Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
"Lira, kenalkan, ini Om Aji."
Pada suatu siang, Si ibu memperkenalkan-nya pada seorang pria berpenampilan sangat necis dan berkacamata.
Lira yang saat itu masih berusia 6 tahun hanya melihat sebentar, lalu kembali merunduk.
"Selamat siang, om..." sapa-nya hampir tak terdengar.
"Siang, Lira." Pria berkacamata dan bercambang itu tersenyum ramah. "Lira cantik seperti Mama, ya.." ia memuji.
Lira menengadah. Ragu-ragu dia memperhatikan ibunya yang telah lama menjanda, saling lempar senyum dengan pandangan penuh arti kepada si Om.
Lira ketika itu hanya anak kecil polos, yang hanya bisa menyimpan semua tanya tanpa sanggup mengutarakan apa yang tengah berkecambuk dalam hati.
Yang pasti, ia tak tak akan menyangka bahwa makan siang mewahnya hari itu adalah pembuka gerbang akan nasib-nya yang dramatis.
.
.
Beberapa hari setelah makan siang, si ibu memberi tahu dirinya, bahwa ia akan menikah dengan pria bernama Aji tersebut.
Lira yang cuma mengikuti apa yang di kehendaki oleh si ibu.
Namun, yang membuat Lira terkejut. Ternyata Aji memiliki 3 orang anak dari istri- nya yang telah meninggal.
.
.
Karena Aji merupakan pengusaha sukses, otomatis pernikahan kedua Ibu-nya di langsungkan meriah.
Lira melongo ketika melihat deretan gaun-gaun pengantin di sebuah showroom, di mana dia dan ibunya tengah fitting gaun pengantin.
"Lir, cobalah." si ibu memperlihatkan dress anak berwarna pink dengan renda bunga-bunga. "Gaun ini sepertinya cocok untukmu."
Lira kecil yang hidup serba pas-pas an sejak meninggalnya sang Ayah, terpesona oleh gaun indah tersebut. Ia sampai begitu hati-hati memegang kain-nya yang terasa sangat halus di kulit tangannya.
"Pasti kau akan terlihat sangat cantik." Rona ibunya berseri-seri.
Sejak berkenalan dengan Aji dan mereka melanjutkan ke jenjang pernikahan, ibu-nya yang dulu terlihat muram, mendadak memang terlihat lebih muda dan cantik.
Lira tersenyum lebar, dia ikut bahagia melihat ibu yang selama ini banting tulang untuk hidupnya, sebentar lagi akan jadi nyonya besar.
Lira hendak mencoba dress pink itu, ketika calon Ayahnya datang bersama 3 orang anak yang mengekor di belakang-nya.
"Sudah kau pilih, Liana sayang?" Aji langsung mengecup sesaat kening ibu Lira.
Lira yang melihatnya memalingkan muka dengan kedua pipi memerah. Orang tuanya yang bersikap mesra di tempat umum. Namun, dia yang malu.
"Belum, " Liana menjawab. "Baju-baju di sini sangat bangus. Aku kebingungan." ia terkekeh sembari menatap calon suaminya yang duda tampan.
"Bagimanan denganmu, Lira?" gantian Aji bertanya pada Lira yang berdiri di tengah-tengah mereka sambil menenteng dress pink yang di berikan si ibu.
"Su, sudah...Om." jawab Lira serayak menunjukkan dress di tangan.
"Baguslah." Pria itu sumringah, lalu mengacak rambut panjang Lira yang di kuncir ekor kuda.
Lira yang masih menganggap Aji orang asing, tertunduk canggung.
"Oya, kenalkan, mereka akan menjadi saudaramu Lira." Aji memberi kode pada anak-anaknya agar maju ke depan.
Dengan patuh, atau lebih tepatnya terpaksa patuh, ketiganya berjalan ke arah Ayah dan calon ibu serta adik tiri mereka.
"Ini Lira, anak dari Tante Liana." Aji memperkenalkan.
"Ha, halo..." Sapa Lira canggung.
"Ini, James." Aji menunjuk ke arah anak lelaki paling tinggi. "Tahun ini dia berusia 15 tahun."
Lira mencoba tersenyum. Namun, James hanya menyalami tanpa minta.
"Dia Jasmine," Aji sedikit membungkuk, ketika memperkenalkan anak perempuan-nya. "dengan adanya Lira, akhirnya kau punya teman main rumah-rumahan." ia mengerlingkan satu mata.
Jasmine terlihat senang mendengar ucapan si Ayah.
"Salam kenal, Lira." penuh semangat ia menjabat tangan calon adik tirinya.
"Salam kenal, kak Jasmine." Lira sumringah melihat respon Jasmine yang ramah dan terlihat lebih bersahabat dari pada James.
"Waah...senang ya, Lir." Si ibu meletakkan kedua tangan ke pundak anaknya. "Lira yang hanya anak tunggal, sekarang jadi punya banyak saudara."
Meski kikuk. Tapi, di akui memang Lira senang, karena ada Jasmine yang langsung bisa mengakrabkan diri dengan sikap cerianya.
"Kau masih punya satu saudara lagi."
Ucapan Aji membuat pandangan Lira terarah pada anak lelaki yang bertubuh paling kurus di antara mereka bertiga.
Diantara keramian toko, dia hanya menatap lurus ke arah jendela besar yang mengarah ke jalan raya.
Sikapnya berkesan tak peduli. Tetapi, wajahnya yang pucat, menimbulkan rasa iba.
"Johan!" panggil Aji.
Suara pria itu membuat detak jantung Lira meningkat dratis.
Ia kaget, sebab setahu dirinya, Aji adalah orang yang ramah dan tak pernah mengeluarkan suara bak petir menyambar.
Perlahan Johan berjalan lebih maju. Tatapnnya bertemu dengan Lira yang sedari tadi sudah memperhatikannya.
Seketika Lira beku, karena tatapan Johan terasa begitu kelam, seolah tak ada setitikpun cahaya kehidupan di dalam sana.
"Hai..." Ia menyapa.
"Ha, hai..kak Johan." Lira gugup.
Dia berusaha bersikap sewajarnya, meski tetap ada perasaan tak nyaman saat Johan memandang.