/0/20472/coverorgin.jpg?v=4fb0d865e04144e38b7702a58751c292&imageMogr2/format/webp)
Sion Alexander Robin, seorang pria dengan reputasi yang tak tertandingi, adalah CEO utama dari Robin Group, sebuah perusahaan raksasa yang berada di kota Mayro.
Namun dua hari terakhir, dunia di sekitarnya terasa tidak normal lagi. Orang-orang kini berjalan melewatinya seolah dia tidak ada.
Setiap kali Sion mencoba berbicara, suara yang keluar dari mulutnya, seperti tidak terdengar. Tangannya yang dulu menggenggam kendali perusahaan besar, kini tak mampu menyentuh apapun.
"Oh, Tuhan. Ada apa denganku? Apa aku sudah mati?"
Pria ini bicara sendiri, tapi tidak ada yang bisa menjawab pertanyaannya. Apakah dia sudah mati? Jika iya, mengapa dia masih ada di dunia ini? Jika belum, lalu mengapa semua orang mengabaikannya?
Sion yang putus asa duduk di sebuah bangku taman. Seperti biasanya, taman ini penuh dengan suara anak-anak bermain atau pasangan yang bercengkerama, tapi tetap tidak ada satupun pandangan yang menoleh padanya.
Membuat Sion semakin frustasi, pria ini mengurut pelispisnys, sambil mencoba mencari jawaban atas apa yang terjadi.
Tapi ketika dia sedang tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba seorang gadis muda duduk di sebelahnya. Gadis itu terlihat sederhana, dengan setumpuk dokumen di tangannya.
Ia sempat menoleh ke arah Sion dengan senyuman, membuat Sion terkejut, tapi masih diam.
"Sialan dosen itu! Tugas akhir tidak disetujui, biaya kuliah menunggak, gaji kecil, dan sekarang ada ancaman pemecatan karena aku dianggap aneh!"
Gadis ini menarik napas panjang, mengomel tanpa henti pada dirinya sendiri.
"Dasar hidup keparat! Kenapa aku harus dilahirkan jadi miskin?"
Sion tetap diam mendengarkan gadis itu bicara sendiri, tapi Sion terus memperhatikan wajahnya, sampai akhirnya gadis itu menoleh ke arah Sion lagi.
"Hei, Bung? Kenapa kau terus menatapku, hah? Apa kau punya masalah yang sama denganku?" tanya gadis itu.
Sion sangat terkejut saat mata gadis ini tertuju padanya. Mata Sion langsung membelalak tidak percaya.
"Hey! Kenapa kau ini? Oh, ya ampun, santai saja! Aku hanya bertanya, kenapa kau seperti baru melihat Lucifer di siang bolong?" tanya gadis itu lagi.
"Apa kau bisa melihatku?" Sion bertanya dengan suara berat.
Gadis muda ini tertawa, tapi setelah itu, ia menggelengkan kepala dengan jengkel
"Tentu saja bisa. Kau duduk di sini seperti orang yang putus asa, apa masalah mu lebih berat dariku, tuan?"
Sion memegang kepalanya, ia merasa semakin bingung. Kenapa gadis ini bisa melihat dirinya, sementara orang lain tidak bisa.
"Kau ini orang yang aneh. Oh, Ya Tuhan ... Aku punya banyak masalah dalam hidup, dan sekarang aku malah bertemu orang aneh sepertimu. Sudahlah!" gadis penggerutu itu pergi dari sana.
"Tunggu! Jangan pergi! Siapa namamu?" Sion berteriak, memohon pada gadis itu.
"Roura. Namaku Roura! Sudah yah! Aku punya banyak tugas yang harus diselesaikan, tagihan yang harus dibayar, dan bos yang siap memecatku. Maaf, aku tidak punya waktu untuk sekedar makan malam atau berjalan-jalan."
Roura kembali melangkah pergi, tidak menoleh sedikit pun lagi pada Sion.
Sementara Sion masih terpaku di tempatnya, merasa semakin bingung. Kenapa gadis bernama Roura itu bisa melihat dirinya, pria ini langsung berdiri dan mengikuti Roura dari belakang.
Roura sampai di sebuah kedai kopi kecil, tempat ini adalah tempat Roura bekerja paruh waktu. Begitu ia membuka pintu, aroma kopi dan suara mesin espresso menyambut, tetapi tak ada kehangatan di wajah sang manajer.
Pak Will, adalah pemilik kedai kopi kecil ini. Ia berdiri dengan tangan bersilang di dekat meja kasir. Ekspresi lelah dan penuh kebosanan terpampang jelas di wajahnya.
Roura tersenyum manis pada pria itu, tapi Pak Will hanya cemberut. "Ayolah, Pak Will. Tersenyumlah padaku! Aku tidak terlambat kan? Dan aku sudah membawa satu pelanggan lagi untukmu." Roura mencoba membujuk.
"Tuan, kemarilah! Kau akan minum secangkir kopi kan?" ucap Roura pada Sion.
Pak Will menoleh ke arah belakang Roura. Tapi tidak ada satupun orang yang ada di sana matanya menyipit pada Roura. Merasa jika karyawannya ini sedang bercanda padanya.
Roura berbisik. "Pria itu mengikuti aku dari taman tadi."
Pak Will menggeleng kepala, semakin kesal dengan sikap Roura. "Cukup, Roura. Kau mulai bersikap aneh lagi, kau sudah membuat beberapa pelanggan takut minggu lalu. Ingat? Wanita yang sampai keluar sambil menangis, karena kau bilang ada kakeknya di belakangnya? Lalu kau akan mencoba lelucon yang sama padaku, hmh?"
/0/21808/coverorgin.jpg?v=a27e59dfdfa7428e1907847d1fffdca9&imageMogr2/format/webp)
/0/12689/coverorgin.jpg?v=5f18ad5d904360b470f1120a07894116&imageMogr2/format/webp)
/0/21036/coverorgin.jpg?v=59d063bb8c8dcdf0fd1287fee0456278&imageMogr2/format/webp)
/0/8094/coverorgin.jpg?v=66e57ae9fa36a1754fd96f0abedfde6d&imageMogr2/format/webp)
/0/6794/coverorgin.jpg?v=fb3ce2b048de258e8219a58d91966140&imageMogr2/format/webp)
/0/7222/coverorgin.jpg?v=fa840bf8f80501551acf4848587246b5&imageMogr2/format/webp)
/0/2816/coverorgin.jpg?v=2ed09aa055dd5fd6f7e3ce84946236ff&imageMogr2/format/webp)
/0/12072/coverorgin.jpg?v=4eab18104d90369d4fb0372bd91d7015&imageMogr2/format/webp)
/0/17676/coverorgin.jpg?v=c838b304dcffa7016fddab1360bd3c1c&imageMogr2/format/webp)
/0/16738/coverorgin.jpg?v=78834ef12abc12ccf44e059c7fbc7d75&imageMogr2/format/webp)
/0/21474/coverorgin.jpg?v=3c0dabddd10d96d6a46e25c83ae3acc7&imageMogr2/format/webp)
/0/7117/coverorgin.jpg?v=0488c2f07bd899e58e09bfd23532f27d&imageMogr2/format/webp)
/0/8546/coverorgin.jpg?v=fbf9b0193808dfbf370ab42642e71e9f&imageMogr2/format/webp)
/0/18381/coverorgin.jpg?v=d9bc88ac68a7d05c397fcbb99a23090e&imageMogr2/format/webp)
/0/21621/coverorgin.jpg?v=fea238469818ea92d629a4bbbdbf5f64&imageMogr2/format/webp)
/0/6686/coverorgin.jpg?v=8f57c8487015cd2c6ba77b57592e0dbc&imageMogr2/format/webp)
/0/13634/coverorgin.jpg?v=0dc0548ead96d92736c8b70bde21c855&imageMogr2/format/webp)
/0/4771/coverorgin.jpg?v=8ec0d29754a1f5159cce6c56379d94fc&imageMogr2/format/webp)
/0/17646/coverorgin.jpg?v=4693eb1f308e7c9df243c456c2e24735&imageMogr2/format/webp)
/0/10520/coverorgin.jpg?v=8362ba6365a8e12a64ad0ca121db53d4&imageMogr2/format/webp)