Pesona pembantuku seakan membuatku lupa kalau aku ini adalah seorang lelaki beristri. Baca kisah serunya sampai ending
"Mas, kuperhatikan perilaku Sekar akhir-akhir ini kok aneh ya," seru istriku saat kami tengah menyantap hidangan sarapan pagi.
"Aneh gimana maksud kamu?" tanyaku dengan jantung yang sedikit berdebar.
"Kamu merhatiin nggak, badannya agak gendutan sekarang," ucapnya dengan raut wajah heran.
"Wajar aja sih, berat badan yang bertambah itu bukan suatu keanehan. Yang aneh itu kamu, kayak gitu aja dipikirin," sahutku.
"Bukan hanya itu Mas, kemarin dia kepergok makan mangga muda di kamar!"
Sontak aku terkejut mendengarnya hingga air minum yang tengah kutenggak menyembur keluar dari dalam mulutku.
"Kamu kenapa, Mas? Kok kaget gitu?"
"M--anu, nggak ah. Kamu kenapa sih ngajak aku cerita di saat makan? Buat orang keselek aja!" gerutuku yang kehilangan selera makan seketika, lalu pergi meninggalkannya yang tengah duduk dengan ekspresi heran di kursi meja makan.
Aku langsung menuju toko yang berada di sebelah rumah. Untuk sejenak menenangkan pikiran.
Ketika aku sampai di sana, tampak Sekar, pembantu di rumahku sedang menyapu lantai toko. Ia merangkap bekerja di dua tempat, di rumah dan juga di sini tentunya.
Aku berjalan cepat dan menghampirinya. Namun sebelum itu, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, guna memastikan tak ada orang yang melihat ataupun mendengarkan percakapan kami.
"Sekar, kamu kok ceroboh banget sih makan mangga muda di kamar!" desisku sambil mencengkram lengannya hingga terlihat dia menahan sakit.
"Maaf Mas, namanya orang lagi ngidam, nanti bayinya ngences kalau nggak dituruti," jawabnya dengan menundukkan kepala.
"Ah mana ada seperti itu, kamu nggak boleh percaya mitos. Istri saya sudah tau apa yang kamu lakukan dan sekarang dia keheranan atas tingkah kamu," keluhku pada wanita yang masih berusia 22 tahun itu.
"Maaf Mas, saya sudah berusaha menyembunyikannya di dalam kamar, tapi entah mengapa Mbak Mia bisa mengetahuinya," jawabnya sedih.
"Saya sudah peringatkan sama kamu, jangan pernah tunjukkan tanda-tanda kehamilan di rumah, dengar kamu!" bentakku, dan dia hanya mengangguk takut serta menitikkan butiran bening dari sudut matanya.
Aku menghela napas berat.
"Ya sudah, sekarang kamu pergi, sana!" usirku dengan mendorong tubuhnya agar menjauh dariku sebelum ada orang yang memergoki kami.
"Papa ...?" panggil Dinda dari kejauhan.
"Ya Sayang," Aku mencoba mengatur napas agar tak kelihatan panik di hadapan bocah 10 tahun itu.
"Anterin aku ke sekolah ya, Pa," rengeknya yang sudah standby dengan atributnya seperti tas dan topi merah bertuliskan SD.
"Maaf ya, Sayang, bukannya Papa ngggak mau anterin Dinda ke sekolah. Sekarang kepala Papa lagi pusing banget. Untuk hari ini, Dinda dianter sama mama dulu ya," ucapku dengan lembut kepada putriku satu-satunya itu. Semoga saja dia tidak merajuk dan bisa mengerti kondisiku sekarang ini.
"Hmm ... ya sudah kalau begitu, Dinda mau minta anterin mama aja," tukasnya, lalu berjalan pergi meninggalkanku.
Aku tak berbohong pada Dinda. Kepalaku memang terasa nyeri bagai dihantam dengan batu yang berukuran besar.
Kini aku telah dihadapkan dengan masalah yang sangat berat.
Terutama semenjak Sekar mengatakan kalau dia telah mengandung anakku.
Seketika perasaanku menjadi luluh lantak. Penyesalan terdalam muncul di dasar hati. Bagaimana kalau hal ini diketahui oleh Mia? Dan apakah ia bisa menerima semuanya lalu memaafkanku begitu saja?
Kurasa tak semudah itu.
Dan bagaimana keadaan rumah tangga kami selanjutnya? Jujur, aku tak ingin berpisah darinya. Karena Mia adalah cinta pertama semenjak duduk di bangku SMA sampai 12 tahun pernikahan kami.
Aku tergugu, duduk di kursi kasir. Terlihat mobil Mia sudah jalan dengan Dinda yang melambaikan tangan kepadaku dari kaca jendela mobil. Keluarga ini sudah cukup sempurna dan bahagia, seharusnya. Dan tanpa mereka ketahui, diam-diam aku telah menghancurkan senyum indah mereka.
Pria seperti apa aku ini?
Maafin aku, Mia.
Dinda, masih maukah engkau memanggilku papa, di saat kau sudah mengetahui semuanya?
Hal ini tak mungkin bisa disembunyikan terus menerus. Perut Sekar semakin lama tentu akan semakin membesar.
Sedangkan semua orang juga tau kalau wanita itu tak pernah keluar rumah. Jangankan punya pacar, teman saja tak ada. Dia pembantu yang dipingit oleh Mia.
Arrgghhh...!
Pikiranku benar-benar kacau sekarang.
Buku lain oleh Melati putih
Selebihnya