Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
****
Bagian 1:
*****
Plak!
Bunyi tamparan keras menggema ke sepenjuru ruangan. Ezra menyentuh pipi kirinya yang terasa perih dengan ujung jari. Menatap pada Randa, ayah sekaligus orang yang baru saja menghantam wajahnya dengan telapak tangan.
Pria paruh baya itu menatap Ezra nyalang. "Apa-apaan, kau menyuruh Sella bercerai denganku. Dasar anak kurang ngajar!"
Ezra balas menatap tidak kalah dingin. "Lalu bagaimana dengan papa? Kalau aku kurang ngajar lantas papa apa? Orang brengsek?"
"Kamu!" Randa melotot, pipinya memerah karena amarah. Kembali dia layangkan tamparan keras di pipi Ezra membuat anak lelaki satu-satunya itu mengerling tajam, tapi dia bahkan tidak protes maupun menghindar.
"Jaga ucapanmu!" bentaknya, "apa ini yang diajarkan Sella padamu? Berani-beraninya kau mengatai papamu sendiri."
"Papa?" ulang Randa. Mengabaikan memar pun lebam di wajahnya, Ezra menatap papanya dengan sorot merendahkan. "Orang sepertimu mana bisa disebut sebagai orang tua. Menjijikan. Kenapa orang sepertimu yang harus menjadi ayahku."
Plak!
Lagi, tamparan Randa melayang ke wajah Ezra membuat laki-laki itu kian menggila saja.
"Pukul saja aku. Pukul! Rasa sakit ini enggak sebanding dengan apa yang mama rasain. Dasar manusia menjijikkan. Ah! Tidak, perilakumu terlalu rendah hingga menyamai binatang!"
Dihina dan direndahkan oleh putranya sendiri, Randa kian naik pitam. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya kemudian terangkat dan melayang ke wajah Ezra membuat pemuda itu tersungkur di lantai. Namun, saat ia hendak mendekat untuk kembali melayangkan pukulan di tubuh anak semata wayangnya seseorang menerobos masuk dan langsung menghampiri Ezra.
"Cukup, Paa! Jangan pukul Ezra lagi." Sella Maladiva, dengan air mata bercucuran memeluk erat putranya yang baru menginjak usia dewasa. Dia menatap sedih pada wajah putranya yang kini dihiasi oleh lebam dan bercak darah.
"Sella ... kamu jangan membela anak kurang ajar sepertinya!" hardik Randa.
Mendongak, Sella memandang suaminya. "Lantas aku harus membela siapa? Kau yang jelas-jelas bersalah dan bermain api di belakangku?" tanya Sella, suaranya gemetar karena amarah yang tertahan.
Dengan memeluk Ezra, Sella menumpahkan segala emosi dan rasa sakitnya pada Randa. "Tega-teganya kau melakukan perbuatan hina itu. Di mana kau bertemu dengan jalanh itu, Paa? Apa kurangnya aku selama ini sampai kau berpaling dan berkhianat?"
Suara Randa tiba-tiba saja seperti tercekal di kerongkongan. Pria itu tidak bisa mengatakan apapun lagi untuk membalas apa yang dikatakan oleh Sella. Wanita yang sudah lebih dari 20 tahun dinikahi olehnya.
Selama ini Sella sudah mengabdikan hidupnya sebagai seorang istri dan ibu yang baik bagi Ezra. Melihat wanita hebat itu menangis dan terluka, Randa dihinggapi penyesalan, tapi terlalu malu untuk mengakui jika dirinya bersalah.
Gadis remaja itu yang duluan menggodanya. Tiba-tiba hadir di kehidupan Randa, membuat ia terjerat dan terjerumus.
Randa jatuh berlutut. "Sella," ucapnya, seolah segala kemarahannya yang sempat membuncah telah hilang, sirna. "Maaf ... maafkan aku."
Sella dan Ezra menatap Randa dengan ekspresi yang berbeda. Sella terlihat begitu sedih dan terpukul, tapi Ezra tampak muak sekali dengan sang papa.
Bangun, Ezra melepaskan diri dari pelukan Sella dan meninggalkan ruangan kerja sang papa. Memberikan ruang bagi orang tuanya untuk berbicara, menyelesaikan masalah mereka.