Evan telah menikah dengan Viola, tetapi dia tidak menemukan kebahagiaan bersama istrinya tersebut. Hingga akhirnya dia dipertemukan dengan Jihan, sang sekretaris yang mampu membuat jiwanya bergelora. Siapakah yang akan menjadi pendamping Evan hingga akhir?
Beberapa ruang kerja sudah gelap. Pertanda bahwa kebanyakan karyawan sudah pulang. Hal itu lantas dimanfaatkan oleh sepasang manusia yang tengah dimabuk cinta untuk melepaskan kerinduan mereka. Di sebuah ruang kerja yang luas dengan peredam suara menjadi pelengkap, mereka memadu kasih.
"Saya sangat merindukanmu, Jihan. Ah! Rasanya sudah lama sekali kita tidak melakukan ini. Seluruh tubuhmu selalu membuat saya tergila-gila, Sayang." Pria itu berucap tanpa menghentikan pergerakannya.
"Aku juga merindukanmu, Sayang. Ayo terus penuhi diriku dengan milikmu, Evan. Lakukan lebih cepat. Aku begitu menginginkannya. Ah!"
Suara perpaduan dua kelamin berbeda itu terdengar mengisi ruangan tempat mereka bercinta. Evan begitu bersemangat menyalurkan hasratnya yang seakan tak pernah padam saat bersama dengan wanita yang tak henti-hentinya memanggil namanya.
Selain atasan, Evan merupakan kekasih Jihan. Mereka diam-diam menjalin hubungan setelah merasa cocok satu sama lain. Bukan hanya soal perasaan, tetapi juga tentang segalanya.
Evan Delano merupakan CEO dari perusahaan milik ayahnya, Wiraharja Group. Dia bukanlah seorang pria lajang, melainkan suami dari Viola Varenska. Salah satu model terkenal di Indonesia, dan beberapa negara asia. Mereka menikah karena perjodohan. Keduanya disatukan untuk kepentingan bisnis dari kedua belah pihak keluarga.
Evan dan Viola awalnya berusaha menerima pernikahan mereka. Tapi lama-kelamaan, Viola mulai bosan dengan kehidupan berumahtangga. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Menerima banyak job pemotretan, wawancara dengan berbagai media, dan sisa waktunya kerap dia gunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya.
Evan sudah berusaha berbicara dengan Viola untuk memperbaiki hubungan mereka. Sayangnya, usahanya itu tidak membuahkan hasil. Viola tetap bersikeras menikmati waktunya yang dia katakan terlalu dini untuk menikah. Evan berusaha menyesuaikan diri, menahan egonya untuk menunggu Viola berubah. Hingga kemudian dia dipertemukan dengan Jihan, gadis itu membuatnya mabuk, hingga akhirnya Evan memilih menjadikan Jihan sebagai selingkuhannya. Apalagi wanita itu secara terang-terangan menyampaikan ketertarikan terhadap dirinya.
Jihan Sandarra sendiri merupakan seorang anak broken home. Awalnya dia melamar sebagai sekretaris di perusahaan Evan, semata-mata hanya untuk mencari uang. Tapi dia tidak bisa menolak pesona lelaki beristri itu. Evan mendekati perfect. Lelaki itu berwajah oriental, kulitnya putih bersih, postur badannya begitu proposional. Ditambah dengan tingginya yang lebih dari seratus delapan puluh sentimeter, itu merupakan daya tarik yang tak dapat ditolak bagi Jihan. Evan benar-benar tipenya. Walaupun dia sempat kecewa saat tahu Evan ternyata sudah memiliki seorang istri.
Jihan mendapat angin segar setelah mendengar desas-desus hubungan Evan dan istrinya yang tidak baik, kemudian menjadikan itu sebagai kesempatan untuk maju. Maju merebut posisi Viola di hati Evan. Dia sama sekali tidak keberatan walau harus menjadi perhatian yang kedua bagi Evan. Karena hanya saat bersama lelaki itu, Jihan bisa menemukan kebahagiaan yang selama ini dia inginkan.
Mereka menggeram bersamaan. Membiarkan momen pelepasan semakin memanjakan keduanya. Dua insan yang dimabuk cinta itu masih saling memeluk satu sama lain.
Evan yang masih berjas lengkap dengan celana bahan menggantung di pergelangan kakinya tampak begitu gagah, dan seksi. Bagian tubuhnya masih berada di dalam tubuh Jihan yang tampak tak kalah berantakan. Rambutnya sedikit acak-acakan, kemeja putihnya tak terkancing, ditambah lagi rok span hitam yang dikenakan gadis itu tersingkap ke atas dengan sempurna. Celana dalamnya dibiarkan tergeletak begitu saja di atas lantai.
"Saya ingin menikahimu, Ji. Supaya kita bisa bebas menikmati waktu seperti ini kapan saja. Saya mulai lelah sembunyi-sembunyi. Rasanya saya ingin berteriak, dan mengabarkan pada dunia kalau saya sangat beruntung memiliki kamu, Sayang." Evan berucap lembut penuh kasih. Lelaki itu kemudian mengecupi beberapa bagian wajah Jihan. Berakhir dengan ciuman lama di bibir wanita kesayangannya itu.
Jihan tersenyum saat ciuman mereka terlepas perlahan. Gadis itu membelai kedua belah pipi Evan dengan gerakan lembut penuh perasaan. Dari sorot matanya, terlihat jelas bagaimana Jihan sangat mencintai lelaki itu.
"Jangan egois, Honey. Aku juga menginginkanmu menjadi milikku seutuhnya, tetapi keadaan ini tidak memungkinkan kita bersama. Bagaimana kalau keluargamu sampai tahu? Aku tidak mau karirmu hancur hanya karena kamu memilih untuk hidup bersamaku. Selagi ada waktu luang, kita bisa menikmati kebersamaan kita seperti ini, Honey. Aku tidak masalah."
Itulah daya tarik Jihan yang paling membius Evan. Wanita itu selalu mengatakan sesuatu dengan nada lembut, begitu memanjakan indra pendengarannya. Berbeda jauh dari Viola. Wanita itu lebih sering bersikap kasar, dan seakan begitu merendahkannya.
Selama ini, Jihan melakukan banyak hal yang seharusnya dilakukan oleh Viola. Mulai dari pakaian, makan, hingga masalah ranjang. Jihan sangat ahli dalam segala hal. Satu lagi, Evan merupakan orang pertama yang menyentuh tubuh gadis itu.
"Semua ini tidak adil untukmu, Sayang. Kamu berhak disahkan secara hukum untuk menjadi pasangan saya. Bukan hanya seperti ini. Saya tidak mau kamu menganggap saya hanya ingin menikmati tubuhmu saja. Bagaimana kalau kita menikah diam-diam?"
Cup!!
Jihan yang gemas pun menghadiahkan sebuah kecupan di pucuk bibir kekasihnya. Dia juga menyentuh ujung hidung mancung Evan dengan jari telunjuknya.
"Ssst! Sudah. Jangan bahas itu dulu, Mas. Kalau kita memang berjodoh, suatu saat nanti kita pasti dipersatukan. Lagipula, aku tidak pernah merasa kamu hanya ingin menikmati tubuhku saja. Bukankah selama ini kita saling menikmati?"
"Tapi saya tidak mau berpisah denganmu, Sayang. Kamu wanita yang bisa memahami saya dengan baik. Bersamamu saya merasakan kebahagiaan yang sempurna."
Evan membelai rambut Jihan lembut. Lelaki itu juga memeta setiap sudut wajah gadis yang sangat dicintainya itu. Sebuah tatapan mendamba penuh cinta.
"Jangan lupakan istrimu, Mas Evan. Aku ini hanya pelakor."
"Kamu pelakor kesayangan saya, Ji."
"Apa itu artinya kamu memiliki pelakor yang lain selain aku?"
"Tentu saja tidak, Sayang. Kamu pelakor satu-satunya yang paling saya sayangi. Pemilik hati, dan juga jiwa raga saya. Kamu spesial, Ji." Evan kembali membubuhkan kecupan di pucuk bibir Jihan.
Gadis itu mengalungkan kedua tangannya, mereka pun melakukan ciuman untuk kesekian kalinya. Menyatukan bibir mereka, saling mencecap satu sama lain. Membiarkan ruang kerja Evan kembali menjadi saksi bisu kemesraan keduanya.
Setelah menyelesaikan ciuman panjang itu, perlahan Evan menarik dirinya. Membiarkan bagian tubuhnya keluar perlahan dari dalam diri Jihan. Saat itu, telinganya bahkan masih disapa dengan desahan kecil dari sang kekasih.
"Salah satu dari kamu yang paling aku suka," ucap Jihan dengan nada manja, dengan tangan nakalnya yang begitu saja meremas kecil kepemilikan Evan.
"Kamu memang nakal, Sayang." Evan mencubit pipi Jihan gemas. Setelahnya dia segera memakai kembali celananya. Tentu saja Evan tidak ingin seseorang menemukan mereka dengan pakaian berantakan seperti sekarang.
Tok! Tok!
Suara ketukan pintu seketika membuat dua insan itu sama-sama membeku. Mereka saling pandang, seolah sedang saling bicara melalui telepati tentang siapa yang berada di luar sana.
"Jangan panik. Biar saya yang membuka pintu. Kamu bersihkan diri kamu di kamar mandi. Jangan keluar dulu sebelum saya jemput. Jangan lupakan celana dalammu, Sayang." Evan berucap dengan sedikit berbisik. Seakan dia lupa kalau ruangan mereka kedap suara.
Jihan mengangguk patuh. Dia segera turun dari meja, meraih celana dalamnya yang tergeletak di lantai, dan berjalan cepat ke arah kamar mandi.
Evan mengambil beberapa lembar tisu, dan mengelap cairannya yang menetes di atas meja. Membuang tisu itu ke dalam tong sampah.
Dengan langkah lebar, dan berwibawa, lelaki itu berjalan menuju ke arah pintu. Dia memang sengaja mengunci pintu itu saat sedang berdua dengan Jihan di dalam ruang kerjanya untuk berjaga-jaga.