Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
WETON (Santet Tiga Generasi)

WETON (Santet Tiga Generasi)

Uwa Mia

5.0
Komentar
3.7K
Penayangan
49
Bab

Keluarganya terlilit hutang, Yayuk terpaksa mendatangi Bi Zaenab yakni agen perekrut Asisten Rumah Tangga di dusunnya. Bi Zaenab lalu mengarahkan untuk bekerja pada keluarga Waluyo -- suatu keluarga bangsawan yang menangani proyek-proyek besar di negeri ini. Namun hanya wanita dengan Weton Sabtu Kliwon dan Rabu Pahing yang diterima. Yayuk yang kebetulan berweton Sabtu Kliwon akhirnya diterima dan diantar ke kediaman keluarga Waluyo. Di sanalah Yayuk mengetahui bahwa dirinya dipersiapkan bukan sebagai ART melainkan eksekutor santet yang dijalankan keluarga Waluyo. Mampukah Yayuk bertahan hidup?

Bab 1 Aku dan Ibu

Bab 1

~Perkoro Sing Paling Nyedehke Kuwi Podo Sambat Ora Duwe Duit~

(Hal yang Paling Menyedihkan adalah Mengeluh Tidak Punya Uang)

Aku dan Ibu hanyut dalam lamunan sembari memandangi makam Bapak. Tanah makamnya masih basah. Bahkan kembang rampai di atas pusara terlihat masih segar.

Jasad Bapak sengaja kami kuburkan di halaman depan rumah. Selain karena areal sekeliling rumah yang tertutup sawah, meletakkan makam bapak di depan rumah bisa mengobati kerinduan Ibu akan mendiang suaminya.

“Yuk, awan mau wancine sliramu taksih ning sawah, kongkonane Kusnaedi teko maneh (Yuk, siang tadi pas kamu masih di sawah, orang suruhan Kusnaedi datang lagi),” ungkap Ibu dengan ekspresi khawatir.

Kusnaedi adalah orang terkaya di dusun ini. Beberapa waktu lalu, Ibu meminjam sejumlah uang darinya untuk menutup biaya pengobatan Bapak.

Sayangnya, bunga yang diberikan terlampau besar sehingga kami kesulitan melunasi hutang itu. Jika hanya mengandal upah gaji harian yang tak seberapa dari sawah orang, sampai kapan pun kami akan terus dibebani hutang pada Kusnaedi. Sebab bunga ribanya akan berlipat-lipat melebihi pinjaman dasar.

“Bu, kados pundi menawi mangke enjing dalem kesah dateng griyanipun Bi Zaenab?" (Bu, gimana kalau besok pagi aku ke rumah Bi Zaenab?)

Mendadak aku dapat ide usai membuang pandang ke makam Bapak.

Bi Zaenab adalah orang yang biasanya merekrut pengangguran dari dusun-dusun untuk dipekerjakan pada pabrik-pabrik di Jakarta.

Wajah Ibu berangsur cerah menanggapi usulanku.

"Sakjane kawit wingi Ibu karep mrentah sliramu nyambut gawe, nanging Ibu sungkan. Syukur, yen sliramu nduweni niatan dewe." (Sebenarnya sudah sejak kemarin Ibu ingin memintamu bekerja, tapi Ibu merasa sungkan. Baguslah kamu punya inisiatif sendiri)

“Yayuk merdamel dumugi sambutan awak dewe lunas, Bu. Mbok bilih sampun lunas, Yayuk enggal wangsul." (Yayuk kerja sampai hutang kita lunas, Bu. Nanti pas uda lunas, Yayuk segera balik)

Aku meraih kedua tangan Ibu. Memijatnya lembut agar Ibu mengizinkan.

"Ibu yo nyengkuyung niat apikmu, Nduk. Intine ojo sampek ngelalikake gusti Alloh ugo kudu jujur wanci nyambut gawe." (Ibu yo mendukung niat baik kamu, Nduk. Intinya jangan melupakan Tuhan juga utamakan kejujuran saat bekerja)

Masih dengan binar khawatir, Ibu bangkit dari duduk dan merengkuh kepalaku ke dalam pelukannya.

***

Hari merambat siang saat aku mendatangi rumah Bi Zaenab. Mengutarakan niat menjadi karyawan pabrik di Jakarta.

Aku juga meminta, sekiranya Bi Zaenab punya koneksi agar aku dapat dipekerjakan pada pabrik yang memberi gaji besar.

“Ono, Yuk, kang menehi upah gede. Telung sasi wae, utangmu marang Kusnaedi iso lunas. Nanging dudu pegawe pabrik." (Ada, Yuk, yang memberi gaji gede. Tiga bulan saja, hutang kalian pada Kusnaedi bisa lunas. Tapi bukan sebagai karyawan pabrik)

Bi Zaenab meneguk liur usai berkata demikian.

Pikiranku pun mulai meraba-raba. Jangan sampai kerja yang tidak halal dan berbahaya.

“Yuk …!” tegur Bi Zaenab merusak lamunanku. “Ora usah wedi, gaweane dadi pembantu ning omahe wong sugih. nanging piyambakke mung golek wadon sing wetone Setu Kliwon utawa Rebo Pahing.” (Yuk ...!) (Gausah takut, kerjanya sebagai asisten rumah tangga di rumah orang kaya. Tapi mereka hanya mencari wanita dengan weton Sabtu Kliwon atau Rabu Pahing)

Untuk sejenak, aku terdiam mendengar penuturan Bi Zaenab.

“Kulo saestu wedal dinten Setu, Bu Lek, Ananging duka Setu Kliwon napa Setu sanesipun (Aku memang lahir di hari Sabtu, Bi. Tapi ya gak tau, apa Sabtu Kliwon atau Sabtu lainnya)," jawabku setengah ragu.

Agak heran mendengar bahwa ada orang kaya mencari pembantu berdasarkan weton.

“Jal duduhke tanggal lahirmu, Yuk. Bu Lek tingali apa wetonmu.” (Coba beri tanggal lahirmu, Yuk. Biar Bibi ngecek apa wetonmu)

Bi Zaenab memperlihatkan aplikasi kalender kejawen di ponselnya yang mana dilengkapi fitur yang menjelaskan sifat setiap weton.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Uwa Mia

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku