Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Delayed Love
5.0
Komentar
807
Penayangan
69
Bab

Reina Valeria tidak pernah menyangka jika ia akan kembali bertemu dengan seorang laki-laki, tepatnya setelah lima tahu ia berusaha melupakan sosok laki-laki itu setelah sakit hati yang dialami. Rian Nataharja, laki-laki yang namanya pernah ada di dalam hati Reina, tahunya kini menjadi manajer di tempat gadis itu bekerja. Sebenarnya, apakah yang terjadi antara Reina dan Rian? Peristiwa apa yang terjadi antara si siswa teladan dan si siswi bodoh itu ketika keduanya masih sekolah dulu?

Bab 1 Awal Mula

Suasana kelas tampak ramai karena hampir semua murid kelas tiga pariwisata -jurusan perhotelan, sudah datang. Terlihat Reina si siswi ceria namun terkenal bodoh, tengah mengobrol seru dengan beberapa temannya. Gayanya yang sedikit tomboi dengan rambut panjang yang dikuncir kuda, menjadi ciri khasnya sebagai seorang siswi biasa saja,tetapi paling heboh di kelasnya.

Suara riuh nan membahana dalam ruangan itu seketika sunyi saat seorang siswa tampan muncul di pintu kelas, yang datang bersama beberapa murid lainnya. Dia adalah Rian, siswa paling pintar di kelas perhotelan tersebut.

Meja di mana Reina berada mendadak heboh karena kebiasaan mereka yang sangat senang menggoda gadis tersebut.

"Shut, si Rian tuh! Ehem!" goda Anita ke Reina.

Ya, bukan rahasia lagi kalau Reina si siswi tomboi dan bodoh itu memiliki perasaan suka pada sosok Rian. Dan bukan rahasia umum juga jika berkali-kali Reina ditolak oleh Rian ketika gadis itu menyatakan perasaannya.

Pagi itu di mana untuk yang entah untuk keberapa kalinya, Reina berencana untuk menyatakan perasaannya kepada sang pujaan hati, lagi.

Reina yang merasa waktu belajar mereka di sekolah hanya tersisa beberapa minggu lagi itu, merasa harus mengambil kesempatan di waktu-waktu terakhirnya.

Ya, mereka adalah murid kelas tiga yang hanya tinggal menghitung hari saja demi menyiapkan sejumlah ulangan dan ujian sekolah sebelum akhirnya lulus. Dan Reina pun sudah memantapkan dirinya untuk menguatkan hati jika kali ini Rian harus kembali menolaknya.

Kini, ketika siswa tampan dan teladan itu berjalan menuju bangku-nya, Reina dengan penuh percaya diri beranjak dari posisinya untuk menghampiri sosok si siswa pintar tersebut.

"Reina! Please!" rajuk Jefry yang tak rela jika gadis yang ia sukai harus kembali dipermalukan oleh si siswa teladan karena penolakan yang dilakukan.

Tapi sepertinya Reina tak acuh dan ia tetap meneruskan rencananya. Siswi itu pun berjalan semakin dekat.

Kini tatapan penasaran bukan hanya berasal dari meja di mana teman-teman Reina berkumpul saja, tetapi seluruh murid di kelas itu melihat ke arah Reina yang tampak ceria berjalan mendekati Rian.

Semua menahan napas saat langkah kaki sang siswi bodoh itu berhenti dan berdiri tepat di tepi meja Rian. Rian yang tahu ada sosok yang kerap mengganggunya itu berdiri di samping meja belajarnya, tampak pura-pura buta dan tidak melihat siswi tersebut.

Keheningan begitu terasa di ruangan itu bahkan suara bel tanda jam pelajaran dimulai pun tak mereka indahkan. Tak terkecuali Pak Tana -guru F & B, yang juga terdiam di ambang pintu ketika suasana hening sangat terasa saat ia baru akan masuk di jam pertama pelajarannya di kelas tersebut.

