Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Sang Majikan
PROLOG
Liam memperhatikan wanita di ujung sana, terlihat jelas hidung kecil itu memerah, wanita itu melipat tangannya di dada. Lihatlah rambut lurus itu sudah membeku, ia tahu wanita itu sedang menahan dingin yang teramat sangat.
Musim dingin ini adalah musim dingin terparah, selama ia tinggal di kota New York. Wilayah New York di landa hujan salju, saat ini hujan salju dalam situasi darurat. Suhu mencapai minus 12 derajat celcius, jauh di bawah rata-rata. Cuaca yang extrem, diakibatkan angin berhembus dari kutub utara dan menyapu pegunungan Rocky, dari pekan lalu.
Toko-toko dan cafe disepanjang yang biasa ramai dikunjungi pengunjung kini tutup. Semua orang lebih menghabiskan waktunya di rumah. Tadi dirinya sengaja keluar sebentar, karena untuk membeli beberapa kopi dan beberapa bahan makanan, untuk dua hari ke depan. Untung saja minimarket di dekat rumah masih buka. Setelah mendapati apa yang ia cari, dirinya memutuskan untuk singgah sebentar ke salah satu cafe, tepatnya di samping outlet minimarket itu. Ia kesini hanya ingin minum alkohol. Ia tidak ingin mati membeku seperti ini. Betapa benci dirinya dengan musim dingin, ingin rasanya ia pulang ke Indonesia. Bahkan tadi tubuhnya sudah gemetar kedinginan, ketika berada di luar.
Ia masih memperhatikan wanita berjaket merah itu, wanita itulah yang menarik perhatiannya. Mungkin karena wanita itu terlihat sangat menarik di matanya. Ia tidak tahu apa yang di lakukan wanita itu di sana. Wanita itu sepertinya sedang menunggu seseorang. Ada raut wajah cemas di wajah cantik itu. Ia memperhatikan struktur wajah wanita yang berdiri. Wanita itu lebih mirip wanita Asia, seperti Thailand, Filipina, atau Indonesia. Ia kembali meneguk bir yang di pesannya, karena setelah meneguk alkohol itu, tubuhnya sedikit lebih hangat.
Ada ketakutan menyelimuti hatinya, ia takut para gelandangan bersikap heroik kepada wanita itu. Para gelandangan masih menjadi masalah serius di kota besar dan megah seperti New York. Bahkan banyak para gengster yang mengintai di sudut kota, mengincar para wanita untuk memenuhi hasratnya.
Ia menegakkan tubuhnya, dan berjalan menuju kasir melakukan transaksi pembayaran. Ia membuka pintu memerlukan sedikit bertenaga, karena di depan pintu sudah tertutup salju. Suhu dingin kembali menusuk tulang, hingga akhirnya ia memasukan tangannya di saku jaket. Cuaca saat ini memang sangat extreme, mobil yang berada di parkiran sudah membeku tertutup salju. Ia ingin buru-buru segera pulang ke rumah, dan tidur di dekat perapian.
Pemerintah sudah mengingatkan bahwa untuk beberapa hari kedepan, akan ada badai salju. Para pembersih jalan juga belum membersihkan salju yang sudah menebal disana. Tidak ada aktivitas mobil, karena salju sudah menebal, jalanan juga begitu licin, sangat berbahaya jika berpergian dalam keadaan badai.
Jika sudah memasuki musim dingin, ia lebih baik tinggal di Indonesia. Sungguh ia lebih suka dengan iklim di Indonesia dari pada Amerika. Musim dingin memang terlihat sangat romantis dan menyenangkan bagi sebagian penduduk yang beriklim tropis, tapi lihatlah nyatanya musim dingin itu begitu kering, dan aktvitas lumpuh total.
Awalnya ia ingin langsung pulang, tapi entahlah dirinya langkah kakinya, malah menuju ke arah wanita yang berdiri di dekat halte itu. Beberapa saat kemudian, wanita itu menyadari kehadirannya dan menatapnya, karena jarak itu hanya sekitar satu meter.
Hembusan nafas mengeluarkan asap, kuku-kukunya terasa patah, karena menahan dingin. Oke, sekarang dirinya benci dingin. Ia membalas pandangan wanita itu, ia perhatikan rambut lurus berwarna coklat itu, juga sudah membeku.
"Apakah kamu dari Asia," ucap Liam tenang, ia mencoba manahan suhu dingin. Paperbag yang ia beli tadi, masih di pegangnya.
Wanita itu mamasukkan tangannya di saku jaket tebalnya, dan dia lalu mengangguk, "Ya, saya dari Asia, tepatnya Indonesia,"
Ada perasaan bahagia mendengar nama Indonesia dari bibir tipis itu. Bagiannya warga Indonesia yang ada di New York adalah saudara.
"Saya juga dari Indonesia," ucap Liam, dan diberikannya senyum untuk wanita itu.
"Saya dari tadi melihat kamu dari cafe di seberang sana," Ucap Liam.
"Kamu memperhatikan saya di sana," ucapnya, ia mengarahkan tangannya, ke cafe Sabarsky yang di kunjunginya tadi.
"Ya, Kamu sepertinya begitu cemas dan bingung," ucap Liam.
Wanita itu mengangguk dan tubuh wanita itu mulai kaku. Ia hanya takut wanita itu mengalami hipotermia. Hipotermia adalah suatu kondisi suhu tubuh, kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Terlebih wanita itu dari Indonesia, belum bisa menyesuaikan dengan suhu di New York.
"Saya sudah berjanji kepada teman saya, bahwa menunggunya disini. Tapi teman saya sepertinya tidak datang," suara itu terdengar bergetar.