Gerry's Love Story

Gerry's Love Story

Cucu Suliani

5.0
Komentar
1.6K
Penayangan
60
Bab

Gerry tidak menyangka jika kehidupannya akan berubah setelah bertemu dengan seorang janda kaya, dia juga tidak menyangka jika kehidupan masa lalunya justru akan terungkap setelah menikah dengan janda kaya itu. Yuk pantengin kisahnya.

Bab 1 Males Pergi

"Jangan ngelamun aje, Gerry. Udah dua hari libur, tapi kerjaan elu malah duduk sambil ngelamun. Kaga ada kegiatan ape gitu?"

Mak Odah mengelus-elus punggung putranya, pria berusia dua puluh tahun yang nampak duduk di depan meja belajarnya sambil melamun.

Wanita yang berusia tiga puluh sembilan tahun itu nampak begitu menyayangi putranya, putra semata wayang yang dia besarkan sendirian.

"Kaga pengen pergi, Mak. Kaga ada temennye, si Gilang lagi pergi ama ceweknya."

Sebenarnya Gerry ingin sekali pergi, pergi bersama dengan teman dekatnya, Gilang. Namun, dia tidak bisa pergi bersama dengan temannya itu karena Gilang sudah ada janji temu dengan kekasihnya.

Berbeda dengan Gerry yang tidak punya pacar, karena dia merasa jika yang namanya pacaran itu pasti butuh modal besar. Tidak ada wanita saat ini yang hanya mau diajak pacaran tanpa dikasih jajan.

Setidaknya kalau diajak malam mingguan, pasti harus jajan semangkok bakso dan segelas jus jeruk. Hem, mana sanggup Gerry. Belum beliin pulsanya, bisa nangis tujuh hari tujuh malam tuh Gerry.

"Emak bosen ngeliat elu ngelamun mulu, jalan sana ke taman kek. Ke mana kek, biar ngga ngelamun terus."

Gerry merupakan seorang mahasiswa yang kuliah di universitas negri, dia mengambil jurusan manajemen bisnis karena dia bercita-cita ingin menjadi seorang pengusaha.

Setidaknya kalau dia tidak bisa mewujudkan keinginannya, dia ingin bekerja di sebuah perusahaan besar. Perusahaan yang mampu membuat dirinya digaji dengan uang yang besar.

Walaupun ibunya hanya memiliki warung kopi sebagai penghasilan utamanya, tetapi dia bersyukur bisa menjalani kehidupannya dengan sangat baik.

Dia bisa makan dengan layak, dia bisa berpakaian dengan layak dan bisa bergaul dengan banyak orang di sekitarnya. Walaupun memang dia lebih menjaga batasan, karena dia sadar jika kondisi keuangannya tidak seperti teman satu kampusnya.

"Abis isya Gerry bakalan pergi, Mak. Tenang aja, tapi minta uang jajan." Gerry nyengir kuda setelah mengatakan hal itu.

"Iye, gocap aja tapi. Soalnya duitnya Emak kumpulin buat biaya semester elu," ujar Mak Odah yang langsung memberikan uang kepada putranya.

"Makasih, Mak. Emak emang yang terbaik," ujar Gerry.

Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Gerry, selepas shalat isya dia pergi menggunakan motor Vespa kesayangannya. Motor tua yang katanya peninggalan dari ayahnya.

Entah seperti apa rupa ayahnya, tetapi Gerry tidak tahu. Karena ibunya tidak pernah memperlihatkan foto ayahnya tersebut, yang Gerry tahu wajahnya sangat tampan sekali.

Terkadang Gerry berpikir, apakah dia anak mak Odah apa bukan. Karena wajahnya yang sangat berbeda dengan wajah Ibunya.

"Daripada nongkrong di tempat rame, mending gue nongkrong di sini aja."

Gerry menghentikan motornya di tepi danau yang ada di pinggiran kota, rasanya dia lebih baik menghabiskan waktu di sana. Menyendiri tanpa adanya keramaian.

"Ya ampun! Kenapa gelap sekali? Semoga nggak ada setan," ujar Gerry seraya mengedarkan pandangannya.

Cukup lama Gerry berada di danau itu, walaupun suasananya terlihat begitu gelap, tetapi dia merasa nyaman dalam bersendirian.

Awalnya dia terlihat anteng dengan segala pikirannya, hingga tidak lama kemudian dia merasa takut karena ada suara krasak krusuk yang tidak jauh dari tempat dia duduk.

"Suara apaan tuh? Jangan-jangan suara penunggu danau ini lagi?"

Gerry nampak bangun dari duduknya, walaupun tubuhnya terasa begitu bergetar, tetapi dia mencoba untuk mencari asal suara.

Tidak lama kemudian, dia melihat ada rumput yang bergoyang-goyang. Padahal, tidak ada angin sama sekali. Gerry memberanikan diri untuk mendekat ke arah rumput yang bergoyang itu.

Dengan hati yang berdebar, dengan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya, Gerry memberanikan diri untuk mengintip apa yang sedang terjadi.

Mata pria itu langsung membulat dengan sempurna, karena tidak jauh dari sana ternyata ada sejoli yang sedang bergumul dengan begitu panas.

"Gila! Kenapa mereka melakukan itu di sini? Emangnya kaga ada tempat lain apa? Apa emang tidak punya duit buat nyewa hotel?" tanya Gerry yang hanya mampu dia katakan di dalam hati saja.

Sebenarnya dia ingin segera pergi dari sana, tetapi rasanya sayang jika harus melewatkan akan hal itu. Cukup lama pria muda itu berdiri di sana, hingga tidak lama kemudian dia memutuskan untuk segera pergi.

Gerry takut jika dirinya ketahuan sudah mengintip, lebih baik dia pergi karena Gerry melihat kalau sepasang sejoli itu sudah selesai melakukan percintaan panasnya.

"Gila! Badan gue merinding semua," ujar Gerry yang dengan cepat pergi dari sana.

Jika saja pergi ke danau akan membuat matanya ternoda, Gerry pasti akan mencari tempat lain untuk dia tinggali.

"Haish! Tau begitu gue mending pergi ke taman kota aja, ketahuan kalau libur begini suka ada ondel-ondel sama badut."

Gerry pergi dengan jantungnya yang masih berdebar dengan begitu kencang, sungguh dia tidak menyangka akan melihat adegan dewasa secara live.

"Abis nonton live, gue jadi laper. Mending gue makan soto dulu di alun-alun," ujar Gerry.

Akhirnya pria muda itu melajukan motor tuanya menuju alun-alun, lalu dia memesan semangkok soto untuk dia santap.

Soto ayam dengan rasa yang asin, pedas dan juga gurih. Sungguh makanan itu begitu memanjakan lidahnya.

"Ah! Sedep banget nih soto, apalagi dimakannya pake nasi sepiring. Begah perut gue," ujar Gerry.

Selesai makan soto, pria itu berniat untuk pulang. Namun, saat tiba di parkiran langkahnya langsung terhenti ketika dia melihat ada sepasang wanita dan juga pria muda yang sedang berciuman.

"Ya ampun! Begini amat ya, nasib gue? Kenapa sih harus melihat yang beginian terus? Jiwa jomblo gue kan' jadi meronta-ronta," keluh Gerry.

Gerry mengelus dadanya berkali-kali, karena sepasang sejoli itu terlihat begitu bergairah saat bertukar kenikmatan.

Lalu, Gerry memutuskan untuk segera pergi dari sana. Karena dia merasa banyak tempat yang tidak aman untuk dirinya, banyak hal yang membuat dia menginginkan sesuatu.

"Tinggal di dalam kamar emang paling aman, lagian emak ada-ada aja malah nyuruh gue main segala."

Gerry menggerutu dalam perjalanan pulang, hingga saat dia tiba di depan rumahnya, ternyata ibunya sedang kerepotan. Banyak pembeli yang datang, banyak bapak-bapak yang nongkrong untuk membeli kopi matang ataupun membeli mie instan.

"Kebetulan banget dah elu pulang, tolong bantuin Emak ya, Gerry."

"Iye, Mak. Lagian Emak pakai nyuruh-nyuruh Gerry buat jalan segala sih, kalau dari tadi diam di rumah pan Gerry bisa bantuin Emak."

"Iye, pan Emak cuma kasihan ame elu. Emak takut kalau elu pengen jalan juga kaya anak muda yang lainnya," ujar Mak Odah.

"Gerry lebih senang bantu Emak di warung, cius!" ujar Gerry.

Mak Odah langsung tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh putranya. "Udeh jangan ngomong terus, bikinin mie rebus pake telor dua noh. Buat bapak yang ada di sono," ujar Mak Odah seraya menunjuk seorang pria yang ada di dekat teras rumah.

"Iye, Mak," jawab Gerry.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Cucu Suliani

Selebihnya

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku