Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Di siang hari yang sangat terik, di musim panas, sorang pria tengah duduk santai
di kursi eksklusif di puncak gedung pencakar langit yang paling tinggi di kota Bolivia.
Sudah beberapa menit berlalu, tetapi dia masih setia memegang benda berukuran persegi
panjang kecil itu, sambil sesekali memainkan layarnya yang terus hidup.
Setelah berapa kali mencoba, akhirnya ia mendapatkan jawaban. Itu terlihat dari kedua
sudut bibirnya terangkat, menampilkan sebuah senyum kecil yang merekah.
“Jam berapa kau akan sampai?” Sebuah pertanyaan yang sangat antusias terdengar dari
sambungan telepon itu.
{Maafkan aku, tapi untuk beberapa hari ke depan, aku masih belum bisa kembali.}
Jawaban yang sangat menyakitkan hati. Jawaban ini memang sudah dapat diprediksi sebelumnya,
hanya saja kali ini, pria yang bernama Issa Gavriel Crawford itu sedang menguji peruntungannya.
{Seharusnya pemotretanku sudah selesai hari ini, hanya saja agency-ku memberi kabar
bahwa malam ini ada perjamuan. Di sana
akan banyak sekali para petinggi-petinggi perusahaan yang akan hadir. Pihak agency memintaku untuk hadir agar mempermudah mereka mendapatkan tawaran kontrak untuk iklan produk mereka. Izz, kuharap kau memahamiku.}
Belum selesai rasa kecewa di hati Issa, yang akrab dipanggil Izz, itu, wanita yang
sedang diteleponnya itu memberikan penjelasan yang semakin membakar jiwanya.
“Lily Stanton, tidak bisakah kau melepaskan pekerjaanmu untukku? Aku bisa
memberikan apa pun untukmu tanpa kau harus bekerja keras seperti ini.” Siapa pun yang mendengar suara pria ini pasti akan sangat merasa iba, karena suara itu terdengar dengan penuh permohonan dan ketidakberdayaan.
{Izz, ini adalah mimpiku. Bukankah kita sudah
sepakat untuk kau tidak melarangku mengejar impianku ketika kita akan menikah 4 tahun yang lalu?}
Jawaban itu lagi dan lagi menambah rasa kekecewaan Issa terhadap Lily Quande
Stanton, wanita yang sudah 3 tahun berstatus sebagai istrinya.
“Aku mengerti kau sangat ingin mengejar kariermu, tetapi, aku juga membutuhkanmu. Aku ini suamimu, sayang.” Issa sangat memelas, berharap dengan begitu Lily mau mendengarkan dirinya.
{Izz, sudahlah, jangan bersikap seperti anak-anak. Kita ini sudah sama-sama dewasa. Jangan
berlebihan seperti ini!}
Jawaban yang sangat tidak berperasaan!!!
Issa tersenyum mengejek. Ini seperti lelucon yang paling lucu yang pernah ia dengar di sepanjang perjalanan hidupnya.
“Anak-anak? Jadi, ketika seorang suami meminta waktu istrinya sendiri, adalah sebuah sikap
kekanak-kanakan? Lily Quande Stanton, bagaimana sikap gilamu terhadap mimpi-mimpimu hingga mengabaikan aku, kau yang lebih jelas dari siapa pun!”
Issa mulai meninggikan nada bicaranya. Ia sangat kecewa.
Sementara di seberang sana pun, Lily sudah mulai terpancing amarah.
{Lalu, katakan padaku, apakah salah jika seorang istri mengejar mimpinya?}
Issa juga tidak mau kalah, “Apakah dengan cara menghabiskan seluruh waktumu di luar?
Lily, aku juga membutuhkanmu! Apa yang tidak bisa kuberikan padamu? Dunia ini pun, bisa kuberikan padamu kalau kau mau!” Issa mulai memohon kembali.
Lily menggelengkan kepalanya. Dia masih tetap dengan pendiriannya.