Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
MOLLY, She Will Be Love

MOLLY, She Will Be Love

Rianievy

5.0
Komentar
3.5K
Penayangan
40
Bab

Molly, seorang mahasiswi yang begitu merasa bosan karena tidak ada hal menatang dihidupnya sehingga semua monoton, juga karena kakak perempuannya yang bawel luar biasa untuk mengingatkan ini itu ke Molly. Bagaimana, Jika ada ide gila ia lakukan sebelum lulus kuliah. Menggebet dosen muda di kampusnya. Namun, rencana itu tak berjalan lancar karena Molly justru terjebak dengan dua pria yang bersaing mendapatkannya. Dan, siapa pemenang hati Molly, karena segala hal tentang dirinya membuat kedua pria tersebut terpikat.

Bab 1 Sasaran ditemukan

Semasa hidupnya, gadis bernama Molly ini selalu diatur oleh kakak perempuannya yang dipercayakan sebagai wali tunggal yang ia punya. Ke mana kedua orang tuanya? Mereka ada, tapi sibuk, urusan duniawi lebih mereka pikirkan dari pada hidup dan hati kedua anaknya. Walau semua fasilitas lengkap dan hampir tak kekurangan. Kedua orang tua mereka tidak memikirkan hati dan perasaan anak-anaknya.

Kedua kakak beradik ini tak ambil pusing, mereka saling melengkapi, walau, tetap sang kakak, Kimmy, menjadi pengatur segalanya. Apalagi sekarang Kimmy sudah menjadi istri seorang pengusaha muda dan memiliki dua anak. Luar biasa bawel.

"Kalau Mama sama Papa nggak bikin kita bahagia,kita cari kebahagiaan sendiri Molly, dengan tetap menghormati mereka yang menghadirkan kita ke dunia ini." Kalimat itu selalu menggema. Ceramah akan ada disetiap waktu saat mereka bertemu, baik di dapur rumah saat Molly sarapan dan bersiap berangkat ke kampus atau sekedar saat menonton acara TV bersama.

"Dan gue nggak akan biarkan anak-anak gue ataupun lo, merasakan hal yang sama kayak kita." Centong sayur mengarah ke wajah Molly yang menatap takut karena benda itu diangkat dari dalam panci berisi kuah sup buntut yang mengebul.

"Santai nyonya ..., gue nggak mau muka glowing gue lecet melepuh kena centong yang lo pegang, ya," ucap Molly sambil memundurkan badan. Kimmy terkekeh. Ia lalu melanjutkan memasak.

Jadi istri pengusaha tak menghambat Kimmy menjadi Ibu rumah tangga pada umumnya. Urusan masak dan memenuhi perut para warga di rumah mereka yang luas, itu tanggung jawab dia. Urusan lain biar para bedinde alias pekerja rumah tangga yang berjumlah tiga orang, mengerjakan tugas dengan jobdesk masing-masing.

"Kak, gue lagi siapin skripsi, baru judul sama draft, sih, tapi gue jenuh, nih," keluh Molly sambil mengaduk-ngaduk teh melati yang ia seduh tadi.

"Jenuh kenapa?" tanya Kimmy sambil mengiris beberapa jeruk nipis sebagai pelengkap.

"Pengin sesuatu yang beda. Gue punya daftar yang harus gue lakuin sebelum gue lulus kuliah."

"Berapa banyak yang lo pengin? Kalo nggak bikin duit gue atau duit Kakak ipar lo tiris, jalanin, lah!" sahut Kimmy sambil sesekali menoleh ke Molly.

"Yakin?"

"Iya. Emang apa, sih, daftarnya? Coba sebutin ke gue," tantang Kimmy.

"Okeh. Bentar, gue tarik napas dulu." Molly melirik ke Kimmy yang masih memotong-motong bahan pelengkap lainnya untuk masakannya.

"Move On dari gebetan tukang PHP, gebet dosen, nggak ketemu Mantan, gabung di organisasi kampus, jadi Most wanted mahasiswi sekampus, dan--" ucapan Molly terhenti karena sanggahan Kimmy.

Dengan pisau di tangan kanannya ia berbicara dengan Molly. "Gabung organinasi apaan lo, udah semester tujuh? Telat. Ganti yang lain atau coret." Kimmy kembali menatap talenan dihadapannya. Molly manyun-manyun sebal.

"Yaudah, diganti, jadi ... nggak diatur-atur Kak Kimmy. Gimana? Keren 'kan?"

Keheningan terjadi. Hanya suara mendidih air kuah sup yang terdengar. Molly melirik takut ke Kimmy.

"Gitu, Mol ...," ucap Kimmy pelan dan dalam sambil berbalik badan ia menatap tajam ke Molly. Gadis itu loncat dari kursi dan berlari menuju ke kakak iparnya yang sudah bersiap dengan pakaian kantor.

"Molly!" teriak Kimmy sambil berjalan mengejar Molly yang bersembunyi di balik tubuh kakak iparnya.

"Heh ... heh ... heh! Pisau itu, turunin sayang," protes suami Kimmy.

"Itu, adek ipar kamu kurang aseemmm, dia bikin list isinya gak mau diatur aku lagi. Apa itu, hah!" Kimmy melotot. Molly mengintip dari balik tubuh kakak iparnya.

"So-rry, Kak," ucap Molly terbata.

"Lo pikir gue mau atur hidup lo terus. Gue bakal berhenti kalo lo nikah Molly! Sama cowok yang baik dan tahu pentingnya arti keluarga!" Kimmy mencak-mencak.

"Iya ... iya, sorry Kak," ucap Molly lagi.

"Udah ya, Mol, nurut Kakak, dan kamu sayang..., istriku cantik, istri budiman, istri baik, istri penyayang, taruh pisaunya ya cantik, aduhhh ..., aku serem lho lihatnya," suami Kimmy itu berjalan menghampiri dan merangkul bahu istrinya ke arah dapur. Molly merasa lega. Kakak iparnya itu selalu bisa menenangkan Kimmy jika sedang bertengkar.

"Awas ya Molly," omel Kimmy. Molly manggut-manggut.

Bahkan untuk jam malam pun, Kimmy sangat disiplin. Jam sembilan malam jika Molly belum pulang, Kimmy akan terus meneror dengan telfon bertubi-tubi. Namun Molly sadar, jika tak ada kakaknya. Ia tak akan bisa menjadi mandiri seperti sekarang dan Kimmy, selalu menjadi tameng untuknya.

***

"Mol," panggil kakak iparnya saat mereka sampai di Kampus. Ia menyerahkan beberapa lembar uang seratus ribuan ketangan Molly.

"Buat pegangan, nanti bulanannya Kakak transfer ke rekening," ucap kakak iparnya itu sambil kembali memasukan dompet ke saku celananya.

"Kebanyakan Kak, gue bisa-bisa jadi juragan kantin kampus." Molly mengembalikan beberapa lembar dan hanya mengambil tiga lembar uang berwarna merah itu.

"Pegang aja. Takut lo mau sedekahin," sambung Banyu yang berhasil membuat Molly terkekeh.

"Kalo itu, sih, gampang. Gue bikin pakai proposal lengkap ke elo, udah ah, gue turun. Nanti gue dibilang pagi-pagi pulang ngelonte langsung ngampus sama orang-orang di sini, bye Kak/" Molly mencium tangan kakak iparnya itu dan turun dari mobil. Kakak iparnya hanya geleng-geleng kepala lalu mengarahkan mobil ke kantor. Kakak iparnya sangat baik. Bahkan keluarga besarnya menerima Kimmy dan dirinya dengan tangan terbuka. Tak melihat kekurangan keluarga mereka yang tak harmonis dengan kedua orang tuanya.

Molly berjalan menuju ke dalam kampus,ia sebenarnya tak se-terkenal mahasiswi yang memang super fantastis jika di kampus,tapi sekarang itu menjadi tujuannya sebelum lulus kuliah. Sambil berjalan santai, ia tersenyum ke beberapa orang yang ia kenal. Menyapanya dengan aura berbeda. Kelakuannya itu membuat Anin, teman sejawatnya bingung. Ia menghampiri.

"Kenapa lo?" celetuk Anin sambil memegang kening Molly.

"Nanti gue ceritain. Udah cantik belum gue hari ini?" tanya Molly sambil berdiri di hadapan Anin. Anin mengangguk.

"Skin carenya ngefek di elo, tapi di gue enggak, nih." Anin menepuk-nepuk wajahnya.

"Tapi lo udah hak milik most wanted kampus, nah gue?" ucap Molly sambil melirik sebal.

Anin terbahak-bahak. "Makanya kalo gue comblangin mau Mol, sok jual mahal sih."

Molly duduk di kursi sebelah Anin di kelas mereka. "Gue bisa cari sendiri. Santai ..., nanti juga dateng tuh cowok," ucap Molly sambil menguncir rambut panjangnya yang ia warnai coklat mocca.

Anin terkekeh. Ia menoleh ke Molly. "Mol, tetangga gue ada yang butuh bantuan lo nih, bisa nggak," ucap Anin.

"Yang mana?"

"Yang kemarin gue ceritain. Suaminya baru meninggal, anaknya dua masih kecil-kecil, istrinya bingung mau kerja apa, nggak bisa ninggalin anaknya," lanjut Anin.

"Oke. Balik kuliah kita ke sana. Mumpung big boss lagi isi ATM gue." Molly tersenyum lebar.

"Sip. Makasih Mol, emang robinhood sejati." Anin menepuk-nepuk bahu Molly.

"Memanusiakan manusia, Nin, nanti kita cari jalan keluar buat mereka juga. Tetap, jadi rahasia kita berdua ajah," bisik Molly.

"Tentu Mol," jawab Anin sambil berbisik.

Pintu kelas terbuka. Seseorang dengan pakaian rapi juga tampak tercetak jelas otot-otot tubuhnya, terlihat berdiri di hadapan para mahasiswa mahasiswi dengan tatapan dingin yang justru membuat Molly menatapnya lekat.

'Target ditemukan. Kunci.' ucap Molly dalam hati.

Ia tersenyum menatap pria di hadapannya itu. Namun, pria tersebut tak membalas senyuman walau sedikit. Sedangkan Molly, terus menatapnya tanpa beralih. Ia ingin tahu siapa yang akan kalah dipermainan tatapan ini. Dan, Molly yang menang, ia memasang wajah angkuh, kemudian, membuat pria tersebut kembali menatap lekat dan begitu, mematikan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rianievy

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku