Gairah Liar Sang CEO
Penulis:AR_Merry
GenreRomantis
Gairah Liar Sang CEO
Derap langkah tegas menggema, terdengar begitu pasti dan mengintimidasi. Tatapan mata setajam elang yang siap mencabik-cabik mangsa, membuat orang di sekitar seketika menunduk. Memberikan penghormatan sebagaimana mestinya.
Pria bersetelan jas formal itu acuh dan terus melangkah lurus menuju lift, yang akan membawanya naik ke lantai atas. Tepatnya ruangan Direktur Utama.
Tuan Rafael, begitu orang-orang luar memanggilnya. Sikapnya yang tegas, kejam, dan tak pernah memberi kesempatan kedua adalah hal yang paling menakutkan bagi para saingan bisnis dan membuat semua karyawan tunduk pada perintahnya.
Tak banyak yang bisa menyaingi ketenaran seorang Rafael di dunia bisnis. Dan tak banyak pula para pengusaha yang bisa berinvestasi di perusahaannya.
Memiliki brand dengan produk yang selalu mengguncang pasaran, menjadikan para pesaing Rafael gugur satu per satu hanya dalam waktu singkat. Dan bisa dipastikan siapa pun yang berani membangkang, kematian adalah akibatnya.
Maka dari itu, tidak ada satu pun yang berani mengusik ketenangan Rafael.
Disambut oleh sang asisten dan dua sekretaris yang berjenis kelamin laki-laki, Rafael berjalan tanpa melirik ke arah mereka.
“Selamat pagi, Tuan,” ucap mereka bersamaan.
“Hm. Masuk ke ruanganku, Fras!” Rafael terus melangkah masuk ke dalam ruangan Direktur Utama.
“Baik, Tuan.”
Ruangan yang berada di lantai tertinggi, dengan desain dinding kaca yang membentang, membuat Rafael bisa menikmati pemandangan di luar tatkala ia jenuh.
Namun, hal itu jelas bukan menjadi kebiasaan pria kejam yang terkenal memiliki hati sedingin es batu.
Pria itu akan lebih memilih menghabiskan waktunya dengan wanita malam ketimbang melakukan hal yang tak berguna.
“Silakan Tuan.” Fras meletakkan setumpuk dokumen di atas meja Rafael. “Semua dokumen yang Anda minta kemarin.”
“Bagaimana perkembangan peluncuran produk baru lusa nanti?”
“Semua sudah siap, Tuan. Untuk model yang akan mempromosikan produk ini pun sudah sesuai standar perusahaan,” jawab Fras singkat. Bertahun-tahun bekerja dengan Rafael sudah menjadi hal yang Fras ingat untuk tidak menyampaikan informasi yang bertele-tele.
“Bagus. Aku percayakan semua padamu.” Rafael melirik ke arah Fras yang masih berdiri di hadapannya. “Jangan sampai membuat kesalahan!” imbuhnya dengan penuh ketegasan.
“Saya mengerti, Tuan. Kalau tidak ada lagi yang Anda perlukan, saya mohon undur diri,” pamitnya.
Dengan gerakan satu tangan Rafael memberikan isyarat pada sang asisten.
Lelaki dengan mata tajam itu mulai membuka dokumen di mejanya dan menelaah satu per satu, sebelum membubuhkan tanda tangan dan stempel perusahaan.
Namun, tiba-tiba saja ia teringat dengan sepasang bola mata bening yang menatapnya sayu tadi pagi. Ditambah rintihan kesakitan yang terngiang di telinganya.
Dua hal itu cukup membuat konsentrasinya terganggu untuk beberapa saat.
“Sial!” umpatnya seraya membanting dokumen ke lantai.
*
Aroma maskulin menyeruak masuk tanpa permisi, mengusik ke dalam lubang hidung gadis yang terbaring lemah di atas ranjang. Perlahan kedua bola mata bening itu mengerjap. Menyesuaikan cahaya yang berasal dari lampu di langit- langit ruangan tersebut.
Sesaat setelah menyempurnakan pandangan matanya, gadis itu bangun seketika dengan napas terengah-engah. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dada dan menyusuri ruangan di mana dirinya berada saat ini.
“Astaga! Di mana aku? Ini bukan aku kembali pada pria brengsek itu bukan?” gumamnya dalam hati.
Tapi, tunggu dulu! Ini bukan seperti kamar hotel. Ini lebih mirip sebuah kamar. Lebih tepatnya kamar seorang laki-laki.
Deg
Gadis yang tak lain adalah Vanessa itu membulatkan matanya tatkala menangkap foto laki-laki yang ada di nakas dan dinding ruangan itu.
Dadanya berdetak kencang ketika satu ketakutan kembali merasuki dirinya. Apakah ia akan berakhir seperti semalam?
Dengan cepat ia menggelengkan kepalanya. Ia beringsut turun sambil menahan rasa sakit yang mendera seluruh tubuhnya.
“Ssshh.” Vanessa merasakan sakit yang luar biasa saat menginjakkan kakinya ke lantai. Rasa sakit itu menyerang area femininnya dengan cepat dan menjalar ke seluruh tulang-tulang di dalam tubuhnya.
Astaga! Cobaan apalagi ini?
Vanessa mencoba bertahan. Menghimpun semua pertahanan dirinya untuk bangkit perlahan. Namun, karena kedua kakinya terlalu lemah untuk menopang berat badannya, ia terjatuh ke lantai.
Bersamaan itu, seorang laki-laki muda masuk membawa nampan. Laki-laki itu langsung menghampiri Vanessa setelah meletakkan nampan itu di nakas.
“Hei! Kau masih terlalu lemah untuk turun dari tempat tidur,” ucap lelaki itu panik. Ia menyentuh lengan Vanessa, tapi langsung mendapat tepisan dari gadis itu.
“Jangan menyentuhku!” Vanessa kembali menyilangkan tangan ke depan dadanya. Bahkan ia menatap waspada pada lelaki di hadapannya ini.
“Ck. Jangan takut, Nona! Aku hanya ingin menolongmu. Bukan untuk melakukan hal kotor seperti yang ada di pikiranmu itu.”
Vanessa menyipitkan mata. Kembali waspada ketika lelaki itu berjongkok di hadapannya.
“Aku Rio.” Ia mengulurkan tangannya ke arah Vanessa diikuti senyum kecil yang tersungging di bibirnya.
Tak langsung menyambut, Vanessa menatap bergantian pada tangan dan wajah lelaki itu secara bergantian. Ia ingin meyakinkan bahwa Rio bukan lelaki berbahaya.
“Ck. Wajahku memang tampan. Kau tidak perlu terpesona sampai bengong seperti itu,” gerutu Rio dengan percaya diri dan masih belum menarik tangannya.
Vanessa masih diam. Ia masih bertarung dengan pikiran di benaknya. Kedua bola matanya berputar gelisah, menyadari di mana posisinya saat ini.
Berada di ruangan yang lebih mirip dengan kamar bersama lelaki asing tentu saja menimbulkan pergolakan yang luar biasa. Apalagi ia baru saja mendapat perlakuan brutal dari seorang lelaki brengsek. Yang tidak Vanessa kenal.
“Percayalah padaku! Tidak ada penjahat setampan dan semanis diriku, Nona Cantik.” Ia mengucapkan dengan gemas dan lucu saat ia menyadari ada yang tidak beres.
Tetap saja, kata-kata lembut dan lucu itu tidak masuk dengan benar ke telinga Vanessa. Yang terjadi gadis itu semakin ketakutan.
“Pergi!” seru Vanessa dengan nada meninggi. Butiran- butiran kristal mulai mengumpul di kedua sudut matanya. Bersiap akan tumpah dalam waktu dekat. Tapi gadis itu menahan. Ia tak ingin terlihat lemah di hadapan orang lain.
“Hei!” Rio tanpa sengaja mencekal lengan Vanessa dan membuat gadis itu refleks memukulnya dengan membabi buta.
“PERGI KAU LAKI-LAKI BAJINGAN!” pekik Vanessa dan mendaratkan tangannya memukul Rio dengan sisa-sia tenaga yang ia miliki.
“Hei, hei, hei! Dengarkan aku!” Dengan sigap Rio menangkap kedua tangan Vanessa dan menenangkan gadis itu. “Aku bukan laki-laki itu! Lihat dengan benar!”
Vanessa menengadah. Memandang wajah lelaki yang berada di hadapannya itu. Wajah yang berbeda dari lelaki semalam.
“See! Kau bisa lihat jika kita tidak pernah bertemu sebelumnya, right!” ucap Rio dengan senyum kecil yang meneduhkan.
Mengerjapkan matanya berulang, Vanessa melemas. Napasnya memburu ditambah bulir-bulir keringat menetes di beberapa bagian tubuhnya.
“Aku tadi menemukanmu pingsan di lift hotel,” ucap Rio yang melihat gadis itu tak memberontak lagi.
Melirik ke kanan kiri, Vanessa merasa kembali ketakutan. Tubuhnya gemetaran dan bibirnya terasa kaku. “A-aku di mana?” tanyanya susah payah.
“Kau di unit apartemenku.”
“A-apartemen?”
Lelaki itu mengangguk.
Tubuh Vanessa menegang dengan tatapan kosong.
.
.
.
Bersambung ...
.
.
.
Jangan lupa memberikan komentar setelah membaca tiap bab ya, Kak.
Komentar kalian itu bisa jadi mood booster buat aku bisa lanjutin setiap cerita yang kutulis.
Cerita ini Eksklusif di Bakisah, Ceriaca, dan Pobaca.
Selamat membaca. Semoga kalian menyukai cerita yang penuh dengan emosi dan gairah membara.