Kerap kali dihina dan ditekan dalam keluarga, membuat Karmila bangkit dengan caranya sendiri. Saat ini dia bukan lagi wanita lemah yang hanya bisa menuntut belas kasih dan nafkah dari sang suami. Pun penghinaan ibu mertua serta keluarga iparnya menjadikan pelecut dirinya agar bisa maju dan hidup lebih baik. Suami baik, mertua baik, biar aku saja yang jahat. Akan kubuktikan pada kalian, bahwa aku bisa menjadi wanita sukses dengan jalan yang tak disangka-sangka. Bagaimana perjuangan Karmila yang merajut harapan dan cita demi anak-anaknya dengan memanfaatkan barang-barang bekas, menyulapnya jadi kreasi yang indah dan bernilai jual tinggi. Akankah dia berhasil mencapai semua mimpinya?
"Ini jatah uang bulananmu," ucap Mas Haikal. Dia memberikan 10 lembar uang seratus ribuan padaku. Sebelumnya dia sudah menghitung uangnya lebih dulu.
"Tidak mas, kamu saja yang mengatur uangnya. Seperti yang kamu bilang, aku ini boros, tidak bisa mengatur keuangan, jadi lebih baik kamu saja yang mengatur semuanya, yang penting semua kebutuhanku dan anak-anak terpenuhi," tukasku.
Ya, aku bertekad lebih baik tidak menerima uang suami dari pada terus menerus jadi bahan cacian. Aku percaya Allah akan memberikan rezeki pada kami walau dari jalan yang tak terduga.
Mas Haikal memandangku dengan tatapan heran. "Kenapa? Kamu sudah tidak butuh uang, hah?"
Aku berlalu begitu saja. Malas sekali menanggapi ocehannya. Aku sudah lelah, Mas. Lelah. Berdebat denganmu dengan masalah yang sama, dan aku selalu kalah karena hanya kamu yang punya kuasa.
"Dasar istri belagu! Dikasih uang belanja sok-sokan gak mau! Awas saja kau minta uang ini lagi! Gak bakalan kukasih sepeserpun!" umpatnya lagi.
Aku tersenyum getir.
"Ada apa sih kamu ribut-ribut, Kal? Gara-gara Mila lagi?" Suara ibu terdengar lantang menuduhku.
"Ya iyalah Bu, siapa lagi kalau bukan dia! Dasar istri tidak berguna! Hanya numpang hidup saja belagu."
"Heleeh, istrimu emang begitu Kal, bisanya cuma ngurus anak! Mana tahu dia capeknya cari duit! Kerja juga kagak!"
Aku memilih tak peduli. Sudah sering begitu, telingaku sudah kebal mendengarnya.
Ah kalian tidak tahu saja, kalau aku punya uang sendiri dari hasil ngecraft. Ya, aku membuat beberapa kerajinan tangan dari barang-barang bekas, lalu menitipkannya ke toko-toko besar. Hasilnya selama ini sudah lumayan. Apalagi akhir-akhir ini banyak permintaan dari konsumen, jadi barang yang kutitipkan selalu habis. Meskipun jika tak sengaja kepergok, Mas Haikal selalu mencibirku kalau aku seperti pemulung. Lalu dia akan marah-marah tak jelas.
Hasil konsinyasi itu aku simpan, meskipun terkadang kuambil untuk menambal kebutuhan. Selama ini aku memang belum merambah dunia online, karena waktu produksi ku terbatas hanya siang hari saja saat Mas Haikal ada di kantor. Itupun harus sembunyi-sembunyi di kamar si kecil sembari melihatnya main bersama.
Terkadang juga ibu selalu tiba-tiba datang ke rumah tanpa permisi. Kalau tidak minta uang pada Mas Haikal, dia akan meminta makanan. Membuatku makin tak nyaman kalau ada ibu di rumah.
***
"Mil, buatkan kopi, gulanya dikit saja," ujar Mas Haikal sembari menyesap rokoknya.
Aku hanya meliriknya sekilas, sambil terus berselancar di dunia maya. Ya, aku ingin sekali hasil karyaku dijual secara online. Jadi aku harus belajar dari nol mengenai hal ini.
"Kopi ada tinggal sedikit, paling satu kali seduh lagi tapi gulanya habis mas. Silahkan beli gula ke warung dulu kalau mau ngopi."
"Ck!"
Dia berdecak kesal, lalu bangkit sembari mengambil uang di dompet.
"Tunggu, mas!"
"Apalagi?"
"Sekalian belanja sembako buat sehari-hari."
"Hah? Kenapa gak kamu aja sih yang belanja!"
"Kan sudah kubilang mas, atur sendiri uangmu, yang terpenting kebutuhanku dan anak-anak terpenuhi. Selama ini kamu selalu bilang kalau aku boros."
"Ya iyalah, dikasih uang satu juta tidak cukup!"
"Iya, makanya kamu sendiri yang belanja. Agar tahu seberapa banyak kebutuhan kita."
"Ya sudah, apa aja yang mau dibeli?"
"Sebentar mas, aku catat dulu."
Dengan cekatan, aku langsung menulis kebutuhan pokok kami sekeluarga. Mumpung Mas Haikal yang akan belanja, aku tulis dengan lengkap dari mulai bahan makanan pokok, beras, minyak, dan lain-lain hingga home care, sabun, odol, shampo serta kebutuhan anak-anak susu dan pampers.
Selama ini, aku selalu menutup kekurangannya dengan uangku. Tapi sekarang tidak lagi, aku tak ingin pusing sendirian.
"Sebanyak ini?" tanya Mas Haikal heran. "Jangan-jangan kamu nambah-nambahin dengan kebutuhanmu ya?"
"Apanya yang ditambah-tambah? Baca aja semuanya mas, apa ada kebutuhan pribadiku disitu? Tidak ada kan? Semua kebutuhan keluarga dan anak-anak. Itu baru kebutuhan pokok bulanan mas, belum yang lain belanja sayur dan lauk, tagihan air, tagihan listrik, uang kebersihan serta keamanan kompleks."
"Ck! Harusnya kamu bisa berhemat!"
"Itu sudah yang paling hemat mas, harus dikurangi apalagi? Berasnya? Silahkan kalau kamu gak makan gak apa-apa. Kalau aku dan anak-anak sih sudah terbiasa berpuasa. Kamu saja yang tidak menyadari kalau selama ini kami kekurangan."
Mas Haikal berlalu begitu saja. Sedangkan aku kembali melanjutkan cara belajar jualan dan berbisnis secara online. Untung saja anak-anak sudah tertidur dengan pulas.
Aku memeriksa ke dalam kamar si kembar. Dalam kamar ini ada tiga kardus yang berisi harta karunku, Mas Haikal tak pernah menginjakkan kakinya ke kamar Daffa-Daffi jadi aman. Kardus itu berisi alat dan bahan craftku, kain-kain perca yang kudapatkan dari tukang jahit serta barang rongsokan lain yang kudapatkan dari mengumpulkan sampah sekitar. Lalu alat dan bahan yang kubeli dulu dari sisa uang belanja. Aku membuat beberapa aksesoris seperti bros dari kain perca, kalung, bando, gantungan kunci, hiasan gorden lalu celengan hias dari kardus bekas yang dibentuk menyerupai rumah. Semua kukerjakan sendiri kalau ada waktu luang.
Deru mobil memasuki halaman, tak lama ia membunyikan klakson. Mas Haikal pulang. Sebenarnya belanja dimana dia sampai lama sekali, padahal warung terdekat saja ada.
Aku membukakan pintu saat mendengar bel. Dengan wajah ditekuk masam Mas Haikal berlalu ke dalam, sambil membawa beberapa gembolan di tangannya.
"Tekor, tekor kalau kayak gini!" umpatnya.
"Ada apa, Mas?"
Mas Haikal memberikan nota belanja itu padaku. Tak tanggung-tanggung, ia habiskan sekitar delapan ratus ribu rupiah dalam sekali belanja. Kedua sudut bibirku tertarik ke atas. Emang enak! Makanya jangan sekali-kali menghinaku. Dasar suami pelit.
Ah tidak, kamu kan tidak mau dibilang pelit tapi maunya dibilang suami baik, ibu mertua baik dan biar aku saja yang jahat.
Kuperiksa semua daftar belanjaannya. Lengkap. Sesuai yang kutulis, bahkan ada yang tidak tertulis masuk dalam belanjaan. Apalagi kalau bukan kebutuhannya sendiri.
"Kok bisa sih belanjaannya sebanyak ini?" tukas Mas Haikal kesal.
"Kan sudah kubilang, itu belum semuanya, Mas. Lauk, sayur, bumbu dapur belum kau beli."
"Ckck!"
"Dah capek ngurusin kerjaan di kantor, capek juga di rumah disuruh belanja ini itu. Kamu aja nih yang atur uangnya lagi!"
"Gak mau, Mas. Kamu kan yang bilang sendiri, aku gak becus jadi istri. Tak apa aku tak dikasih uang darimu dari pada terus-menerus dimaki. Yang penting kebutuhan pokok terpenuhi."
Kubawa belanjaan itu ke dapur. Kusimpan pada tempatnya.
"Aku udah capek-capek kerja. Masih harus ngurusin kayak ginian. Kamu yang di rumah aja tinggal okang-okang kaki sambil menikmati uangku!" umpat Mas Haikal kembali. Ia masih belum terima.
"Siapa yang menikmati uangmu, Mas? Yang jelas bukan aku ya! Kamu aja hanya memberiku jatah satu juta! Gimana ceritanya menikmati uangmu?!"
Bab 1 1. Atur sendiri uangmu, Mas!
16/02/2022
Bab 2 2. Suami Pilih Kasih
16/02/2022
Bab 3 3. Bukan Istri Idaman
16/02/2022
Bab 4 4. Dasar Pemulung!
16/02/2022
Bab 5 5. Suami Cerewet
16/02/2022
Bab 6 6. Jangan bakar harta karunku!
16/02/2022
Bab 7 7. Perdebatan Panjang
16/02/2022
Bab 8 8. Makin Pusing
16/02/2022
Bab 9 9. Kok jatah ibu berkurang
16/02/2022
Bab 10 10. Salah Paham
16/02/2022
Bab 11 11. Babak Belur
16/02/2022
Bab 12 12. Semua Hilang
18/02/2022
Bab 13 13. Kabar Buruk Dari Kampung
18/02/2022
Bab 14 14. Nekad
18/02/2022
Bab 15 15. Pertemuan Yang Mengharukan
18/02/2022
Bab 16 16. Dirundung Duka
18/02/2022
Bab 17 17. Kalang Kabut
18/02/2022
Bab 18 18. Pesan dari nomor asing
18/02/2022
Bab 19 19. Menantu vs Mertua
18/02/2022
Bab 20 20. Pulang
18/02/2022
Bab 21 21. Berdebat
18/02/2022
Bab 22 22. Ibu dan ipar julid
18/02/2022
Bab 23 23. Menolak
18/02/2022
Bab 24 24. Shock Terapi
18/02/2022
Bab 25 25. Siasat Licik
18/02/2022
Bab 26 26. Dijebak
18/02/2022
Bab 27 27. Hanya Sandiwara
18/02/2022
Bab 28 28. Dilanda Kebingungan
18/02/2022
Bab 29 29. Pilih Cerai atau Dimadu
18/02/2022
Bab 30 30. Pernikahan
18/02/2022
Bab 31 31. Laki-laki Egois
18/02/2022
Bab 32 32. Pergi
18/02/2022
Bab 33 33. Kabar Mengejutkan
18/02/2022
Bab 34 34. Sidang Perceraian
18/02/2022
Bab 35 35. Bagaikan Bumi dan Langit
18/02/2022
Bab 36 36. Masalah di Kantor
18/02/2022
Bab 37 37. Akibat Ulah Riska
18/02/2022
Bab 38 38. Dirampas
18/02/2022
Bab 39 39. Kemana Perginya Si Kembar
29/03/2022
Bab 40 40. Tuduhan Yang Berarti
29/03/2022
Buku lain oleh TrianaR
Selebihnya