Begitu guru paruh baya itu melihat ke arah satu titik di mana bangku paling depan yang ditempati Rian -si siswa teladan, adalah titik pusat bagi semua mata murid-muridnya, guru itu pun memilih diam demi ingin mengetahui drama apalagi yang hendak dibuat oleh Reina, siswi yang paling terkenal karena kebodohan dan keseruannya itu.

Detik waktu terus berlalu, baik Reina atau Rian si tokoh utama pagi itu masih sama-sama membisu. Rian malah bersikap cuek dengan membuka buku tebal di tangannya. Ia membiarkan keheningan ruangan kelas itu terjadi. Keheningan yang disebabkan oleh kegilaan yang hendak Reina lakukan, yang pastinya sudah bisa ia tebak oleh otaknya yang pintar.

Reina terlihat menghela napas dan melepasnya kasar. Tak lama kemudian, gadis tujuh belas tahun itu menjulurkan kedua tangan untuk menyerahkan sebuah amplop merah muda ke hadapan Rian.

"Rian, untuk yang kesekian kalinya aku mau kamu tahu bahwa aku menyukaimu. Aku jatuh cinta padamu sejak dulu, yaitu sejak kita masih duduk di bangku kelas satu yang sama, sampai sekarang. Aku tidak tahu apakah ini terakhir kalinya aku akan menyatakan perasaanku padamu atau tidak, mengingat waktu kita yang memang hanya sedikit lagi. Tapi, meski aku tahu kamu akan menolakku lagi, minimal terimalah surat dariku ini. Aku tidak berharap kamu membalas suratnya, tetapi bacalah untuk pertama kalinya setelah surat-surat sebelumnya kamu tolak."

Tak ada yang bersuara setelah kalimat pernyataan cinta yang Reina sampaikan selesai. Semua murid termasuk Pak Tana menunggu reaksi atau respon yang akan Rian berikan.

Mereka melihat kedua tangan Reina masih menjulur di depan Rian, menunggu. Sedangkan siswa itu masih belum bergeming dari posisinya. Hingga sebelah tangan Rian pun bergerak dan terangkat ke atas. Sebuah senyuman muncul di bibir Reina ketika melihat respon yang Rian berikan. Kedua matanya berbinar bahagia karena Rian akan menerima amplop yang ia berikan.

Bukan hanya Reina, tetapi semua teman satu geng-nya pun ikut tersenyum bahagia. Hanya Jefri saja yang tampak kesal, ia tak suka melihat pemandangan di depannya itu.

Namun, sepertinya kebahagian memang belum Tuhan takdirkan untuk Reina rasakan. Ketika Rian sudah mengambil amplop berwarna merah muda dari tangan Reina, dengan pandangan mata tak berkedip menatap wajah teman perempuan di depannya yang masih tersenyum bahagia, Rian dengan gaya lambat merobek amplop tersebut menjadi empat bagian. Lalu menyerahkan kembali robekan amplop itu ke tangan Reina yang masih terjulur.

"Kalau kamu sudah tahu jawabannya, mengapa masih saja memaksaku untuk membaca tulisan yang tidak penting ini? Jangan melakukan tindakan bodoh karena otakmu yang bodoh itu!"

Deg! Kembali Reina harus mengalami patah hati. Meski ini sudah berulang kali terjadi bahkan ia pun sudah mempersiapkan semuanya, tetapi entah mengapa penolakan kali ini membuat hatinya merasakan sakit yang amat sangat.

"Rian!" seru seorang siswa dari arah belakang.

Terdengar langkah cepat menuju ke arah Reina yang terdiam dan Rian yang masih menatap benci pada temannya itu. Lalu,

Bugh!

Sebuah pukulan keras tepat mengenai wajah Rian yang tidak siap akan terjangan yang ternyata Jefri lakukan.

"Jefri!" teriak Reina terkejut.

Sontak keadaan kelas pun menjadi riuh. Sebagian siswa yang lain mencoba menghentikan Jefri yang sepertinya akan kembali menghajar Rian. Lalu sebagian siswa lain yang didominasi para siswi mencoba menolong Rian yang jatuh tersungkur ketika harus mendapat bogeman dari Jefri. Pak Tana yang tadi diam berdiri di ambang pintu pun merangsek masuk dan mencoba menghentikan kehebohan itu.

"Kalau kamu memang enggak suka sama si Reina, minimal kamu jangan mempermalukan dia dengan kalimat yang menyakitkan!" seru Jefri masih dengan tubuh yang ditahan oleh teman satu geng-nya, termasuk Reina yang memegang tangan lelaki itu.

Rian tersenyum ketika mendengar kalimat pembelaan yang meluncur dari mulut Jefri, lelaki yang ia tahu menyukai perasaan suka pada Reina. Dalam posisinya yang masih duduk di lantai dengan darah yang menghiasi sudut bibirnya, Rian pun bicara.

"Dia sendiri yang mempermalukan dirinya. Bersikap tidak tahu malu sejak dulu. Aku yang lelaki saja malu sedangkan dia yang seorang perempuan malah bertingkah memalukan dengan menyatakan perasaannya yang sudah sangat jelas dia tahu jawabannya."

"Rian!" teriak Jefri lagi. Inginnya lelaki itu berkata kasar pada si siswa teladan, tetapi melihat Pak Tana ada di depannya membuat ia hanya mampu berteriak memanggil nama Rian sembari menggeretakkan giginya.

Rian terlihat berdiri. Reina si siswa bodoh itu pun melihat ketika lelaki yang ia sukai itu bersusah payah bangun setelah jatuh tersungkur tadi. Darah yang tadi sempat ia lihat di sudut bibir Rian, sudah terhapus dengan tisu yang Angela berikan. Ya, si murid pintar lainnya yang kerap mencari muka di hadapan sang siswa teladan, tampak membantu Rian berdiri dan kemudian menatap ke arah Reina dan kelompoknya.

Kedua mata Reina sudah memerah menahan tangis, sedangkan mata Jefri sudah bisa dipastikan merah karena menahan amarah. Lantas Rian, lelaki itu malah terlihat biasa bahkan menatap sinis ke arah gadis yang tak pernah bosan mengganggunya.

"Seharusnya kamu itu membalas perasaan suka yang temanmu miliki dan bukan terus menerus menggangguku. Dulu aku biasa saja saat awal-awal kegilaanmu dimulai, tetapi sekarang kamu sudah membuatku muak dengan segala tingkah lakumu itu!"

Plak!

Kali ini adalah tamparan yang spontan Reina berikan. Sebuah tamparan yang membuat seluruh siswi menutup mulut mereka karena terkejut. Tak terkecuali Pak Tana yang masih berdiri di sebelah Rian.

"Sudah cukup! Cukup!" ucap Reina dengan suara bergetar menahan emosi.

"Reina," Kompak semua teman satu geng menatapnya, lirih bersuara.

Reina yang tidak sadar akan perbuatannya, seketika menunduk dan membungkuk menatap wajah gurunya yang sejak tadi diam saja.

"Maafkan saya, Pak Tana! Saya izin ke toilet sebentar.

Sedetik kemudian, Reina pun beranjak keluar kelas. Meninggalkan seluruh temannya yang masih berdiri membeku. Termasuk Rian yang masih diam di posisinya, seperti terkejut akan tindakan yang Reina lakukan padanya dengan lelehan air mata yang terlihat mengalir di wajahnya.

***

Note:

- F&B = Food and Beverage, makanan dan minuman. Salah satu departemen yang membidangi area restoran, termasuk di dalamnya bagian dapur dan pastry, juga restoran bagian depan.

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ummu Amay

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku