Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Sugar Daddy untuk Pricilla

Sugar Daddy untuk Pricilla

Memey

5.0
Komentar
109
Penayangan
5
Bab

Warning area 21++ khusus dewasa Banyak adegan s*ksualitas. Sejak saat Aron mengenalkan yang namanya kenikmatan bercinta pada Prisil, wanita itu menjadi candu. Sayangnya Prisil harus melanjutkan studinya di Amerika, dititipkan pada adik tiri ayahnya. Namun ternyata, tidak ada Aron, paman Derry adik tiri ayahnya pun jadi. Ikuti petualangan nikmat Prisilla!

Bab 1 Pertengkaran orang tuaku

"Daniel, aku tahu kamu menyembunyikan jalang itu di villa. Jangan mencoba membohongiku, aku bukan perempuan bodoh!"

"Lalu apa masalahmu? Kamu sendiri membawa pria berondong mu ke villa beberapa minggu lalu dan aku tidak protes."

Sayup-sayup ku dengar suara mami berteriak lantang, saling sahut menyahut dengan suara papi.

Aku yakin emosi diantara keduanya sedang tinggi-tingginya, terbukti bahwa suara itu bahkan menggema di rumah mewah kami.

Rumah ini besar, empat lantai. Dan seharunya tidak semenggelegar itu.

"Ckkk-- aku muak melanjutkan pernikahan penuh kepura-puraan ini." Sentak mami nyalang.

Wanita itu menghempaskan pintu kamar dan masuk kedalam.

Ku lihat papi hanya memijat batang hidungnya pasrah, pria berwajah bule itu berjalan kearah sofa dan menghempaskan tubuhnya.

Aku hanya bisa menggigit bibir menahan perih yang menggerogoti hati. sudah terlalu sering bertengkar, dan selalu hanya karena hal yang sama. Selingkuh, dan sama-sama selingkuh.

Pertengkaran demi pertengkaran itu membuatku trauma, ku fikir untuk apa menikah?

Bukankah menikah itu untuk menyatukan dua jiwa yang saling mencintai?

Lalu mami dan papi ku ini kenapa? Apa mereka dari awal memang tidak saling mencintai?

Lalu mengapa mereka menikah?

Aku berjalan pelan ke arah sofa dimana papi duduk, ku hempaskan bokongku disamping papi.

"Pricil, kamu dari tadi disana?" Tanya papi menoleh kepadaku.

Ini yang kusukai dari papi, seberat apapun masalahnya, semarah apapun dia, dan selelah apapun papi, dia tetap akan menyapaku hangat dan lembut. Berbeda dengan mami yang hanya menyapaku sesuai moodnya saja.

"Hem," hanya deheman pelan yang mampu keluar dari bibirku.

"Maaf yah, kalau kamu mendengar semuanya."

"Tidak apa-apa pih, aku sudah terbiasa." Jawab ku lesu.

Papi mengusap rambutku lembut.

"Sepertinya pernikahan mami dan papi tidak bisa lagi diselamatkan. Selama ini, alasan kami bertahan hanya karena kamu. Kakakmu sudah berada di London, dan tinggal kamu yang kami nanti untuk menyelesaikan sekolah menengah mu."

"Papi dan mami yakin akan bercerai?" Tanya ku sendu.

"Papi tidak yakin, namun mami sudah yakin. Pernikahan kami sulit diselamatkan. Kami saling menghianati Sil. Namun papi harap kamu mengerti, terlalu berat hidup tanpa menyentuh wanita diusia papi yang masih tiga puluh delapan ini."

Aku mengangguk, membenarkan ucapan papi. Aku paham hal-hal setabuh itu, meski tidak mengerti mendetail.

"Terserah kalian saja. Toh, aku lulus tinggal sebulan lagi pih. Tinggal menunggu pengumuman."

"Kamu mau ikut papi atau mami?"

Ku Hela nafas panjang, pertanyaan ini yang selalu ku takuti, tidak bisakah tidak perlu memilih keduanya. Mereka orang tua yang sama-sama egois.

Setelah perceraian, akan ada drama tuntutan harta gono-gini, lalu hak asuh anak.

Sejujurnya perceraian mereka akan membuatku malu pada teman-teman ku.

Apa yang akan kukatakan pada mereka, aku yang tumbuh besar dikeluarga Cendana tiba-tiba saja akan menjadi anak broken home.

"Aku ingin kuliah di Amerika, jadi tolong tidak perlu memperebutkan hak asuh atas diriku. Aku akan punya hidup sendiri pih."

"Kalau begitu, kuliah dan tinggallah di rumah uncle Derry."

"Uncle Derry? Siapa dia?"

"Adik tiri papi, dia tinggal disana. Bekerja di perusahaan bonavied. Kamu akan suka tinggal dirumahnya. Rumahnya luas dan fasilitas lengkap. Dan unclemu itu jarang pulang."

"Apa kami pernah bertemu?"

Sejujurnya aku tidak begitu ingat nama-nama saudara papi, mereka kebanyakan tinggal di Amerika karena memang ayahnya papi orang Amerika.

"Pernah, waktu kamu masih SD. Umurnya hanya terpaut tujuh tahun dari mu. Berbeda empat tahun dari kakakmu Alan."

Aku mengangguk-angguk, memang tidak ingat jika kita pernah bertemu.

"Apa mami akan setuju?"

"Kita bicarakan nanti malam."

"Kalau begitu Prisil izin keluar, harus mengembalikan semua buku-buku yang Prisil pinjam diperpustakaan."

Papi mengangguk setuju, dan aku kembali berlari kedalam kamar mengganti pakaian tidur yang melekat ditubuhku dengan rok jeans selutut dan hodie berwarna putih.

Ku susun semua buku-buku yang akan ku bawa, cukup berat.

Setelahnya aku kembali turun kelantai bawa dengan menggendong buku-buku yang akan ku bawa.

Ku masukkan semua buku-buku tadi kedalam mobilku dikursi penumpang, setelahnya barulah aku masuk kesana dan mulai membawa mobilku meninggalkan rumah mewah orang tuaku.

****

Jalanan cukup macet, jakarta dijam-jam seperti ini memang sedang padat.

Setelah berhasil melewati macet yang menyebalkan, aku akhirnya tiba diperpustakaan nasional.

Aku menurunkan kakiku dari mobil, membiarkan kaki jenjang dengan kulit mulusku terpapar sinar matahari.

"Pricil"

Suara teriakan seorang pria membuatku menoleh, tampak Aron, teman sekelasku melambaikan tangan.

"Hai."

Aron melangkah mendekat, berdiri disampingku.

"Mau ngapain?"

"Balikin buku"

Aron mengangguk, dan aku memilih acuh. Ku buka pintu mobil dan meraih buku-buku yang ada dikursi penumpang.

Mobil miniku mau tak mau memaksaku menunduk untuk mengangkat buku-buku itu.

Aku lupa jika saat ini hanya mengenakan rok span mini, dengan segitiga berwarna merah didalamnya.

Saat menunduk tak sengaja bokongku menyentuh, entah bagian tubuh mana Aron. Namun pria itu tidak bergerak sedikitpun, seolah membiarkan bokongku yang padat menggesek tanpa sengaja bagian tubuhnya.

"Hahh, berat sekali." Keluhku kesal.

Aron tampak tergagap, ekor mataku melirik bahwa pria itu tampak memejam sejenak, tadi.

"Ohh, Prisil kemarikan bukunya, biar aku bantu bawa!"

"Apa tidak apa-apa?"

"Tentu saja!"

Aron meraih buku-buku itu dari gendonganku. Tanpa sengaja tangannya menabrak bagian dadaku. Seketika wajah pria itu memerah malu.

"Maaf!"

"It's okay."

Aron adalah siswa paling pintar dikelas. Sebenarnya sepanjang kebersamaan kami tiga tahun di SMA, aku dan Aron jarang berinteraksi.

Tidak begitu dekat.

Dan aku cukup terkejut dengan respon hangat pria itu diluar sekolah.

Aron terkenal dingin dan acuh, jadi beberapa anak akan segan mendekatinya.

Ku ikuti langkah kaki Aron memasuki perpustakaan.

Pria itu menggendong buku-buku itu ke arah penjaga perpustakaan. Ku lirik sekilas, tampak Aron bersenda gurau akrab dengan penjaga perpustakaan itu. Artinya Aron memang sering berada disini.

Pantas saja dia pintar.

"Biar ku susun ditempatnya bibi!" Ku dengar Aron berkata demikian, kemudian melangkah meninggalka6n meja penjaga perpustakaan dan membawa buku-buku ku ke rak.

"Aron, kamu terbiasa melakukan ini?" Tanyaku pelan.

"Iya, ini menyenangkan."

Aku mengangguk, angguk. Pasti memang menyenangkan berada disini dibandingkan dirumah yang seperti neraka seperti rumahku.

Ku ekori langkah Aron, Pria itu mulai menata kembali buku-buku itu di raknya.

Aron ini tampan, bukan hanya tampan, namun sangat tampan malah

Bibirnya kemerahan, sepertinya tidak pernah tersentuh nikotin.

Tubuhnya atletis, padahal dia masih SMA tapi ototnya sudah sangat terbentuk.

Dan celananya, entah karena aku yang terlalu berfikiran vulgar, atau memang bentuknya seperti itu. Dimataku celana itu begitu sesak akan sesuatu yang menonjol dibawah sana.

"Ehhemm--," Aron mendehem pelan, menatap ku yang masih terpaku menatap kearah celananya.

Tatapan Aron mengikuti arah mata ku, "apa yang kamu lihat?"

Astaga, rasanya aku ingin menenggelamkan tubuhku dimanapun sekarang.

Benar apa katanya, apa yang aku lihat?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku