Deviant Love

Deviant Love

DesyM

5.0
Komentar
27
Penayangan
18
Bab

Kehidupan Windy berubah semenjak kematian Jimmy. Rangkaian pembunuhan mulai terjadi, dan para korban adalah mereka yang memiliki hubungan ataupun interaksi dengan Windy. Tuduhan serta dugaan negatif mulai menyerang. Di sisi lain, Windy juga menerima teror dari seseorang yang tidak diketahui. Apakah mereka adalah orang yang sama?

Bab 1 Sebuah Awal

Windy menyeka bulir keringat pada dahi. Nafas berat keluar dari belah bibirnya. Satu per satu box coklat berbagai ukuran ia pindai sembari berhitung dalam hati.

Pas. Semuanya dalam jumlah yang sama persis sebelum ia berangkat 2 jam yang lalu. Windy bergerak mendekati pintu balkon, dia buka lalu ia hirup udara senja yang menyapa hangat paras jelitanya.

Windy terpaku manakala netra kilaunya melihat serat lembayung yang terbentang luas di langit biru. Menarik kedua ujung bibirnya hingga membentuk sebuah kurva senyuman.

Lembayung senja selalu menjadi hal yang paling ia sukai. Selain wujudnya yang elok, menyaksikan langit berselimut oranye keemasan terbilang cukup jarang terjadi bagi Windy. Maka dari itu, Windy rela berdiam diri di jendela maupun pintu balkon demi menatap sang cakrawala.

"Windy, mau sekalian aku bantu nyusun barang?" Chacha, gadis bertubuh mungil dengan poni samping yang menutupi setengah dahi. Gadis itu baru saja selesai berkeliling memandang tiap sudut ruangan.

"Boleh deh, tolong susun barang-barang buat bagian dapur ya Cha? Aku susun buat yang di kamar, sisanya biar besok aja," ujar Windy menerima bantuan Chacha.

***

Matahari telah sepenuhnya berpulang ke ufuk barat. Begitu pula dengan Windy dan Chacha yang baru saja selesai menata barang. Keduanya kini sedang menunggu makan malam yang mereka pesan melalui aplikasi.

"Tumben orang tua kamu kasih izin buat tinggal sendiri dan pisah jauh dari mereka."

Chacha meneguk sekaleng soda ketika serbuk bumbu pada keripik kentang mulai membuat tenggorokannya tidak nyaman. Sembari menunggu hidangan utama datang, keduanya mengganjal rasa lapar lebih dulu dengan kudapan yang sempat mereka beli saat perjalanan kemari.

"Itu pun nggak mudah, Cha. Terutama Papa, kamu tahu sendiri kan Papa gimana."

Chacha mengangguk pelan.

Papa Windy adalah salah satu orang yang cukup over protektif terhadap Windy. Selain karena ia anak tunggal, hidup sendiri dan jauh dari orang tua tidak selalu menjadi pilihan baik untuk perempuan.

Wajar. Sampai sekarang pun, masih banyak orang tua yang enggan melepas jauh putri mereka. Menurut sebagian besar orang tua, sangat beresiko bagi kaum hawa tinggal seorang diri di luar sana. Apalagi insiden kejahatan lebih rentan terjadi pada wanita.

Akan tetapi, separuh dari mereka jadi merasa sulit untuk bergerak, terutama dalam meraih mimpi atau cita-cita.

"Aku harus yakinin Papa setiap hari. Terutama membangun kepercayaan Papa sama aku. Mama juga bantu supaya hati Papa luluh. Dan ya, usaha tidak menghianati hasil. Papa setuju, dengan syarat setiap akhir pekan aku harus pulang ke rumah orang tua, juga lebih rajin kasih kabar."

Sebenarnya, salah satu alasan kuat Windy diizinkan lepas karena kondisi kesehatannya. Perjalanan dari rumah ke kampus butuh menempuh waktu sekitar 1 jam lebih, bahkan bisa hampir 2 jam bila kondisi jalanan terlalu macet. Aktivitas kampus yang kian padat, ditambah lagi perjalanan pulang yang sangat menguras tenaga serta waktu, Windy akhirnya jatuh sakit dan dirawat.

Tidak ingin kondisi putrinya semakin memburuk, akhirnya orang tua Windy mengizinkan Windy tinggal di salah satu apartemen di tengah hiruk pikuk ibu kota.

"Eh, itu makanannya udah dateng."

Chacha sontak berdiri dan berjalan cepat menuju pintu utama. Diterimanya 1 kantong berukuran cukup besar yang berisi berbagai menu makanan yang mereka pesan.

"Terima kasih ya Pak," ucap Chacha.

Usai memberikan beberapa lembar uang, Chacha berbalik masuk, menaruh makanan di atas meja pantry lalu mengeluarkan semua kotak sekaligus membukanya.

Windy datang menghampiri dan duduk di salah satu kursi.

"Kamu besok ngampus Win?"

Windy menggeleng pelan seraya berujar, "aku nggak ada jadwal kuliah besok, jadi bisa fokus beresin sisa barang yang belum disusun," jelas Windy kemudian balik bertanya.

"Kamu sendiri gimana?"

"Aku ada kelas pagi besok. Cuman 4 sks sih. Dari jam 8 sampai jam 12 siang. Kalau kamu mau, besok pas pulang aku langsung ke sini buat bantu-bantu."

"Nggak usah Cha. Tinggal sedikit lagi. Tapi kalau kamu mau mampir buat main, aku welcome kok."

Ting!

Ting!

Ting!

Chacha dan Windy menoleh ke arah benda pipih yang tergeletak di sofa.

"Eh, siapa tuh? Papa kamu?"

Windy berjalan mendekat guna mengintip. Sebuah nama yang amat familiar terpampang di layar kunci. Nama yang akhir-akhir ini buat hari-hari Windy cukup terganggu.

"Siapa?" tanya Acha lagi.

"Bukan siapa-siapa," jawab Windy malas.

Baru saja mereka hendak menikmati makan malam, dering telepon Windy menjeda kegiatan mereka. Windy menghela nafas berat, dia kembali berjalan guna meraih gawainya. Ketika dilihat, lagi-lagi nama itu yang muncul.

Windy semakin gerah.

Dia langsung menekan tombol merah, kemudian mengaktifkan mode diam pada ponsel. "Siapa sih?" Chacha tetap melempar inti pertanyaan yang sama. Penasaran kian membuncah kala mendapati raut wajah Windy yang kurang bersahabat setelah ia mematikan telepon.

"Jimmy."

Windy duduk di salah satu kursi, meraih salah satu makanan dan menyantapnya. Chacha tidak berani untuk bersuara lebih, ia tahu bahwa Jimmy meninggalkan kesan kurang baik bagi Windy. Dan Windy memiliki alasan kuat atas itu.

Karena suasana mendadak suram, akhirnya mereka memutuskan menikmati makan malam dalam diam. Lagipula tampaknya kondisi hati Windy tidak secerah tadi.

***

Windy merasa tergelitik kala sinar mentari pagi menyapa hangat paras jelitanya. Cuitan para burung menarik kedua kelopak mata gadis muda itu terbuka secara perlahan. Windy menengok ke arah jam yang berada di atas nakas. Waktu baru menunjukkan pukul 8 pagi lebih 10.

Windy bangkit merubah posisinya menjadi duduk. Merenggangkan otot-otot tubuh, kemudian bersandar pada kepala ranjang. Diraihnya ponsel saat notifikasi pesan masuk dari sang ayah muncul.

'Windy, kamu udah bangun?'

'Udah sarapan?'

'Gimana lingkungannya di sana? Tetangganya pada baik, kan?'

'Ingat, kamu tuh perempuan. Apalagi jauh dari orang tua. Jangan suka keluyuran malam-malam, kalau urusan kampus sudah selesai, langsung cepat pulang. Perempuan rawan jadi incaran.'

Windy tersenyum membaca isi pesan dari ayahnya. Walau ayahnya cukup protektif, Windy tidak merasa risih ataupun jengkel. Dia malah merasa nyaman dan senang dengan bentuk perhatian sang ayah yang seperti ini.

Di umurnya yang sudah menginjak 21 tahun, Windy masih senantiasa menerima perhatian serta tuntunan dari orang tua. Berbeda dari teman-temannya yang dilepas sepenuhnya oleh orang tua mereka.

Windy bangkit dari tempat tidur. Perut rampingnya sudah bersuara untuk minta asupan makan. Karena kemarin dia tidak sempat membeli beberapa bahan, Windy putuskan untuk turun ke bawah. Kebetulan di lantai 1 apartemen ada mini market. Siapa tahu ada makanan siap saji.

Ketika Windy hendak menutup pintu lift, tiba-tiba sebuah suara menghentikan aksinya.

"Tunggu!"

Seorang pria dengan tinggi 185 senti, berkulit putih, rambut hitam legam, mata bulat serta tajam, melangkah masuk ke dalam lift.

"Terima kasih," ujarnya.

Sejenak Windy terkesiap. Terpesona akan paras menawan sang pria. Ditambah aroma musk dari tubuhnya perlahan mulai mendominasi ruangan 1,2 x 1 meter tersebut.

"Emm, ya, sama-sama." Windy buru-buru menutup pintu lift tatkala perutnya kembali menyerukan protes bersama sedikit rasa nyeri.

"Oh kebetulan, saya juga mau ke lantai 1." Pria berkata sembari tersenyum saat melihat tombol angka 1 menyala. Tubuhnya bersandar pada dinding lift, melihat panah merah yang bergerak turun pada layar display.

Hening.

Keduanya sama-sama terdiam. Hingga lift akhirnya sampai di lantai yang dituju, mereka keluar. Sebelum Windy melangkah lebih jauh, pria tadi kembali bersuara.

"Kamu orang baru ya di sini?"

Windy lantas berbalik, menatap balas netra pria yang memandangnya penuh keingintahuan. "Iya, saya orang baru," jawab Windy sekenanya. "Oh gitu, tinggal di apartemen nomor berapa?" Pria itu kembali melempar tanya.

"26."

"Wah, ternyata kita tetangga. Saya tinggal di apartemen nomor 27. Semisal butuh bantuan atau apapun, bisa ketuk pintu apartemen saya."

"Iya Mas, makasih. "

"Kalau begitu saya duluan."

Pria itu beranjak pergi keluar gedung. Meninggalkan kesan ramah dan supel bagi Windy. Justru Windy merasa senang karena memiliki tetangga seperti pria tadi. Sayangnya, mereka lupa untuk saling bertukar nama.

Drrt! Drrt!

Ponsel Windy bergetar. Ada panggilan masuk dari Chacha. Langsung saja ia menekan tombol ikon berwarna hijau. Di seberang sana, Chacha memanggil nama Windy dengan nada gelisah dan gemetar. Kemudian, Chacha melontarkan sebuah untaian kalimat yang sukses buat Windy membeku di tempat.

'Jimmy meninggal, Win.'

─── To Be Continue

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

kodav
5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku