Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bukan Pembinor!

Bukan Pembinor!

Tara Xavera

5.0
Komentar
436
Penayangan
1
Bab

Kehidupan rumah tangga Bella Ayunda baik-baik saja selama kurang lebih lima tahun ini. Namun semua berubah ketika Arkana, suaminya berada diambang kebangkrutan. Belum lagi tiba-tiba mertuanya mempermasalahkan dirinya yang tidak kunjung hamil. Semua menuduhnya mandul. Di saat terdesak, tanpa sengaja Bella Ayunda bertemu dengan mantan pacarnya sewaktu kuliah, Dilan Mahardika, cinta pertamanya. Dilan menawarkan suatu kesepakatan yang sangat menguntungkan untuk Bella, asal wanita itu mau kembali bersamanya. Maukah Bella menerima penawaran yang sangat menguntungkan itu?

Bab 1 Kolaps

"Arka ... turunkan aku! Kau ini, memangnya aku karung beras apa?" Pekik Bella Ayunda meronta-ronta.

Pria itu tidak menghiraukan rengekan dari sang istri. Arkana terus saja berjalan menuju ranjang. Menurunkan perlahan tubuh Bella ke atas kasur empuk di kamar mereka.

Arkana dengan penuh perasaan menyelimuti Bella. Dikecupnya sedikit lebih lama kening wanita yang ia cintai itu. Lalu ia segera mengambil posisi berbaring di samping istrinya. "Bel, jangan pernah tinggalkan aku apapun yang terjadi!?" Pinta pria itu dengan tulus.

Bella mengerutkan kening mendengar ucapan bernada memohon dari sang suami. "Ada apa? Tidak biasanya kau begini sehabis kita bercinta."

Ya, mereka baru saja menuntaskan hasrat yang tidak pernah luntur walau pernikahan keduanya tidak lagi baru. Sudah sekitar lima tahun lamanya kebersamaan Arkana dan Bella sebagai sepasang suami istri.

"Tidak ada, hanya saja aku merasa melow sekarang." Didekapnya tubuh Bella dari belakang.

Bella tahu, Arkana sedang dalam masalah. Tetapi dia tidak ingin mendesak pria itu untuk bercerita. Suatu saat nanti jika sudah siap, suaminya pasti akan mengatakan sendiri kepadanya.

Jemari Bella tergerak mengusap punggung tangan Arkana yang melingkari perutnya. Wanita itu tersenyum, "Tenanglah, tidak ada yang perlu kau risaukan. Aku selalu di sini bersamamu dan mendukungmu." Setelah berkata demikian, Bella merasakan hembusan nafas panas di belakang lehernya.

Arkana semakin mengeratkan pelukannya, mendekapnya. "Kau yang terbaik Sayang, selalu mengerti perasaanku. Aku merasa sangat beruntung bisa memilikimu."

"Apapun itu, aku yakin kita bisa melaluinya bersama. Tidak perlu memintaku untuk selalu ada di sisimu, Honey. Aku selalu di sini, bersamamu." Bella berbalik, ditatapnya manik hazel milik Arkana. Pria yang selama lima tahun menemaninya dalam suka maupun duka.

Diusapnya dengan lembut rahang tegas suaminya. Pergerakan jemari Bella membuat Arkana memejamkan matanya meresapi usapan sang istri tercinta. "Ceritakanlah jika kau sudah merasa siap. Aku akan menunggu."

Arkana mengangguk seiring degan kelopak matanya yang terbuka, dikecupnya jemari lentik yang sedang bermain dengan wajahnya. "Hmm, pasti. Terima kasih sudah mau mengerti, Sayang."

Bella tersenyum, dia selalu merasa dicintai sedemikian besar oleh pria yang menikahinya lima tahun yang lalu. Di saat dia sedang terpuruk karena kehilangan ayahnya akibat kecelakaan, Arkana hadir di dalam hidupnya yang kelam bagai sosok pangeran berbaju jirah yang memberi warna kembali.

"Sekarang mari kita tidur. Kau pasti lelah setelah bercinta denganku tiga kali malam ini." Senyum nakal menghiasi bibir pria itu, mengingat kembali malam panas yang telah ia lalui bersama wanita cantik yang ada di hadapannya.

"Hmm, kau benar. Aku sangat lelah melayanimu, Sayang. Namun rasanya sangat nikmat." Bella memasang muka kembali menggoda. Meresapi sisa-sisa kenikmatan yang ia rengkuh beberapa menit yang lalu.

"Sudah, jangan menggodaku lagi jika tidak ingin aku gempur sampai pagi." Arkana menaikan selimut yang menutupi tubuhnya dan sang istri hingga batas leher. Mereka masih sama-sama naked, bukan tidak mungkin jika hasratnya kembali bangkit. Tetapi Arkana cukup waras, besok dia harus bekerja membereskan masalah di perusahaan.

"Hmm, good night , Honey." Bella mulai memejamkan matanya, merasakan kantuk.

"Nice dream, My Lady."

******

"Perusahaan sedang kolaps, kau masih bisa bersantai Arka?"

Arka memaksakan diri tersenyum, "Kau pikir aku harus melakukan apa? Menangis guling-guling? Atau mengadu kepada Ayahku?"

"Setidaknya pilihan kedua lebih masuk akal."

"Jika harus memilih, aku lebih baik menangis guling-guling." Ucap Arka mengusap wajahnya gusar. Dia bertanya-tanya dalam hati, apa Vano─sekertaris sekaligus tangan kanannya sudah kehilangan akal sehat? Lima miliar rupiah ? Arka harus mendapatkan uang lima milyar rupiah dalam waktu dua minggu?

"Kau bisa meminta uang dari ayahmu setiap saat," ujar Vano sambil meneliti berkas-berkas di atas meja, seolah kertas-kertas itu adalah benda yang paling menarik di dunia.

Arka tersenyum, "Terima kasih atas masukanmu," katanya sembari berdiri. Meminta pada ayahnya? Tidak akan! Kalaupun Andrew Herlambang bersedia memberikan uang sebesar itu, pasti ada harga yang harus Arka bayar. Dia tahu betul apa yang akan ayahnya pinta. "Saran itu, sampai kapan pun tidak akan aku gunakan."

"Secepatnya carilah solusi! Jika terus begini aku pastikan kau akan gulung tikar dan menjadi gelandangan. Kau masih mempunyai waktu sebelas hari mulai sekarang untuk mendapatkan uang itu, atau kau akan kehilangan semuanya." Ucap Vano mengingatkan, lalu sekertaris yang merangkap sebagai sahabatnya itu berdiri membawa beberapa berkas yang ia teliti tadi.

Vano sangat berbakat meringkas bencana hidup dalam satu kalimat tanpa solusi, pikir Arka.

"Akan aku pikirkan caranya. Kau jangan hanya bisa cerewet dan bantu aku berpikir!" kesal Arka.

Vano tidak menjawab, dia berlalu pergi dan kembali menutup pintu.

Rasa frustasi dan jengkel membuat Arka mempercepat langkah di lorong berlapis karpet berwarna merah itu. Ia keluar di pintu terdekat dan segera menuju mobilnya di tempat parkir. Setelah masuk, ia bersusah payah menahan keinginan untuk membentur-benturkan kepalanya ke setir.

Arka tahu terkadang hal-hal buruk terjadi tanpa bisa diprediksi. Satu hal yang ia benci, ini semua terjadi diakibatkan kesalahannya sendiri.

"Setidaknya aku harus tangguh walau menjadi orang bodoh," gumam Arka.

Arka menggeram, ia menghadapi masalah yang sangat besar dan tak seorang pun bisa ia salahkan kecuali diri sendiri.

Tiga puluh menit kemudian Arka sampai di kota Jakarta. Ini adalah tempat terpadat, kota metropolitan. Ia mengabaikan batas kecepatan rambu lalulintas yang menunjukan kecepatan maksima. Arka melajukan mobil dengan kencang di jalan dua arah itu. Tumpukan masalah hidupnya sedikit bertambah tinggi saat mendengar sirine mobil polisi mengikuti di belakangnya.

Arka menepi dan menurunkan kaca jendela. Ia menunggu sejenak sampai polisi menghampiri mobilnya, lalu melepas kacamata hitam dan menghela nafas.

"Kalau ingin menahanku, bisakah kau memperlakukanku sedikit kasar? Setidaknya aku jadi punya alasan menuntut kepolisian," ucap Arka.

"Sedang ada masalah, Tuan?" tanya polisi tersebut.

"Aku sedang butuh banyak uang," jawab Arka jujur.

"Memangnya kau butuh berapa?"

"Lima milyar rupiah," jawab Arka.

Casandra bersiul. "Waww ... fantastis. Kau kalah lotre? Aku sih punya tabungan, tapi aku rasa itu tidak akan cukup." Polwan cantik itu melirik arloji. "Kau mau membicarakannya? Istirahat makan siang masih tiga puluh menit lagi. Aku bisa menemanimu berkeluh kesah jika kau mau."

Arka mengangguk, "Tentu, aku akan berkeluh kesah terhadapmu selama makan siang. Jangan merengek menyuruh aku berhenti nanti."

"Aku sudah terbiasa mendengar ocehan panjangmu." Suara Cassandra terdengar ringan. "Dan satu hal, jangan ngebut lagi kalau tidak ingin aku tilang."

"Lebih baik ditilang, jika itu bisa membuatku lari dari masalah."

"Kau membuatku kesal, Arkana."

"Oke, sorry. Kita bertemu ditempat biasa." Arka langsung tancap gas, melajukan mobilnya.

Cassandra menggeleng seraya menghembuskan nafas. Arkanya memang tidak pernah berubah.

Polisi wanita itu melangkah memasuki mobil dinasnya. Mengikuti ke mana mobil Arka melaju.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Tara Xavera

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku