Gairah dalam diri Rafael masih berkobar. Padahal ia baru saja mendapat pelepasan.

“Sial! Bagaimana hal ini bisa terjadi?” Lelaki itu mengumpat kasar. Rahangnya mengeras hingga memperlihatkan urat di sekitar lehernya.

Beginilah keadaan Rafael jika berada di puncak hasrat yang belum sepenuhnya terselesaikan. Ia akan tersiksa dan bisa saja menerjang siapa pun, meski itu adalah pelayannya. Namun, entah kenapa malam ini terasa berbeda. Bahkan wanita malam pun tak ada yang mampu menarik perhatiannya.

Suara ponsel yang tiba-tiba berdering kencang mengalihkan atensi lelaki itu dari fantasi liarnya.

“Halo?”

Rafael masih diam mengatur napasnya yang menderu. Ia memejamkan mata seraya memijit pangkal hidungnya, hingga satu suara kembali menggema.

“Halo? Benar ini dengan Tuan Rafael?”

“Ya. Ini aku.”

“Ada yang perlu saya bicarakan dengan Anda, tapi ....”

Terdengar nada yakin yang Rafael tangkap pada suara di seberang sana. Penasaran, ia menjauhkan ponselnya dan menatap sederet nomor ponsel baru.

“Kita harus bertemu untuk membahas masalah ini, Tuan.”

Dahi Rafael mengernyit. “Masalah?”

“Ehm, lebih baik kita bertemu besok, Tuan. Lebih cepat lebih baik.”