/0/24873/coverorgin.jpg?v=3bb5d9f52074eb9898689abd6ad7c196&imageMogr2/format/webp)
"Ya ampun, mampus gue!"
Kepanikan terlihat di wajah cantik wanita berusia dua puluh satu tahun bernama Neysa Ayunda. Dia akan menghadapi ujian pagi ini. Kalau telat, dia harus mengulang sendirian. Wanita berbola mata cokelat itu baru saja memakai pakaiannya. Penampilan sedikit berubah, tidak seperti biasanya.
Dia tidak lagi memakai kemeja dengan kaos di dalamnya. Penampilan Neysa sekarang terlihat sedikit lebih feminim dari sebelumnya, memakai jeans dan baju wanita sewajarnya. Wajahnya sudah sedikit diberi make up dan lipbalm untuk menambah kesegaran bibirnya.
Langkah kakinya terayun menuju meja makan. Wanita tua yang satu-satunya dia miliki di dunia ini telah menunggu kehadirannya.
“Maaf ya, pagi ini kita sarapan apa adanya. Dagangan nenek kemarin lakunya sedikit, jadi kita nggak bisa...”
“Iya, Nek. Nggak apa-apa. Apapun yang Nenek masak untukku, adalah menu terenak yang aku sukai. Jadi, nenek nggak perlu merasa bersalah ya,” ujar Neysa, mengembangkan senyumnya.
“Syukurlah, kamu memang cucu nenek yang paling baik.”
“Selalu dan selamanya, Nek,” ucap Neysa, seraya memeluk neneknya.
Setelah itu, dia mengambil posisi di depan neneknya. Lalu mereka menikmati sarapan yang apa adanya tersebut. Neysa menghabiskan sarapannya dengan cepat, karena dia harus segera ke kampus. Dia meneguk teh hangatnya dan berniat untuk beranjak.
“Neysa, kamu sehat, kan?” tanya sang Nenek.
“Emangnya kenapa, Nek?”
“Penampilanmu lucu,” ledek Mira.
Sebenarnya Mira lebih senang penampilan Neysa yang sekarang. Namun, karena ia baru melihatnya, sehingga ia merasa lucu melihat cucunya tampil feminim.
“Ih! Nenek apaan sih. Ngeledek deh,” keluh Neysa, tampak malu.
“Nggak jelek kok. Malah ini penampilanmu yang paling cantik. Kalau kayak gini, baru cewek namanya,” sahut Mira yang terlihat senang dengan perubahan cucunya. “Pasti karena Exel, kan?”
“Nggak karena siapa-siapa kok, Nek,” dalih Neysa. Dia mengembangkan senyumnya. “Exel itu baik, Nek. Aku berpenampilan gimana pun, dia tetap akan sayang aku, Nek,” sambungnya terkekeh.
“Masa sih,” ledek sang nenek lagi.
“Ihh, Nenek reseh deh. Udah ya, aku berangkat dulu.”
Wanita cantik itu lalu mengecup punggung tangan neneknya sebelum beranjak. Dia melangkah penuh semangat menuju motor matik pink kesayangannya.
Sebelum ia melajukan motor dan meninggalkan kediamannya. Lagu selow, turut menghiasi paginya seraya menikmati macetnya kota Jakarta pagi ini.
Imajinasinya pun melayang. Dia membayangkan jika kelak akan memakai gaun berwarna putih di acara pernikahannya, sangat romantis. Lalu diringi lagu “Beautiful in White” seperti yang dia impikan selama ini.
“Uhh, aku nggak sabar ingin menjadi nyonya Exel,” ucap Neysa.
Dia menyalakan motor, dan menarik gasnya dengan santai. Dia tidak ingin buru-buru mengemudi motornya, dan memilih menikmati setiap detik waktunya hingga tiba di kampus.
Di tengah perjalanan, sebuah mobil menabrak genangan air sisa hujan kemarin. Hingga membuat pakaian Neysa basah dan kotor. Emosinya meluap, langsung mengejar mobil sedan merah tersebut.
Sesampainya di depan sedan merah itu, dia menghentikan motornya di depan mobil yang tengah melaju itu. Dengan cepat mobil itu berhenti mendadak.
“Woy, bosan idup lo?” teriak seorang pria yang mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil.
Neysa tampak kesal, lalu melepas helmnya. Dia ingin membuat perhitungan dengan pria itu. Lalu menghampiri pemilik mobil itu dengan penuh amarah. Tanpa diduga, pemilik mobil juga keluar dari mobilnya.
“Napa lo? Mau marah?” tanya pria asing itu.
“Mobilmu udah membuat pakaianku kotor, ngerti!”
