Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
56
Penayangan
12
Bab

Kisah seorang remaja 14 tahun, yang belum pernah merasakan tinggal bersama kedua orangtua kandungnya. Orangtuanya masih sehat, namun tak pernah berniat untuk sekedar menjenguk atau melihat keadaan Rayhan. Selama bertahun-tahun, ia berharap mereka akan datang. Memberikannya kebahagiaan, namun ternyata tu hanyalah suatu impian kecilnya. Tapi beruntunglah, Rayhan masih memiliki paman dan bibi yang begitu baik padanya, dan jangan lupakan sepupunya yang begitu over protective terhadapnya. Setelah beberapa waktu, akhirnya penantian Rayhan terkabul. Secara tiba-tiba pamannya, menawari dirinya untuk tinggal bersama kedua orangtuanya di jakarta. Hal yang begitu membahagiakan namun sedih secara bersamaan jika harus meninggalkan orang-orang yang telah berjasa dalam hidupnya. Kebahagiaan memang begitu sulit di dapatkan. Namun perjuangan tak akan mengkhianati hasil. Sama seperti Rayhan, kesabarannya akhirnya berbuah hasil. Namun di samping semua itu, Rayhan merasakan kejanggalan. Sebuah misteri yang tak dapat ia temukan jawabannya. Sebuah mimpi buruk yang membuat ia harus melihat sesuatu yang tak pernah ia sangka. Kejadian yang merenggut kebahagiaan. Alasan dimana Rayhan harus berpisah dari kedua orangtuanya selama bertahun-tahun.

Bab 1 Terlambat ke sekolah

Orang tua merupakan orang yang sangat berjasa dalam kehidupan seseorang , Orang tua merupakan orang yang dihormati dan dihargai dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, betapa bahagianya seseorang anak yang dapat merasakan kasih sayang dari orangtua kandungnya.

Sangat di sayangkan, masih banyak orangtua yang tak bisa merawat anaknya, melihat tumbuh kembang mereka dan menjadi dewasa tanpa peranan langsung dari orangtua kandungnya. Salah satu anak yang kurang beruntung adalah Rayhan Saga Febriano.

Remaja yang saat ini berusia 14 tahun itu, selalu merasakan kerinduan yang amat besar kepada orangtuanya yang tak pernah datang untuk menjenguk dirinya. Sedari bayi, Rayhan memanglah tidak di rawat oleh orangtua kandungnya melainkan ia di titipkan kepada paman dan bibinya. Alasan di balik itu semua tak pernah Rayhan ketahui.

Di pagi hari yang cerah ini, Rayhan masih bergelung di dalam selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Seakan tak terganggu dengan cahaya matahari yang menerobos masuk melalui sela-sela jendela kamarnya. Karena terlalu kelelahan ia tak menyadari jika sang mentari sudah menunjukkan sinarnya.

Mata anak itu tampak bengkak, akibat menangis karena di ejek oleh teman-temannya. Alasannya tak pernah berubah, karena mereka belum pernah melihat kehadiran orangtua Rayhan, mereka berfikir Rayhan adalah anak yang di buang.

Ceklek.

Suara pintu yang terdorong dari luar, tak menganggu Rayhan dalam tidurnya yang begitu nyenyak. Wanita parah baya bergerak untuk mendekati kasur Rayhan, deru nafas terdengar cukup keras. Megan, bibi dari Rayhan itu menatap lekat keponakannya. Raut lelah terlihat jelas dari wajah tampaknya, ada perasaan nyeri yang timbul di dalam hatinya saat ia melihat anak itu. Anak tak berdosa yang harus berpisah dari orangtuanya karena suatu alasan.

"Ray bangun nak," panggilan bernada lembut itu tak mengusik Rayhan.

"Ray, kamu udah hampir telat loh," Megan menepuk pelan bahu anak itu, berharap kali ini Rayhan dapat segera bangun. Namun respon Rayhan hanya menggerakkan tubuhnya sedikit namun tak membuka matanya.

Megan menghela nafas lelah. Saat seperti ini ia harus memiliki stok kesabaran yang banyak. Perilaku Rayhan tak beda jauh dengan anak keduanya, sama-sama menguji nyali.

"Kalau kmu gak bangun sekarang. Rafa dan Rafi bakal tinggalin kamu," ancaman dari Megan, sukses membuat Rayhan membuka matanya. Dengan nyawa yang masih setengah itu, ia terduduk dengan lesu.

Ia tersenyum kecil melihat wajah Megan yang tampak menahan lelah dan kekesalan. Rayhan belum menyadari jika matahari sudah meninggi.

"Good morning, aunty," Rayhan berucap manis.

"Good morning too, keponakan aunty," balas Megan "Gimana tidurnya, nyenyak?"

"Nyenyak banget tante. Sampai sampai Rayhan seperti tak ingin meninggalkan mimpi itu," balas Rayhan. Ia memimpikan keluarga kecil yang bahagia, sangat di sayangkan karena harus terbangun lebih awal.

"Pantes aja, dari tadi gak mau bangun-bangun, emangnya kamu mimpi apa?" Megan bertanya dengan rasa penasaran yang membucah dalam hatinya.

"Rayhan tadi tuh, mimpi ket-"

Belum sempat Rayhan menyelesaikan ucapannya, tiba tiba ia membelalakan matanya dengan perasaan panik. Tak sengaja, indera penglihatannya itu melihat jam sudah menunjukkan pukul 07.00 Pagi. Tentu Rayhan panik. Ia akan terlambat, lebih tepatnya sekarang sudah terlambat.

"HAH? SUDAH JAM TUJUH!" teriak Rayhan tanpa sadar. Suara yang melengking itu, membuat Megan tanpa sadar menutup kedua telinganya.

"Ray kalau kaget, ya kaget aja. Tapi jangan buat telinga tante tiba-tiba tuli ni," protes Megan dengan perasaan yang masih terkejut.

"Kok tante gak bangunin Ray, sih. Sekarang Ray telat!" Rayhan balik menyalahkan Megan. Matanya sudah berkaca-kaca siap mengeluarkan air matanya yang akan membuat hati Megan luluh.

"Loh? Kenapa malah nyalahin tante," Megan tak terima di tuduh. Kan ini juga kesalahan dari Rayhan sendiri.

"Karena tante gak bangunin Ray," rengek Rayhan seperti anak berumur lima tahun.

"Tante udah dari tadi loh bolak balik bangunin kamu, tapi kamu tidurnya nyenyak banget sampe gak ngerasa saat tante bangunin," kata Megan tak ingin di salahkan. Karen faktanya, ia sudah membangunkan Rayhan dari jam 6 pagi tadi.

Rayhan menundukkan wajahnya.

"Rayhan udah terlambat," gumamnya lirih.

"Siapa yang bilang telat, gak kok, ini baru jam 7. Mending kamu cepetan mandi terus turun. Nanti kalau kama bakal makin telat, tante gak mau ya Rayhan bolos," ujar Megan sambil berjalan ke arah pintu. Ia harus memastikan Rafa dan Rafi belum berangkat ke sekolah. Karena jika Rayhan di tinggal sudah di pastikan anak itu akan mengamuk.

Megan berjalan ke meja makan. Di situ sudah kepala keluarga dan juga kedua remaja kembar yang sedang menikmati sarapan pagi. Niatnya tadi ingin menunggu Rayhan dulu, namun karena terlalu lama akhirnya mereka sarapan duluan.

"Rayhan mana ma?" tanya Rafa saat menyadari kehadiran Megan.

"Baru mandi. Kalian tungguin Rayhan," lontar Megan.

Ia hanya duduk di meja makan menunggu Rayhan. Mereka bertiga sudah selesai sarapan, tinggal Megan dan Rayhan.

"Ih kok baru mandi sih ma. Nanti kita akan di hukum di sekolah. Rafi gak mau ya, sampai di hukum gara-gara telat," protes Rafi kesal. Ia sudah keseringan di hukum, dan tidak bisakah untuk hari ini saja, ia tak mendapatkan hukuman itu.

"Gak usah banyak protes. Hukuman kan sudah jadi kewajiban buat lo," timpal Raka dengan wajah datar khasnya.

"Anj-"

"Rafi, jangan bicara kasar!" tegur Bima. Rafi hanya bisa menundukkan wajahnya, nyali menciut jika di hadapan ayahnya itu.

Tak lama, terdengar suara langkah kaki yang terdengar menuruni tangga, lebih tepatnya sedang berlari. Letak tangga dari dapur dan raung makan memang dekat. Sehingga mereka dapat mendengar suara langkah kaki itu semakin jelas.

Rayhan datang dengan terburu-buru menghampiri mereka.

"pagi om, tante. Kak Rafa, kak Rafi," Rayhan menyapa satu persatu anggota keluarganya.

"Pagi jagoan," balas Bima.

"Pagi juga kesayangan aunty," ujar Megan langsung mendapat delikan tajam dari Rafi.

"Lama amat lo, mimpi apaan sih, sampai jam tujuh masih molor?" tanya Rafi.

"Kak Rafi gak usah tau. Intinya, Rayhan mimpi indah banget," ujar Rayhan dengan tersenyum manis.

"Oh, sekarang gitu ya. Main rahasia-rahasiaan," Rafi ngambek ceritanya.

"Ih gak gitu. Ini kan urusan pribadi jadi harus di privasi," jawaban dati Rayhan justru membuat Rafi semakin ngambek.

"Terserah lo," balas Rafi cuek.

"Masih mau ngobrol atau berangkat?" Rafa berjalan mendahului mereka. Jika di biarkan anak itu berdebat tak akan selesai sampai jam pulang sekolah. Dan terpaksalah Rayhan dan Rafi berlari menyusul Rafa. Takutnya mereka malah di tinggal.

"Ray, kenapa tuh sepupu lo," Rafi bertanya heran mengenai Rafa yang begitu cuek dan terkesan kaku.

"Kembaran lo kali, kak," balas Rayhan.

"Bukan kembaran gue," Rafi berujar polos.

"OM, TAN. RAY BERANGKAT!" Rayhan berteriak, karena ia sampai kelupaan untuk pamit kepada mereka.

"KAMU BELUM SARAPAN, RAY!" Megan balas beberteriak.

"DISEKOLAH AJA MA!" bukan Rayhan yang menjawab namun Rafi, ia kini menyeret Rayhan keluar dari rumah.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku