Cinta yang Tersulut Kembali
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Jangan Main-Main Dengan Dia
Gairah Liar Pembantu Lugu
Cinta di Jalur Cepat
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sang Pemuas
Di dalam kamarnya yang hanya diterangi dengan sebuah lilin, Kania mengambil boneka jerami berbalut kain kafan yang sudah tertempel foto Rasti. Tanpa ampun, Kania menusuk bagian perut boneka jerami itu berkali-kali.
Dengan wajah bengis dan perasaan penuh dendam, Kania menusuki boneka jerami itu terkadang boneka itu di remasnya dengan sekuat tenaga, seolah ingin mematahkan badan Rasti melalui boneka jerami berbalut kafan itu.
"Rasakan itu, Rasti! Arga lebih pantas untukku!" ucap Kania dengan tawa bahagia.
Sejenak kemudian Kania tiba-tiba terdiam mengingat kenangan manisnya bersama Arga, tetapi raut wajah dan rahangnya langsung mengeras ketika dia mengingat kembali luka yang disebabkan oleh lelaki itu dan sahabatnya, Rasti.
"Arga, kamu adalah milikku! Selamanya tetap milikku! Hanya milikku!".
Tiba-tiba angin berhembus tak wajar ke dalam kamarnya yang tertutup rapat itu. Buku-buku yang tersusun rapi di lemari buku sebelah tempatnya duduk mendadak jatuh berserak ke lantai tanpa ada yang menyentuhnya dan samar hidungnya mulai mencium aroma amis yang tak biasa.
Seketika tengkuk Kania meremang, dia semakin yakin dendamnya akan segera terbalaskan.
"Datang ... datanglah! Aku memanggilmu, aku akan menjadi pengikutmu yang setia!"
Kania benar-benar sudah tidak bisa berpikir jernih lagi, karena luka yang tergores dalam di hatinya.
Dalam benak Kania sekarang yang ada hanyalah mewujudkan keinginannya untuk membalaskan dendam, sakit hati, kecewa, malu, marah kepada pasangan suami istri tersebut.
"Datanglah! Aku memerlukan bantuanmu! Bantu aku menuntaskan dendamku pada perempuan lacur ini! Datang! Mendekatlah!"
Hembusan angin yang membawa aura dingin itu semakin mencekam dengan ditingkahi suara lolongan anjing di kejauhan.
Mantra demi mantra diucapkannya dan seakan menjawab keinginannya, tiba-tiba terdengar bisikan-bisikan tidak kasat mata yang seakan ingin mengatakan bahwa 'mereka' siap membantu Kania yang sudah terbakar api dendamnya.
'Aku datang memenuhi panggilanmu! Katakan apa maumu maka akan kupenuhi semua permintaanmu dengan syarat beri aku sesuatu untuk kumakan!' Terdengar suara parau dan basah berbisik di dekat telinganya.
"Ambil yang kau inginkan dari perempuan itu! Dia milikmu! Dia milikmu! Hahaha," tawa Kania.
****
"Rasti, kamu di mana, Sayang?" Arga berjalan menuju dapur mencari Rasti, istri yang sekarang sedang mengandung buah hati pertama mereka.
Mendengar suara suaminya, gegas Rasti bangun dan duduk di atas kasur springbed tempat peraduannya dengan suaminya tercinta.
"Iya, Mas, aku sedang rebahan di kamar," jawab Rasti dari arah kamar.
Mendengar suara istri yang dicarinya dari dalam kamar, Arga bergegas menuju ke kamar dan mendapati perempuan itu tengah duduk menghadap pintu sambil merapikan rambut panjangnya yang kusut.
"Kok tumben masih pagi gini kamu tidur?" tanya Arga keheranan melihat Rasti masih setia berada di atas springbed.
"Iya maaf, Mas, tadi aku nggak enak badan, jadi aku rebahan bentar. Mas lapar ya? Aku masak dulu ya, Mas," tanya Rasti kepada suami tercintanya setelah lelaki tampan itu berada di dekatnya.
Arga hanya mengangguk kecil menjawab pertanyaan sang istri, sambil mengambil tempat duduk di sebelah Rasti tangannya terulur mengusap perut istinya yang sudah kelihatan membuncit itu, "anak ayah lagi apa di dalam situ? Anak ayah, jangan nakal ya, jangan bikin ibu sakit. Kasihan ibu, anak ayah sayang ibu kan?" Arga mengajak bicara anaknya.
Untuk beberapa saat Arga asyik berbicara dengan buah hatinya yang sebentar lagi akan lahir, beberapa kali dia mencium perut buncit istrinya. Bahkan beberapa kali dia mengusap-usap lembut saat merasakan gerakan halus calon anaknya itu.
Arga berharap mempunyai seorang anak laki-laki agar bisa meneruskan usaha orang tuanya yang kini dipimpinnya setelah sang papi rehat dari dunia bisnis.
"Semoga kamu lahir sebagai anak lelaki ya, Nak. Anak lelaki yang tangguh, kuat karena kamu adalah pewaris bisnis Hartawan selanjutnya," ucap Arga.
Rasti mengusap kepala suaminya lembut, terkadang dia tertawa geli mendengar obrolan suami dengan calon anaknya itu, "asyik bener ayah ngobrol sama adek, ibu sampai dicuekkin," goda Rasti.
"Nggaklah, Sayang. Kamu tetap nomor satu sampai kapan pun, ayah cuma lagi kasih tahu sama adek supaya jangan nakal biar ibu nggak sakit. Iya kan, Dek?" lanjut Arga kepada calon anaknya.
Usai bercengkrama dengan buah hatinya, Arga menatap Rasti dan meraih bahu perempuan berkulit kuning langsat itu untuk dirangkulnya. Diusapnya rambut ikal hitam panjang istrinya, "terima kasih, Sayang," ucapnya.
Rasti yang tak tahu maksud perkataan suaminya hanya mengangguk dan kembali menanyakan apakah suaminya jadi mau makan atau kalau tidak dia akan membuat camilan saja untuk mereka.
Arga menyetujui usulan istrinya untuk membuat camilan, entah kenapa pagi ini perutnya terasa sangat lapar tetapi tidak ingin makan makanan yang terlalu mengenyangkan.
"Ya sudah, kalau gitu aku ke dapur dulu ya. Aku mau bikin camilan enak untuk suami tersayangku," kata Rasti.