hamil di luar nikah. Parahnya sampai bayi dalam kandungannya lahir, dia tidak mengetahui siapa pria yang sudah membuat hidupnya berantakan. Bagaimana jika suatu saat Nindy bertemu dengan pria itu?
"Satu gelas lagi," pinta Sailendra Danapati pada seorang peracik minuman di Club yang dia datangi malam ini.
"Tumben banget sih, Mas? Lagi sakit hati yah?" tanya pria bertatto disepanjang lengan itu sembari menuang minuman haram itu ke gelas milik Lendra.
Sang peracik minuman mengenal Lendra cukup baik karena pria itu selalu membawa kliennya ke Club kala berhasil menjalin kerjasama sebagai perayaan Lendra dan kliennya. Tapi selama ini Nico tidak pernah melihat Lendra mabuk seperti malam ini.
"Loe gak tau, Bro. Rasanya kalah tender! Lebih sakit dari sakit hati karena putus cinta!" ungkap Lendra sambil menunjuk ke arah jantungnya.
Pria berwajah timur tengah itu meringis setelah dia menenggak habis isi gelasnya yang baru di isi oleh peracik minuman tersebut dalam satu kali tuang ke tenggorokannya.
Nico-bartender itu menggeleng melihat Lendra kemudian meninggalkan pria itu untuk meracik minuman yang di pesan tamunya yang lain.
Lendra memutar posisi duduknya menghadap lantai dansa dan sedikit bergoyang menikmati musik jedag-jedug yang DJ mainkan di panggung kecil. Semakin malam, club semakin ramai pengunjung. Pria itu masih cukup sadar saat ini karena mengingat dia pergi seorang diri dan membawa mobil, Lendra tidak ingin terlalu mabuk, akal sehatnya masih jalan. Dia tidak mau mencelakai dirinya sendiri karena minuman laknat itu sampai mabuk berat.
Seorang wanita cantik dengan pakaian seksi mendekati Lendra dan merayu, tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan mereka berbincang dan Lendra mentraktirnya minuman.
"Biar aku yang bayar," ucapnya pada Nico.
Tentu saja pria itu senang karena pemasukan untuk club tempatnya bekerja.
"Mau sekalian check-in?" bisik wanita itu di telinga Lendra karena suara musik di sana sangat kencang.
Kepala Lendra menggeleng.
"Wow! Tawaran yang menggiurkan, tapi maaf saya sudah bertunangan," jawab Lendra dengan menunjukan cincin di jari manisnya.
Wanita itu tertawa genit, menepis tangan Lendra yang bercincin itu.
"Itu tidak masalah, Ganteng. Baru bertunangan, yang menikah saja banyak kok yang mencari selingan, masa kamu gak mau mencobanya sebelum benar-benar terikat? Rugi loh!" goda wanita penghibur itu.
Kali ini Lendra yang terbahak.
"Ya Tuhan, godaan apa lagi ini," seru Lendra.
Keduanya tertawa bersama dan menikmati minuman yang ada di tangan mereka masing-masing.
Bukan hanya Siera yang mencoba merayu Lendra di sana. Pesona pria itu tidak bisa di tutupi. Seorang wanita lainnya mendekati Lendra dan duduk di sebelahnya.
"Lebih baik kamu cari pria lain, Jane!" ucap Siera dengan sedikit kencang agar terdengar.
"Kenapa? Dari tadi gue liat dia gak mau sama loe, jadi apa salahnya? Siapa tau dia mau sama gue!" balas Jane dengan merangkul, bergelayut manja di lengan Lendra.
"Dia gak suka wanita!" balas Siera.
Sontak kedua mata Jane membola dan hampir keluar.
"Yang benar aja! Seriusan?" tanyanya pada Lendra.
"Apa kamu percaya ucapannya?" Lendra bertanya balik sembari memegang dagu lancip Jane.
Kepala Jane menggeleng hingga kuncir rambutnya bergerak mengikuti gerakan kepalanya.
Lendra tertawa lepas.
Dua wanita bertubuh ramping dan seksi itu berhasil mendapat traktir minum dari Lendra dengan hanya mengajak pria itu berbincang dan menemaninya di Club tanpa adanya kontak fisik karena Lendra tidak berhasil mereka rayu.
Lendra punya prinsip tidak mau celap celup ke sembarang wanita, tunangannya pun sampai saat ini masih dia jaga utuh. Seberengseknya dia, tidak mau melakukan hal itu sebelum resmi menikah dengan wanita yang dia cintai.
***
Lendra menatap jam tangan mahalnya, waktu sudah menunjukan tepat tengah malam. Sudah waktunya dia pergi dari club pikirnya. Karena sebagai seorang CEO dia harus tetap masuk ke kantor terlebih besok dia ada rencana rapat besar dengan para petinggi perusahaan untuk menjelaskan mengapa tender besar itu bisa tidak dia dapatkan.
"Ladies, kalian bisa teruskan, saya sudah bayar semuanya. Permisi," pamit Lendra.
Pria itu mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah muda dari dompetnya dan memberikannya pada Nico sebelum pergi dari sana.
"Berikan beberapa gelas lagi sama mereka," ucap Lendra pada Nico, kemudian dia pergi dari sana. Tangannya melambai pada kedua wanita yang saat ini sedang menatapnya kecewa.
Lendra memasukan kembali dompetnya ke saku celananya sambil jalan keluar club. Tapi baru saja keluar pintu dan melihat gelap di luar seketika kepalanya pusing dan dia memijat pangkal hidungnya untuk menetralkan penglihatannya sejenak. Setelah dia merasa sudah lebih baik, Lendra melanjutkan langkahnya mencari mobilnya berada.
"Shit! Kenapa tadi gue gak pakai jasa parkir!" gerutu Lendra.
Karena sedikit mabuk Lendra bingung dimana tadi dia memarkir mobilnya. Andai saja sejak awal dia memakai jasa parkir mungkin saat ini dia tidak perlu bingung mencari di mana mobilnya sekarang berada.
***
"Hei, you! Nona, permisi. Ini mobil saya," ucap Lendra saat dia melihat seorang perempuan bersandar di pintu mobilnya dengan membelakanginya.
"Hoek! Hoek!"
Perempuan itu muntah tepat dekat pintu mobil Lendra.
"HEI! APA YANG -" Lendra menarik lengan gadis itu agar menjauh dari mobilnya dan tidak mengngotori mobil kesayangannya dengan muntah.
Tapi sial bagi Lendra, gadis itu malah pingsan dalam pelukannya.
"Double Shit!" umpat Lendra.
"Muntah kena mobil sekarang dia pingsan," gerutu Lendra untuk sekian kalinya.
Pria itu melihat kiri kanan berharap ada seseorang yang bisa membantunya tapi sayangnya tidak ada seorang pun yang melintas di sana, petugas keamanan sekalipun.
Lendra melintangkan tangan gadis itu di pundaknya dan dia merangkul pinggang ramping gadis tersebut, memapahnya hingga masuk ke dalam mobil. Tidak lupa dia memasang sabuk pengaman pada tubuh mungil itu. Kemudian dia menutup pintu mobil dan memutar masuk ke dalam kursi kemudi. Walaupun kesal, dia masih memiliki hati nurani pada gadis itu.
Kepala gadis itu bersandar pada jendela mobil. Lendra membetulkan kepala gadis itu sampai di posisi ternyaman menurutnya. Dan menyibak semua anak rambut yang menutupi wajah gadis yang masih pingsan itu.
Manis, cantik. Tidak kalah dengan Ghea-tunangannya saat ini hanya saja gadis ini lebih mungil tubuhnya.
"Hei, Nona. Bangun! Nama kamu siapa? Tinggal dimana? Biar saya antar kamu pulang." Lendra berulang kali menepuk pipi gadis itu namun sia-sia. Gadis itu masih pingsan.
Pria itu mendengus kesal karena dia tidak mendapatkan identitas apapun dari gadis itu. Pria itu sampai keluar mobil untuk memastikan ada sesuatu yang gadis itu tinggalkan, tas atau dompet yang bisa Lendra temukan suatu identitas tentang gadis yang saat ini bersamanya.
"Jadi kita harus kemana?" monolognya ketika sudah kembali masuk ke dalam mobil. Lendra memutar otaknya. Dia tidak mau membawa orang asing ke tempat tinggalnya.
Lendra menyalakan mesin mobilnya, menghela napas panjang dan kemudian menekan pedal gas. Melajukan mobil kesayangannya keluar dari club itu.
"Baiklah kalau begitu, kita ke sana saja."
Buku lain oleh Ucing Ucay
Selebihnya