Hera sudah hampir bunuh diri karena lelah dengan semua masalah hidupnya, kalau saja tidak ada dua orang pria menyeretnya pergi dari jembatan, lalu dibawa ke sebuah rumah mewah yang entah milik siapa. Hera didorong ke lantai saat tiba di rumah mewah itu, membuatnya jatuh tersungkur tepat di kaki seseorang yang berbalut sepatu pantofel yang terlihat begitu mengkilap.
Hera mendongakkan kepalanya, lalu ia melihat seorang pria yang duduk di sebuah sofa tunggal berwarna coklat tua. Pria itu memakai setelan jas rapi yang terlihat mahal, tangan kirinya memegang gelas berisi minuman, sementara tangan kanannya tampak menjempit rokok yang kini dia hisap, lalu asapnya disemburkan ke udara. Rumah siapa ini? Dan siapa pria itu? Hera pun bertanya-tanya.
Hera ingin bangkit, tapi kedua pria yang menahannya tidak membiarkan hal itu terjadi. Pada akhirnya, Hera berlutut di lantai dan berhadapan dengan seorang pria yang tatapan matanya terlihat menakutkan.
"Siapa kau? Apa kita saling mengenal? Kenapa aku dibawa ke tempat ini secara paksa?" Hera akhirnya bertanya.
Pria ini meletakan minuman dan juga rokoknya, lalu hanya terfokus pada Hera. Inilah Max, seorang pria berusia 30 tahun yang sejak remaja telah mulai terjun ke dalam lubang bisnis ilegal. Apapun Max lakukan demi mendapatkan uang dan ia memiliki beberapa bisnis utama yang membuatnya bisa hidup di rumah mewah seperti sekarang, seperti prostitusi, tempat perjudian, dan Max juga termasuk ke dalam daftar seorang lintah darat yang kejam. Jika Hera dibawa ke tempat ini, maka tentu ada alasannya, dan itu terkait dengan salah satu bisnis milik Max.
"Hera, berusia 20 tahun, tinggi 165 cm, lulusan SMA Seung Yi, bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan, pernah menjadi korban bully, memiliki hobi melukis, tidak bisa makan makanan pedas, dan membenci serangga. Itu benar kau, kan? Sebenarnya, masih ada yang lain, tapi aku malas menyebutnya." Max menatap lekat Hera yang masih berlutut di depannya dan kedua tangan Hera dipegang oleh anak buahnya.
Hera terkejut mendengar ucapan pria di hadapannya. Pria itu tahu begitu banyak tentang dirinya, tapi ia bahkan tidak mengenal siapa pria itu. Apa yang sebenarnya terjadi saat ini?
"Kau terkejut? Tidak apa-apa, itu adalah reaksi normal saat dijadikan jaminan," ucap Max lagi.
"Apa? Jaminan?" Hera menjadi lebih terkejut sekarang.
"Ya, kau menjadi jaminan atas utang ibumu yang senilai 100 juta Won (Rp. 1,168 Miliar). Ibumu tidak mampu membayar tepat waktu, jadi kau dijadikan jaminan. Jika ibumu tidak bisa membayar utang sampai batas waktu yang aku tentukan, maka aku terpaksa harus menjualmu sebagai ganti uang itu. Jika kau cukup sehat, maka organmu bisa aku jadikan uang, tapi kau terlihat cukup cantik, jadi bisa aku jadikan pelacur. Aku tidak akan rugi." Max terlihat tersenyum, lalu kembali menghisap rokoknya.
Hera tahu kebiasaan ibunya yang suka berjudi dan minum-minum bahkan sampai menjual rumah peninggalan mendiang ayahnya, lalu tinggal di rumah sewaan yang begitu kecil, tapi tidak menduga kalau ibunya memiliki utang sebesar itu. Lalu, sekarang, ia harus menjadi jaminan?
"Itu tidak mungkin. Kau pasti berbohong!" namun, Hera tidak akan percaya begitu saja.
"Ibumu tahu tentang hal ini. Akan aku tunjukkan padamu." Max mengeluarkan ponselnya, lalu menelepon seorang wanita bernama Mina yang merupakan ibu dari Hera.
"Putrimu ingin bicara," ucap Max setelah terhubung dengan Mina, lalu ia membawa ponselnya tepat di hadapan Hera dengan suara yang telah diperbesar.
"Hera, maafkan ibu. Ibu berjanji akan mencari untuk membayar utang itu, jadi kau bisa bebas. Kau bisa menunggu, kan?" suara Mina terdengar dan membuat air mata Hera seketika tumpah.
"Kenapa Ibu melakukan ini padaku? Kenapa aku harus menanggung semua ini?!" Hera berteriak.
"Maafkan ibu. Ibu ..." kalimat Mina tidak selesai karena Max yang sudah memutuskan sambungan telepon.
/0/16963/coverorgin.jpg?v=3cc2c4d6dad4259d9d3afbf19dd53b32&imageMogr2/format/webp)
/0/8621/coverorgin.jpg?v=ccdb2d6e7422899231639ff291a569ee&imageMogr2/format/webp)
/0/21477/coverorgin.jpg?v=bc6b5d7aebe315dec6dbf2fe414b2fc7&imageMogr2/format/webp)
/0/3507/coverorgin.jpg?v=ccff91d442d7c1e242a605f070cdb15a&imageMogr2/format/webp)
/0/6515/coverorgin.jpg?v=0848a5c7b57edd793ac0fef42ebfe61e&imageMogr2/format/webp)
/0/20687/coverorgin.jpg?v=cd1175ed73971d72d14a9d65cc1c01ff&imageMogr2/format/webp)
/0/28636/coverorgin.jpg?v=20251106165850&imageMogr2/format/webp)
/0/29581/coverorgin.jpg?v=cef77ef63ec72ae6bb83987cf0e7c459&imageMogr2/format/webp)
/0/4255/coverorgin.jpg?v=d6865889fd38bc0b03be21f4feff243b&imageMogr2/format/webp)
/0/10592/coverorgin.jpg?v=0893ac17885e413ccdd7cacd9d5cddaf&imageMogr2/format/webp)
/0/17221/coverorgin.jpg?v=b9ad6680c7d9af69bd74c67906ede212&imageMogr2/format/webp)
/0/14716/coverorgin.jpg?v=cba4b48322f0a2eef4d918fbf55885ae&imageMogr2/format/webp)
/0/12790/coverorgin.jpg?v=88b5588692e190dcd05549a1b03750fe&imageMogr2/format/webp)
/0/4508/coverorgin.jpg?v=3f1d61d85694c58aa544c0c81f79d567&imageMogr2/format/webp)
/0/7966/coverorgin.jpg?v=3b03f6cba1a16a2dffd7c69b5b9bf4a6&imageMogr2/format/webp)
/0/3017/coverorgin.jpg?v=8138d9ac22c664cafb2df6a655de06b5&imageMogr2/format/webp)
/0/4260/coverorgin.jpg?v=576fc7faa6fb29ab90702c7a1f661be3&imageMogr2/format/webp)
/0/21232/coverorgin.jpg?v=6140b1f88a61e38796028c11b852018c&imageMogr2/format/webp)
/0/2978/coverorgin.jpg?v=c19a7ba9c7837074dbd7c16855abe86e&imageMogr2/format/webp)
/0/2170/coverorgin.jpg?v=2158f4c7583e99d746e1ea0ca0f0009e&imageMogr2/format/webp)