Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pria Simpanan
5.0
Komentar
4
Penayangan
5
Bab

Barra Iskandar, seorang seniman di bidang musik, tiba-tiba dihubungi oleh adik junior semasa kuliahnya yang kini merupakan istri dari salah satu konglomerat, bernama Hana Wiradiana, dan mereka pun bertemu. Awalnya, Barra hanya sekedar sebagai tempat Hana mencurahkan keluh kesahnya mengenai rumah tangganya namun hubungan itu berlanjut menjadi hubungan yang lebih intim. Di saat bersamaan, Barra bertemu dengan seorang gadis yang juga memiliki bakat seni, bernama Reyna Kharisma. Diawali oleh rasa kagum lalu rasa itu pun berlanjut menjadi cinta di antara mereka namun Barra harus dihadapi kenyataan yang tak ia sangka bahwa Reyna ternyata adalah adik kandung dari wanita yang memiliki affair dengannya.

Bab 1 Chat dari Adik Junior

"... Kau tidak tidur?"

"Aku tidak bisa tidur ...."

"Kau menangis? Hei, apa karena tadi?"

"...."

"Baiklah kita bisa mencobanya lagi sebentar, tadi aku belum siap saja ... aku masih memikirkan mamaku."

"Tidak perlu! Aku sudah memikirkannya ...."

"Maksudmu? Kau tidak ingin hamil?"

"Aku tau kau tidak ingin menikah denganku, kan?"

"Bukan begitu ... aku hanya ...."

"Aku sudah beli tiket, besok aku akan berangkat ke Beijing!"

"Ke Beijing? Apa maksudmu?"

"Aku ingin melanjutkan kuliahku saja, aku sudah dapat beasiswa."

"Hei ... kau tidak pernah bilang kalau kau-"

"Aku sudah memikirkan baik-baik, lebih baik aku kuliah dan merebut harta nenekku daripada harus menunggu pengecut sepertimu!"

Pengecut ....

Pengecut ....

***

Untuk kesekian kalinya, smartphone milik pria bersurai cat blonde itu berbunyi lagi. Mata karamelnya melirik sekilas, nomor yang tengah menghubunginya tidak terdaftar di kontaknya. Ia menatap layar handphone-nya yang terus bordering, menerima panggilan telepon dari orang yang tidak terdaftar di kontak handphone-nya merupakan hal yang tidak biasa baginya, ia pun memilih tidak memedulikan panggilan itu dan membiarkan handphone-nya terus berdering hingga diam dengan sendirinya.

Tidak lama kemudian, handphone-nya kembali berdering namun kali ini menandakan ada satu chat yang masuk. Dengan malas pria itu meraih handphone-nya dan membaca chat yang masuk.

'Kak Barra, ini aku, Hana.'

Kening pria bernama Barra itu langsung mengerut. Hana? Barra merasa ia tak mengenal gadis maupun wanita bernama Hana untuk saat ini. Segera Barra membalas chat dari orang bernama Hana itu.

'Maaf, ini Hana siapa?'

Seseorang bernama Hana langsung membalas chat dari Barra barusan.

'Aku adik junior Kak Barra, kita kuliah di kampus yang sama. Kak Barra ingat, kan?'

Ah, akhirnya Barra mengingat seseorang bernama Hana ini. Ia mengingat bahwa ia memang memiliki adik junior bernama Hana saat di kampus, bahkan gadis bernama Hana itu pernah berusaha mendekatinya saat mereka pernah berada dalam kelompok diskusi yang sama. Namun Barra tidak begitu yakin apakah Hana yang kini tengah menghubunginya adalah gadis yang dahulu ia kenal karena setelah gadis itu menikah dengan salah satu pria konglomerat, ia tak lagi mendengar kabar gadis itu.

Oh, kini adik juniornya itu bukan lagi seorang gadis tapi ia adalah wanita yang sudah berkeluarga. Lagi pula, ia juga tak begitu akrab dengan adik juniornya itu walaupun semasa itu Hana mencoba mendekatinya namun ia tetap respek dengan sifat lembut dan bersahaja wanita itu.

Barra langsung menghubungi Hana melalui panggilan telepon untuk memastikan apakah Hana yang menghubunginya itu adalah Hana yang ia kenal.

Tut ... Tut ....

"Halo, ya Kak?" sapa suara wanita bernama Hana itu.

"Halo, apakah ini Hana Wiradiana?" tanya Barra memastikan.

"Iya, benar," jawab Hana cepat-cepat, "aku Hana Wiradiana, angkatan 2008, kita pernah satu kelas juga beberapa semester."

"Hey, bagaimana kabarmu?"

"Aku ...," terdengar ragu Hana menjawab, "aku baik saja ...."

"Oh, syukurlah. Ngomong-ngomong, kau dapat nomorku darimana?" tanya Barra penasaran.

"Itu ... dari teman ...."

Kening Barra mengerut lagi. Dari teman? Barra yakin bahwa ia sudah lama putus komunikasi dengan teman-teman sekampusnya dan ia cukup tertutup untuk memberikan nomor handphone-nya ke orang lain selain urusan pekerjaan. Ia jadi penasaran darimana wanita itu mendapati nomornya.

"Oh, ya ... ada apa menghubungiku?" tanya Barra penasaran.

"Um ... bisakah kita bertemu?"

Barra tampak berpikir, menimbang-nimbang permintaan adik juniornya itu. Sebenarnya, ia sudah lama tidak lagi berkomunikasi apalagi bertemu dengan teman lama maupun teman di masa kuliahnya namun karena penasaran ia juga ingin memastikan apakah Hana yang sedang berbicara dengannya kini adalah Hana adik angkatannya.

"Baiklah, kau mau kita bertemu dimana?"

"Di Cafe Unix, sekitar jam dua belas siang," jawab Hana, "apa kau bisa?"

Barra melirik jam dinding yang menghiasi dinding kamarnya, sudah jam sebelas lewat dan dia belum mandi tapi masih ada waktu untuk siap-siap. "Oh, mungkin aku agak telat nanti."

"Tidak masalah, aku bisa menunggu."

Segera pria itu menutup handphone-nya dan dengan malas bergegas dari singgasana pembaringannya. Sebenarnya, bertemu dengan wanita bersuami bukanlah hal yang ia sukai, tapi entahlah, mungkin karena wanita itu memiliki urusan dengannya dan ia ingin tahu urusan apa itu. Ia mau menanggapi wanita itu karena respek saja, dahulu wanita itu ia kenal sebagai gadis baik-baik dan bersahaja di kampus, walaupun saat itu wanita itu mendekatinya, mungkin karena menaruh hati juga padanya.

Barra yang seorang pria yang terkenal sebagai 'Womanizer' kampus tahu diri tidak akan mengganggu seorang gadis baik-baik, itulah alasan dia menjauhi wanita itu dahulu kala. Dan saat ini ia masih menghormati wanita itu, sebagai adik juniornya yang baik.

Dengan celana jeans dan baju kaos putih, pria itu masih terlihat seperti masih muda. Usia tiga puluh satu tahun sama sekali tak tampak di raut wajahnya, dia tetap terlihat sebagai pria dewasa yang tampak muda. Mungkin itu juga yang membuat para gadis-gadis masih terpesona memandangnya.

***

Wanita cantik dengan kulit putih pucat dan warna lipstick merah merona di bibirnya yang sintal. Rambut hitam legam sebahu begitu senada dengan warna matanya yang gelap, begitu kontras dengan kulit putih pucatnya. Dress hitam berbahan lace menutupi tubuhnya yang mungil, membuatnya terlihat sangat elegan sebagai seorang lady dari pria jutawan.

Tapi, mata hitam legam itu menyiratkan sesuatu sehingga tampak sendu menunggu kedatangan seseorang. Entah apa yang ada di pikiran wanita cantik itu hingga membuatnya tampak sedih, saat ini yang ia inginkan segera bertemu dengan pria yang sudah lama tak ia temui. Entah sudah berapa tahun yang pasti sebelum ia menikah dan kini ia memiliki anak gadis berusia tujuh tahun.

"Hai ...."

Terdengar suara bariton seorang pria yang masih familiar di telinganya. Lama tak jumpa namun ia masih mengenal siapa pemilik suara pria yang terdengar elegan itu. Ia menoleh ke arah pria bernama Barra dan matanya membulat melihat perubahan yang cukup signifikan pada seniornya itu.

Barra yang dahulunya terlihat tampan dan bersih namun saat ini pria itu makin terlihat tampan, bentuk rahangnya yang tegas dengan sedikit jenggot yang menghiasi pipi dan dagunya membuatnya tampak jauh lebih dewasa, badannya juga lebih tegap dan kokoh. Makin tua makin tampan, pria itu selalu tampak menjadi pria idamannya, dahulu maupun saat ini.

Sementara Barra begitu pangling melihat sosok Hana yang sekarang, benar-benar banyak perubahan. Dahulu, saat wanita itu masih menjadi seorang gadis, dia adalah sosok gadis yang cantik dengan penampilan yang selalu sederhana dan santun. Begitu berbeda dengan saat ini, dengan fashion dan make-up yang membuatnya semakin tampak cantik dan anggun, benar-benar membuatnya terlihat wanita yang mewah.

"Lama tak jumpa, Hana," ucap Barra.

Sementara Hana masih bergeming dengan kekagumannya akan pria yang kini berdiri tak jauh darinya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Jessica Wuu

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku