Dan perempuan itu? Kulihat wajahnya memang cantik. Rambut panjang terurai dengan cat pirangnya. Kulit putih, meskipun tidak seputih susu. Tinggi semampai, dengan tubuh yang proporsional. Dengan dada dan bokong yang besar. Ah, tapi tetap saja, aku lebih cantik tentunya. Coba deh, tanyakan ke Mas Ali. Dia pasti akan bilang, bahwa aku adalah yang tercantik. Aku harus percaya diri. "Kamu jangan khawatir, sebentar lagi juga kamu bakalan jadi ratu di rumah ini. Menggantikan mantuku yang mandul itu. Kita hanya harus pintar bersandiwara. Kamu mainkan peranmu secantik mungkin. Jangan sampai rencana kita berantakan. Rayulah Ali, sampai dia jadi milikmu. Berikan aku cucu. Ok?" Spontan, aku menutupkan telapak tanganku, menutupi mulutku, yang membentuk huruf o. What ? Mantu mandul? Ibu mertuaku bilang, mantu mandul? Ok, baiklah. Orang bodoh pun tahu arah pembicaraan mereka. Tak perlu menerka-nerka, aku sudah sangat paham. Sepertinya aku akan ikuti sandiwara mereka, dan akan kupastikan, mereka hanya akan jadi figuran saja.
"Bagaimana, Kak Mel? Sudah enakan?" Harum memijit betisku.
Gadis muda ini adalah pembantuku. Usianya kira-kira sembila belas tahun. Sejak dua bulan lalu dia sudah ikut bersamaku. Saat itu aku bermaksud mencari pembantu karena kondisiku yang sedang hamil. Dia datang bersama ibunya menawarkan diri. Bahkan sangat memelas. Dengan alasan putrinya menganggur di kampung, Mak Uda memohon-mohon.
"Lumayan, Alhamdulillah. Kamu pintar mijitnya, " ucapku masih sedikit meringis.
Entah kenapa akhir-akhir ini kakiku sering keram. Kata dokter yang kutemui dua hari yang lalu, itu biasa dialami oleh seorang perempuan yang sedang hamil tua.
"Kak, kalau kakak melahirkan nanti, Mak Tua ke sini, enggak?"
"Pastilah, tapi mungkin enggak bisa lama. Dia juga punya kesibukan di kampung. Kenapa, kau mau nitip sesuatu dari Mak Uda?" tanyaku.
Mak Tua adalah panggilannya untuk Ibuku. Sedangkan Mak Uda adalah panggilanku untuk ibunya. Rumah orang tuaku di kampung bersebelahan dengan rumah ibunya.
"Enggak, cuma nanya aja. Memang lebih baik kalau dia gak usah lama-lama di sini."
"Kenapa?" Aku kaget mendengar ucapannya.
"Kan udah ada aku yang ngerawat Kakak."
"Iya, sih," sahutku menyimpan tanya.
Aku merasa ada sesuatu yang tersirat dari ucapannya. Naluriku mengatakan ada yang sengaja ditutupi.
Sebenarnya kecurigaanku ini sudah sejak sebulan lalu. Harum akhir-akhir ini bertingkah aneh. Sering kudapati dia mematut diri di depan cermin hias saat membersihkan kamarku. Bahkan pernah kupergoki dia mencoba memakai gaun pemberian Mas Gilang suamiku.
Aku marah dan memintanya jangan pernah sembarangan membuka lemariku lagi. Sayangnya Mas Gilang malah membelanya. Dengan alasan sudah lama kepingin gaun seperti itu, pembantuku beralibi. Esoknya Mas Gilang membelikan gaun yang sama untuknya.
"Jangan kasar! Jangan buat dia tersinggung! Nanti kalau dia merajuk pulang kampung, gimana? Kita kehilangan pembantu, kita juga dicap gak bagus di mata orang kampung," kata suamiku beralasan.
Aku menurut, dan kembali memperlakukan dia dengan baik. Sampai malam harinya setelah kejadian itu, aku dapati Mas Gilang duduk berdua di meja makan. Aku kebelet malam itu.
Aku pikir Mas Gilang masih sibuk di depan. Suamiku memang punya usaha toko pupuk yang lumayan besar. Toko itu di depan rumah kami pusatnya. Sedang cabangnya tersebar di beberapa kecamatan. Kadang dia bekerja sampai malam terutama bila ada pengiriman ke cabang.
"Mas di sini? Kirain di toko?" kataku mengagetkan mereka berdua.
Aku tidak melihat dengan jelas, karena lampu dapur sudah padam. Sepertinya aku melihat Harum duduk dipangkuan suamiku. Saat aku menghidupkan lampu, gadis itu sudah bergeser. Kucoba menghibur hati, bahwa aku hanya salah lihat tadi.
"Iya, ini si Harum dari tadi duduk menyendiri di sini. Kebetulan aku baru pulang dari toko. Aku tanya ngapain gelap-gelapan. Dia bilang masih sedih karena kamu tegur tadi. Dia minta pulang kampung besok. Dari tadi aku sudah membujuknya."
"Rum, kakak udah minta maaf, kan? Kenapa masih merajuk?" tanyaku ikut duduk.
Gadis itu meraba bibirnya. Kenapa di tanya malah meraba bibir? Kulirik kancing bajunya terbuka dua buah bagian atas. Dadaku berdesir, saat itu sebenarnya aku sudah curiga. Tapi, aku tidak tahu harus curiga apa. Perasaanku tidak enak, seolah ada sesatu milikku yang paling berharga telah salah letak. Tapi, aku tidak tahu apa dan di mana.
***
"Kak, aku kembali ke kamarku, ya? Kakak udah bisa tidur, kan?"
Ucapan Harum membuyarkan lamunanku.
"Iya," sahutku menatap pungungnya ke luar kamar.
Kucoba memejamkan mata, melupakan prasangka dan kegundahan. Kurasakan gerakan bayiku seolah menendang. Kubelai perutku penuh kasih sayang. Aku terlelap bersama gerakannya.
Aku tersentak saat sebuah tangan kekar tiba-tiba memeluk dari belakang.
"Mas, sudah tutup tokonya?" tanyaku memegang tangannya.
"Sudah, bagaimana, masih keram kakinya?"
"Sudah enakan. Mas makan dulu sana! Perlu aku hidangin?"
"Tidak usah, Sayang. Kamu tidurlah. Istirahat yang cukup, ya! Kata Dokter dalam minggu ini, kan?"
"Iya, Mas."
"Semoga bisa normal, ya."
"Tidurlah! Mas mau makan, setelah itu kembali ke ruang kerja mengecek laporan penjualan hari ini dari toko cabang!" Dia bangkit dan melangkah ke luar.
"Tunggu! Ada yang mau aku tanyain."
"Apa sih?" Mas Gilang kembali menghadapku.
"Sudah tiga minggu, kita enggak pernah lagi. Aku gak tega, Mas harus nahan selama itu. Belum lagi kalau nanti aku habis lahiran," sergahku.
Mas Gilang tersenyum, lalu berjongkok di sisiku.
"Aku sanggup nahan berapa bulan pun, Sayang. Demi kebaikan dirimu dan bayi kita." Dikecupnya lembut keningku.
Aku kembali mengerjapkan mata, begitu bahagia. Suami yang penuh pengertian.
"Makasih, Mas," bisikku sambil tersenyum.
Dia melangkah ke luar, kupejamkan mata, aku terlelap lagi.
Entah berapa lama sudah aku tertidur. Tiba-tiba aku terbangun karena mimpi buruk. Seseorang yang entah siapa mencuri baju dasterku. Aku kelelahan mengejar dan merebut kembali daster itu. Tapi, kakiku terjerembab lubang kecil, aku jatuh, lututku berdarah.
Kucari Mas Gilang di samping. Tidak ada. Kupikir pasti dia masih di ruang kerjanya. Tenggorokanku terasa kering, kucoba bangkit dan melangkah menuju dapur.
Kulirik ruang kerja Mas Gilang sambil lewat. Sunyi tidak terdengar apa-apa. Apakah suamiku ketiduran? Kubuka pintu dengan pelan. Aku heran melihat lampu tidak menyala di dalamnya. Segera ku tekan saklar di dinding dekat pintu. Ke mana dia? Mungkin dia harus keluar menemui pelanggan atau siapa, pikirku.
Tanpa curiga aku melanjutkan langkah. Sebelum sampai ke ruang makan, aku harus melewati kamar pembantu. Saat itu telingaku seperti mendengar suara desahan. Kucoba menajamkan pendengaran. Aku tidak salah dengar. Suara desahan bahkan rintihan kini semakin jelas. Kucari sumber suara itu. Aku mundur beberapa langkah.
Ini suara Harum. Desahan dan rintihan ini berasal dari kamarnya. Kenapa dia? Apakah dia sedang sakit? Kenapa tidak membangunkan aku kalau sakit.
Aku mulai panik. Sebegitu kesakitan kah gadis itu? Ya, Allah, jangan sampai dia kenapa napa. Spontan kudorong pintu kamar.
"Harum ... kamu kena --"
Suaraku terpotong demi melihat pemandangan di dalam.
Aku terduduk lemas, di depan pintu, kupegangi kepalaku yang berdenyut hebat. Bayi dalam perut ikut meronta-ronta.
***
Bersambung
Bab 1 Part 1. Malam Maksiat
27/07/2023
Bab 2 Part 2. Drama Perselingkuhan
27/07/2023
Bab 3 Part 3. Maksiat Di Hotel
27/07/2023
Bab 4 Part 4. Harum Sang Pelakor
27/07/2023
Bab 5 Part 5. Aku Minta Talak
27/07/2023
Bab 6 Part 6. Kau Sentuh Aku Kau Kutendang
27/07/2023
Bab 7 Part 7. Mas Gilang Menolak Pisah
27/07/2023
Bab 8 Part 8. Mengusir Dengan Elegan
27/07/2023
Bab 9 Part 9. Rahasia Terbongkar
27/07/2023
Bab 10 Part 10. Keputusan Mertuaku
27/07/2023
Bab 11 Part 11. Pelakor Dan Ibunya Terusir
27/07/2023
Bab 12 Part 12. Kuminta Pisah, Papa Pingsan
27/07/2023
Bab 13 Part 13. Neraka Ini Bukan Untukku
27/07/2023
Bab 14 Part 14. Siksaan Manis Dimulai
27/07/2023
Bab 15 Part 15. Persiapan Gugatan Pisah
03/08/2023
Bab 16 Part 16. Pacar Baru Untuk Mesin Uang
04/08/2023
Bab 17 Part 17. Rahasia Terbongkar
05/08/2023
Bab 18 Part 18. Pelakor Ngamuk di Rumah Ibu
06/08/2023
Bab 19 Part 19. Pelakor Diamuk Warga
07/08/2023
Bab 20 Part 20. Mas Gilang Berdarah
08/08/2023
Bab 21 Part 21. Tipuan Kubalas Ancaman
09/08/2023
Bab 22 Part 22. Ternyata Harum Hamil
10/08/2023
Bab 23 Part 23. Pernikahan Gagal
11/08/2023
Bab 24 Part 24. Prahara Gagal Nikah
12/08/2023
Bab 25 Part 25. Mertua Mulai Buat Masalah
13/08/2023
Bab 26 Part 25. Mertua Menangis, Suami Meradang
14/08/2023
Bab 27 Part 26. Rencana Busuk Mertuaku
15/08/2023
Bab 28 Part 27. Lepas Dari Sergapan Sang Durjana
16/08/2023
Bab 29 Part 28. Ancaman Mas Gilang
17/08/2023
Bab 30 Part 30. Pertengkaran Dengan Ibu Mertua
18/08/2023
Bab 31 Part 31. Aku Jahat Ya
19/08/2023
Bab 32 Part 32. Harum Tidur Di Ranjang Bekasku
20/08/2023
Bab 33 Part 33. Kudapat Bukti Selingkuh
21/08/2023
Bab 34 Part 34. Suamiku Diambang Kebangkrutan
22/08/2023
Bab 35 Part 35. Mata-mata Main Mata
23/08/2023
Bab 36 Part 36. Persiapan Sidang
24/08/2023
Bab 37 Part 37. Penghianatan Siska Sang Pelakor Baru
25/08/2023
Bab 38 Part 38. Tergugat Melarikan Diri
26/08/2023
Bab 39 Part 39. Sang Durjana Berdarah
27/08/2023
Bab 40 Part 40. Aku Tak Mau Terjerat
28/08/2023
Buku lain oleh Nur Afni
Selebihnya