“Iya udah, marah aja sama mobilnya. Silakan!” seru pria itu dengan ekspresi yang menyebalkan.
Neysa benar-benar kesal dengan sikap pria di depannya. Bukannya minta maaf, malah memamerkan wajah yang menyebalkan.
“Kenapa? Lo nggak tahu caranya marah sama mobil?” ejek pria itu.
Neysa merasa buang waktu berada di tempat itu. Dia langsung menendang tulang kaki pria itu, hingga membuatnya menjerit.
“Mampus lo,” ujar Neysa, dan bergegas naik ke motornya.
“Woy, tunggu lo. Arghhh, sakit!” jerit pria itu.
Neysa tidak peduli dengan keadaan itu. Dia memilih meninggalkan pria tak tahu diri itu. Sepanjang perjalanan, dia menggerutu dan mengumpat-umpat pria sombong itu.
***
Neysa baru saja membuka ponselnya ketika tiba di parkiran kampus. Dia membaca pesan dari sang kekasih tercinta. Lantas bibirnya membentuk senyuman setelah tiga kalimat itu ia baca.
Segera ia membalasnya dengan perasaan bahagia. Jangan tanya sebahagia apa Neysa hari ini, tidak bisa dideskripsikan dengan apapun, sangat bahagia.
“Thanks ya! Gue seneng lo selalu menyapa pagi gue dengan kata-kata manis lo.”
Neysa membalas pesan kekasihnya. Ketika selesai mengetik pesan tersebut, dia lalu turun dari motornya dan melangkah menuju lobi fakultas. Tanpa diduga dua sahabatnya sudah menunggu Neysa.
“Ney, Wait! Wait!” panggil Linda.
Neysa pun berhenti melangkah. Dia menduga ada hal yang ingin disampaikan oleh sahabatnya. Tentu saja ratusan pertanyaan sudah siap dia terima dari dua sahabat yang super kepo ini.
“Cieee, yang udah nggak LDR lagi,” ejek Serly.
“Hemmmm! Katanya bosen LDR mulu,” ledek Linda lagi. “Sekarang udah enak dong endehoy-nya,” ledeknya lagi.
/0/7117/coverorgin.jpg?v=0488c2f07bd899e58e09bfd23532f27d&imageMogr2/format/webp)
/0/16738/coverorgin.jpg?v=78834ef12abc12ccf44e059c7fbc7d75&imageMogr2/format/webp)
/0/7998/coverorgin.jpg?v=5575add4ad5a02e722cc49d8bbe4012d&imageMogr2/format/webp)
/0/12072/coverorgin.jpg?v=4eab18104d90369d4fb0372bd91d7015&imageMogr2/format/webp)
/0/17676/coverorgin.jpg?v=c838b304dcffa7016fddab1360bd3c1c&imageMogr2/format/webp)
/0/21474/coverorgin.jpg?v=3c0dabddd10d96d6a46e25c83ae3acc7&imageMogr2/format/webp)
/0/12689/coverorgin.jpg?v=5f18ad5d904360b470f1120a07894116&imageMogr2/format/webp)
/0/21036/coverorgin.jpg?v=59d063bb8c8dcdf0fd1287fee0456278&imageMogr2/format/webp)
/0/8546/coverorgin.jpg?v=fbf9b0193808dfbf370ab42642e71e9f&imageMogr2/format/webp)
/0/18381/coverorgin.jpg?v=d9bc88ac68a7d05c397fcbb99a23090e&imageMogr2/format/webp)
/0/21621/coverorgin.jpg?v=fea238469818ea92d629a4bbbdbf5f64&imageMogr2/format/webp)
/0/6686/coverorgin.jpg?v=8f57c8487015cd2c6ba77b57592e0dbc&imageMogr2/format/webp)
/0/8094/coverorgin.jpg?v=66e57ae9fa36a1754fd96f0abedfde6d&imageMogr2/format/webp)
/0/13634/coverorgin.jpg?v=0dc0548ead96d92736c8b70bde21c855&imageMogr2/format/webp)
/0/4771/coverorgin.jpg?v=8ec0d29754a1f5159cce6c56379d94fc&imageMogr2/format/webp)
/0/17646/coverorgin.jpg?v=4693eb1f308e7c9df243c456c2e24735&imageMogr2/format/webp)
/0/6794/coverorgin.jpg?v=fb3ce2b048de258e8219a58d91966140&imageMogr2/format/webp)
/0/10520/coverorgin.jpg?v=8362ba6365a8e12a64ad0ca121db53d4&imageMogr2/format/webp)
/0/15464/coverorgin.jpg?v=15c4d835dc23743e030f516500379289&imageMogr2/format/webp)