Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
"Dasar tak tahu diuntung kamu Lita! Hidup mu hanya menyusahkan ku saja. Pergi kau dari sini!"
Hiks hiks hiks.
"Ibu, aku kan juga anak mu Bu, kenapa Ibu tega bicara seperti itu dengan ku?"
"Heh Lita! Kamu memang anak ku tapi gara - gara kamu suami ku meninggal! Gara - gara menolong mu, Ayah mu meninggal! Dan karena Ayah mu meninggal, aku menjadi janda yang harus menghidupi seluruh keuangan kamu dan adik - adik mu! Apalagi aku menjadi bual - bualan gosip warga sini! Padahal aku bukan janda gatel. Dan semua itu karena kamu Lita. Ingat itu baik - baik, KARENA KAMU!"
Brak brak brak
Klontang
Ibu Elin dengan sengaja melempar seluruh barang yang ada di depan nya, dia melempar piring plastik yang telah dia gunakan untuk makan malam tadi ke depan Lita. Lita hanya pasrah dan berusaha menjauh dari amukan sang Ibu.
"Cepat pergi dari sini Lita!" Ucap Bu Elin sambil melempar lagi gelas kaca. Kali ini Lita langsung berlari ke luar sebab dia takut terkena pecahan beling dari gelas itu.
Lita menghela nafas panjang saat sampai diluar rumah.
"Lita!" Panggil Bu Elin dari dalam.
Lita yang tadi nya mau beranjak pergi pun menghentikan langkah nya dan menunggu sang Ibu keluar dari rumah.
"Jika kamu ingin tetap tinggal bersama Ibu dirumah ini, datanglah ke tempat ini sekarang juga." Ucap Bu Elin sambil melemparkan buntelan kertas kecil ke punggung Lita. Buntelan kertas itu telah jatuh di depan Lita. Lita memungut nya dan memasukkan ke dalam saku lalu setelah itu Lita berjalan kembali. Ia tak membawa apa - apa pun ia tak menengok ke belakang dimana sang Ibu berada.
Dari kecil memang Lita sering di perlakukan tidak adil oleh sang Ibu, Ibu Elin. Karena Bu Elin merasa karena Lita, suami nya meninggal. Lita sebenarnya memang kecewa dengan perlakuan sang Ibu sejak Pak Roni meninggal dan sekarang Lita sudah beranjak dewasa. Dia bertekad pergi dari rumah sesuai apa keinginan sang Ibu.
Saat itu, Pak Roni sedang menjemput Lita di sekolah dan dijalan raya tersebut ternyata Lita sedang menyebrang jalan saat Pak Roni datang. Pak Roni melihat Lita sedang ditengah - tengah dan di sana terdapat mobil dengan kecepatan tinggi sedang membunyikan klakson kepada Lita, sehingga Pak Roni segera turun dari motor dan mengejar Lita. Pak Roni menyelamatkan putri nya dengan cara mendorong ke samping namun naas Pak Roni lah yang tertabrak mobil itu. Kejadian itu saat Lita masih SD kelas tiga dan saat itu Lita menjerit dan menangis melihat sang Ayah yang terkapar tak berdaya di jalan demi dirinya.
Pak Roni meninggal di tempat kejadian dan jenazah nya dibawa pulang oleh ambulan saat itu. Lita pun ikut di dalam ambulan itu. Setelah sampai rumah, sang Ibu, Ibu Elin berteriak histeris melihat jenazah sang suami terkapar tak berdaya. Dia menangis memeluk Pak Roni yang sudah bersimbah darah tersebut beberapa menit namun tiba - tiba Bu Elin mengusap air mata nya dan menengok ke Lita dengan tatapan nya yang tajam serta melihat jika seragam sekolah Lita bersih dan tak terdapat darah. Ia murka lalu segera mendekati Lita dan menampar serta memukul Lita berkali kali meluapkan nya.
"Ini gara - gara kamu dasar brengsek! Suami ma ti!"
"Aaaa, sakit Bu, ampun Bu."
Lalu perlakuan Bu Elin di lerai oleh beberapa tetangga yang melayat saat itu. Dan salah seorang tetangga menggandeng Lita pergi dari rumah duka.
"Ayo Lita ikut Tante, kamu dirumah Tante saja dulu ya biar aman, mungkin Ibu mu masih berduka dan gak percaya jadi justru marah nya sama kamu. Kamu yang sabar ya." Ucap Renita tetangga depan rumah Bu Elin.
Lita hanya mengangguk saja. Dia memegangi punggung nya yang terkena pukulan sang Ibu tadi yang bertubi - tubi. Lalu tak lama air mata nya menetes. Lita juga sayang sama Pak Roni, sang Ayah. Kehilangan Ayah di usia nya yang masih muda pun tak mudah bagi nya tapi kenapa sang Ibu justru menyalahkan diri nya.
Lita kecil menangis sesenggukan dan di saat itu Renita melihat. Renita tadi dari dapur mengambilkan minum untuk Lita.
Renita mengelus rambut Lita dan menenangkan Lita.
"Sabar ya Lit, Ayah mu biar tenang di sana, kamu jangan menangis. Ikhlas kan."
Lita mengangguk.