Budak ranjang tuan muda
Penulis:Elputri
GenreRomantis
Budak ranjang tuan muda
Albert mengecup kening Renata lama kemudian memeluk wanitanya tersebut.
"Ayo berangkat," ajak Albert.
Sepanjang perjalan Albert terus mendekap Renata, dia tidak membiarkan Renata jauh darinya.
"Apa anda mulai tertarik dengan nona Renata tuan?" batin Gibran.
Gibran nampak senang namun dia juga sedih karena sebenarnya Albert telah memiliki Tunangan, Albert dan Vera dijodohkan sejak kecil. Vera sangat mencintai Albert namun tidak dengan Albert, bagi Albert Vera seperti adiknya.
Dari kecil semuanya telah diatur oleh keluarganya, mama dan papa Albert tinggal di negara united kingdom, negara maju di belahan bumi Eropa.
Namun Albert memilih hidup sendiri di negaranya, dia malas untuk hidup bersama keluarganya, dia ingin bebas seperti burung tanpa ada aturan ini itu yang mengikat.
Berbeda dengan Renata, orang tua Renata sangat menyayangi anaknya meski Renata adalah anak dari majikannya terdahulu.
Orang tua Renata merawat Renata dengan penuh kasih sayang sesuai janji mereka pada mendiang orang tua Renata.
*************
"Tuan Albert, sapa Renata saat masuk ruangan rektor.
"Tunjukkan mana kebun kamu," titah Albert.
"Mari Tuan." Renata mengajak Albert untuk melihat kebunnya.
Sepanjang mata memandang tanah kosong kampus diubah menjadi lahan perkebunan, banyak sekali yang ditanam mulai tomat, cabai, sayur mayur dan lain lain lagi.
"Kami sengaja menanam banyak cabai karena harga cabai yang meroket tembus seratus ribu perkilo, lalu bawang merah yang juga meroket," jelas Renata.
Albert terkesima dengan penjelasan Renata, tak sangka Renata sungguh jeli akan hal itu.
"Dan rencannya sih, uang dari anda akan kami buka lahan lagi dengan full tanam cabai dan bawang merah," kata Renata.
Albert mengangguk.
"Jika kurang aku bisa tambah lagi," kata Albert.
"Nggak usah tuan, lagipula kami buka lahan juga nggak luas, mengingat umur bawang menuju panen kalau terlalu banyak yang ditanam takutnya setelah panen nanti harga bawang merah turun," jelas Renata.
"Terserah kamu Renata," sahut Albert.
Pemikiran Renata membuat Albert kagum, Renata sudah memikirkan semuanya secara jeli dan terperinci.
"Rencannya kami juga akan datang ke wilayah sekitar sini untuk memberikan penyuluhan pada masyarakat, pentingnya memanfaatkan lahan kosong mereka dengan bercocok tanam jadi untuk menghadapi situasi seperti ini masyarakat nggak bingung karena mereka punya hasil tanam sendiri yang mana lebih sehat karena bebas pestisida," kata Renata.
Lagi-lagi penjelasan Renata membuat Albert semakin kagum, mahasiswa pertanian semester empat memiliki ide yang brilian.
"Kenapa kamu nggak ambil jurusan bisnis dan manajemen, otak kamu encer sekali," kata Albert.
"Dari kecil saya ingin menjadi seorang petani sukses tuan, dengan menyilangkan tumbuhan sehingga akan menghasilkan jenis baru," sahut Renata.
"Semoga apa yang kamu cita-citakan tercapai," kata Albert.
"Terima kasih Tuan," sahut Albert.
"Sebenarnya cita-cita saya itu simpel, ingin menjadi petani sukses dan memiliki gubug yang mana depan samping belakang saya tanami banyak bunga, sayur dan buah serta pohon rindang, apalagi hidup dengan pangeran saya, duh bahagianya aku tuan," timpal Renata.
Albert tersenyum melihat wajah Renata, tak disangka sesimpel itu hidupnya berbeda dengan Albert yang ingin menggenggam dunia, persaingan bisnis terkadang membuat dia dituntut kejam dan membuang rasa iba.
Albert memeluk Renata dengan erat.
"Aku kagum padamu," bisik Albert.
"Kagumnya gratis kan tuan, aku nggak dihukum karena memunculkan rasa kagum anda kan?" tanya Renata
Albert hanya tertawa, sungguh budak ranjangnya kali ini begitu membuatnya nano nano.
"Tuan lepas, takut kalau ada yang lihat," pinta Renata.
Albert pun segera melepas pelukannya meski dia ingin lebih lama memeluk sang wanitanya.
"Kamu pulang jam berapa?" tanya Albert.
"Mungkin lebih cepat, kenapa?" tanya Renata balik.
"Kan kamu sudah dapat sponsor, aku traktir ya," goda Albert.
Renata membolakan matanya bisa bisanya Albert minta traktir.
"Nggak mau?" tanya Albert.
"Mau kok tapi terserah aku mau traktir apa dan dimana," jawab Renata.
"Ok," sahut Renata.
"Janji?" tanya Renata dengan menaikkan jari kelingkingnya.
"Apa ini?" tanya Albert yang bingung.
"Ini janji kelingking tuan, jika anda telah berjanji kelingking anda harus menepatinya," jawab Renata.
"Baiklah," sahut Albert dengan membalas janji kelingking Renata.
Albert yang gemas memeluk Renata lagi.
"Eh Tuan setelah mentraktir anda bolehkan saya ijin pulang? saya janji besok pagi akan segera kembali," kata Renata.
Albert menggeleng.
"Ayolah tuan, saya sangat rindu orang tua saya," bujuk Renata.
"Baiklah, tapi janji besok pagi sebelum aku bangun kamu harus sudah di samping aku," ucap Albert.
"Baiklah Tuan, saya janji," sahut Renata lalu mencium pipi Albert.
Renata sangat bahagia saat ini, dia melihat sesosok Albert yang lain, tidak seperti Albert yang biasanya.
***********
"Kenapa kita makan di sini?" protes Albert.
"Tadi sudah janji kelingking loh Tuan," sahut Renata dengan tersenyum licik.
"Astaga siapa tau kalau mau diajak ke tempat seperti ini," timpal Albert.
Renata memesan dua porsi bakso beranak tak lupa es tehnya. Inilah kali pertama Albert malam di tempat sederhana sejak kecil restoran mewah selalu menjadi option dia untuk makan.
"Makanan apa ini?" tanya Albert.
"Bakso tuan," jawab Renata.
"Udah tau tapi ini ada apanya?" tanya Albert lagi.
"Tetelan tuan," jawab Renata.
Albert menghela nafas, dia mengoceh sendiri enggan memakan bakso tetelan yang dipesan oleh Renata.
Renata yang kesal memasukkan tetelan ke mulut Albert saat mengoceh.
"Tuh makan dulu," kata Renata.
Perlahan Albert mengunyah makananya dan dia pun membolakan matanya.
"Enak kan?" tanya Renata
"Mangkanya dimakan dulu baru protes," imbuh Renata.
Albert mendekatkan mangkuk yang tadi dijauhkannya, Renata meracikkan saos, kecap dan sambel untuk Albert.
"Silahkan dinikmati tuan," kata Renata.
Albert makan dengan lahap bahkan dia ingin menambah lagi.
"Aku nambah ya," bisiknya.
Aku hanya tertawa melihatnya tadi sok sok an nggak mau namun kini dia minta nambah.
Sejam kemudian mereka selesai makan, Albert nampak kekenyangan karena makan dua porsi basko tetelan beranak.
"Tak aku sangka restoran sederhana seperti ini makanannya enak sekali," kata Albert.
"Berapa harganya?" tanya Albert yang penasaran.
"Per porsinya 25.000 tuan, es tehnya lima ribu," jawab Renata.
"What! apa apaan penjualnya," teriak Albert yang membuat Renata kaget.
"Mahal ya tuan, tapi rasanya memang enak," sahut Renata.
"Seharusnya seporsi tuh 250.000 ribu, apa dia nggak rugi jual bakso segitu enaknya hanya 25.000," timpal Albert.
Renata tertawa dia kira Albert menganggap bakso beranak yang mereka beli kemahalan la kok katanya kemurahan.
"kalau dijual dengan harga segitu nggak akan ada yang beli tuan," kata Renata dengan tersenyum.
Renata menatap tuanya, dia gemas sekali dengan Albert.
"Kenapa kamu melihat aku seperti itu, ada yang aneh?" Tanya Albert.
"Nggak kok," jawab Renata.
"Ayo pulang tuan, saya harus pulang," ajak Renata kemudian.
Albert mengangguk malas, dia sebenarnya berat mengijinkan Renata untuk pulang tapi Renata juga rindu dengan kedua orangtuanya.
"Awas kalau aku bangun kamu tidak di samping aku Renata," ancam Albert.