PENGANTIN TITIPAN

PENGANTIN TITIPAN

Adny Ummi

5.0
Komentar
6.2K
Penayangan
62
Bab

Kamila, gadis muda yang cantik dan lugu jatuh cinta kepada Dion Sugara, seorang mahasiswa yang tengah melaksanakan kegiatan KKN di kampungnya. Dion melamarnya tanpa sepengetahuan kedua orang tua. Ternyata mereka tidak direstui. Persiapan pernikahan sudah hampir rampung oleh ayah Kamila. Akan tetapi, Dion malah membawa Aldin Nabastala untuk menggantikan dirinya menikahi sang gadis. Lelaki itu berencana menitipkan gadisnya kepada duda beranak satu tersebut untuk beberapa waktu. Kamila akhirnya menerima demi menjaga nama baik keluarga. Ia tidak mau sang ayah menerima rasa malu karena kegagalan pernikahan sang anak. Gadis cantik ini pun terjebak di dalam pernikahan bersama Aldin. Sementara hatinya masih bersama Dion. Rasa mulai tumbuh di hati Aldin kepada Kamila si gadis shaliha. Apakah pria itu akan menyerahkan sang istri kembali kepada kekasihnya, sementara benih-benih cinta telah muncul?

Bab 1 Perkenalan yang Tidak Sesuai Harapan

"Kamu yang bener aja, Dion ... gadis kampung kayak gitu kamu kenalin sama papa?"

Suara bernada menyindir itu terdengar dari balik lemari besar penyekat ruangan. Walaupun tidak berteriak, cukup jelas di telinga kami. Ya, di sini aku dan Kak Mirna-kakakku-bermaksud berkenalan dengan keluarga Bang Dion, seorang pemuda yang menarik hatiku.

Kak Mirna menatapku lekat, tampak ia tersenyum sinis ke arahku. Dia memang sudah memperingatkan untuk tidak melanjutkan hubungan dengan Bang Dion yang kukenal di kampung kami, ketika lelaki berwajah manis tersebut bersama teman-temannya melakukan kegiatan KKN enam bulan yang lalu. Hanya saja Bang Dion selalu menyemangati dan menguatkan, ia berkata akan memperjuangkan hubungan kami. Aku percaya padanya.

"Tapi, Pa ... Dion cinta sama Mila. Dion berniat serius dengannya!" tegas suara Bang Dion.

"Sudah kakak bilang, 'kan? Kamu gak mau denger, sih!" bisik Kak Mirna dengan suara gemas.

Mataku terasa panas. Begitu juga dada ini, terasa bergemuruh kencang.

"Cinta ... cinta! Tahu apa kamu soal cinta, heh? Selama ini gak pernah bawa perempuan jalan! Balik KKN malah minta kawin! Kuliah kamu aja belum selesai!"

Suara berat yang tadinya datar itu berubah jadi bentakan keras.

"Pa ... sabar, Pa ...." Itu suara Bu Rosa, mamanya Bang Dion.

"Mama lihat anak kesayangan Mama ini! Kenapa jadi pembangkang begini?"

"Pa, please ... selama ini Dion selalu menuruti keinginan Papa dan Mama. Kali ini Dion hanya minta Papa sama Mama ngertiin perasaan Dion. Dion mau menikah dengan Mila segera. Dan Dion sudah melamarnya." Lelakiku masih terus membujuk orang tuanya.

"Gini aja, Nak. Selesaikan dulu kuliah kamu. Soal nikah nanti kita bicarakan lagi," kata Bu Rosa lembut.

"Gak bisa, Ma. Dion harus nikahin Mila bulan ini!" bantah lelakiku.

Tentu saja. Kamu sudah janji sama ayah, Bang. Debaran jantungku semakin kencang.

"Kamu ini kenapa, hah?! Kebelet kawin banget!" sergah Pak Herlan.

Hening ....

"Mmm ... Mila ... Mila hamil ...," lirih suara Bang Dion di sana.

Mataku yang sudah terasa basah membulat sempurna. Begitu juga Kak Mirna. Dia menatapku tajam. "Yang bener, Mila?!" desisnya.

Bulir air yang dari tadi menggantung di pelupuk mata pun mengalir.

"Mi–la ...?" Kak Mirna kembali melafalkan namaku dengan tatapan tajam penuh tanda tanya.

Dengan refleks kepalaku pun menggeleng ... pelan.

Di dalam sana kembali hening.

Plak!

Tiba-tiba terdengar suara tamparan keras.

"Anak kurang ajar!"

Bunyi derap langkah mendekat.

"Perempuan murahan!" Suara Pak Herlan menggelegar, beliau kini telah berdiri di hadapan kami sambil menatap nanar. Wajah itu tampak memerah karena emosi.

Aku dan Kak Mirna spontan bangkit dari duduk. Lututku terasa gemetar, lemas.

"Pa, ini salah Dion. Bukan Mila." Bang Dion menyusul papanya. Begitu juga Bu Rosa yang langsung menahan lengan sang suami yang ingin melangkah maju mendekatiku.

"Kamu sengaja 'kan, menggoda anak saya? Berjilbab hanya kedok saja! Padahal murahan!" cerca bapak tua itu. Hatiku perih mendengarnya.

"Sa–saya ... ti–tidak ...." Lidahku terasa kelu, bingung mau menjawab apa.

"Kamu mau apa? Uang?" cecar Pak Herlan, "jawab!" bentaknya.

Aku berjenggit, terkejut.

"Oooh ... cukup ... cukup ... kita pulang, Mila!" Kak Mirna menyentak lenganku dan langsung menyeretku keluar dari ruangan itu.

"Mila! Tunggu!" teriak Bang Dion.

Aku dan Kak Mirna menghentikan langkah yang hampir melewati teras rumah besar tersebut. Lelaki itu lalu melangkah hendak menyusul kami.

"Dion!"

Kulihat Bang Dion menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

"Selangkah kamu keluar dari rumah ini ... jangan pernah kamu kembali lagi dan jangan anggap papa sebagai orang tua kamu lagi." Suara itu terdengar datar, tapi jelas ada tekanan ketegasan di sana.

Tampak Bang Dion menunduk dan terdiam. Dia terlihat rapuh.

"Yuk!" Kak Mirna kembali menarik tanganku, kami pun semakin menjauh.

Air mataku mengalir deras. Kaki ini tersaruk-saruk diseret Kak Mirna. Tak terasa aku sudah di dalam sebuah angkot. Tak kupedulikan pandangan orang-orang yang mungkin heran menatap.

.

.

____________________

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku