Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Sore itu, langit kota dipenuhi warna oranye keemasan saat matahari perlahan tenggelam di balik gedung-gedung pencakar langit. Alyssa, seorang wanita karier sukses berusia 42 tahun, melangkah dengan anggun memasuki lobi hotel mewah tempat acara reuni perguruan tingginya diadakan. Gaun hitam panjang yang ia kenakan membingkai tubuhnya dengan sempurna, memancarkan aura percaya diri yang membuat banyak orang menoleh saat ia melewati mereka. Namun di balik senyumnya yang memukau, tersimpan luka yang tak pernah sepenuhnya sembuh-luka dari pernikahan yang gagal bertahun-tahun lalu.
Alyssa mencoba menyingkirkan kenangan itu dari pikirannya saat ia memasuki ballroom yang dipenuhi oleh tawa dan suara musik. Malam itu seharusnya menjadi malam nostalgia, bertemu teman-teman lama dan berbagi cerita hidup yang beragam. Namun ada sesuatu yang berbeda di hatinya. Ia merasa hampa, meskipun ia telah mencapai puncak karier yang diimpikan banyak orang. Perceraian yang ia alami lima tahun lalu masih meninggalkan jejak luka, dan meski ia telah mencoba berbagai cara untuk mengatasinya, kesendirian itu tetap menghantui.
Di sudut lain ruangan, Adrian, pria berusia 45 tahun dengan rahang tegas dan tatapan mata yang tajam, berdiri sambil mengaduk minumannya. Adrian baru saja melalui perceraian yang melelahkan, dan meskipun ia berusaha tampak tenang, dalam hatinya ia merasakan kekosongan yang mendalam. Selama bertahun-tahun, ia terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, bertahan hanya demi anak-anaknya. Setelah semuanya berakhir, ia merasa kehilangan arah-dan malam ini, ia datang ke reuni lebih sebagai pelarian dari kenyataan.
Saat pandangan Adrian tertuju ke arah pintu, ia terdiam sesaat. Matanya terpaku pada sosok Alyssa yang baru saja memasuki ruangan. Ada sesuatu yang memikat dari wanita itu, bukan hanya penampilannya yang menawan, tetapi juga cara ia membawa dirinya-seolah-olah ia memiliki kendali penuh atas hidupnya.
Dalam sekejap, Adrian merasa ada percikan yang membangkitkan perasaannya yang sudah lama mati.
Alyssa tak menyadari tatapan Adrian saat ia melangkah menuju meja koktail, mengambil segelas anggur putih dan menyesapnya perlahan. Namun, ketika ia berbalik, pandangan mereka bertemu. Mata mereka saling terkunci, dan dunia di sekitar mereka seolah-olah berhenti. Sejenak, Alyssa merasakan sesuatu yang sudah lama hilang-perasaan tertarik pada seseorang.
Adrian mendekat, langkahnya mantap dan penuh keyakinan. Saat akhirnya mereka berdiri berhadapan, senyum tipis terukir di wajah Adrian. "Alyssa, kan? Kita pernah satu kelas di fakultas dulu."
Alyssa tersenyum samar, mencoba mengingat. "Adrian, bukan? Aku ingat kamu... meskipun kita tidak pernah terlalu sering bicara."
Percakapan mereka dimulai dengan basa-basi yang hangat, tetapi seiring dengan waktu, suasana di antara mereka mulai berubah. Ada ketegangan di udara, ketegangan yang sulit dijelaskan. Percakapan mereka semakin dalam, menyentuh topik-topik pribadi tentang kehidupan, perceraian, dan kesepian yang mereka rasakan setelah bertahun-tahun terjebak dalam pernikahan yang gagal.
"Lucu, ya," kata Adrian dengan nada rendah, tatapannya tetap pada mata Alyssa. "Kita menghabiskan sebagian besar hidup kita mencari kebahagiaan dalam pernikahan, tapi akhirnya menemukan diri kita lebih hampa daripada sebelumnya."
Alyssa menyesap anggurnya lagi, merasakan kehangatan alkohol menyebar di tubuhnya. "Ya, ironi yang menyakitkan," jawabnya dengan senyum getir. "Kita pikir kita tahu apa yang kita inginkan, tapi kenyataannya jauh berbeda."
Dalam percakapan itu, mereka saling menemukan cermin dari rasa sakit dan kerinduan masing-masing. Percikan yang mereka rasakan sejak awal berubah menjadi api kecil yang mulai menyala. Di bawah lampu redup ballroom, suasana semakin intim, seolah-olah hanya ada mereka berdua di ruangan itu.
"Aku butuh udara segar," ucap Alyssa tiba-tiba, merasa dadanya sesak oleh campuran emosi yang menggelegak di dalam dirinya.
Adrian menatapnya sejenak sebelum mengangguk. "Ayo, aku akan menemanimu."
Mereka melangkah keluar dari ballroom menuju teras hotel yang sepi. Udara malam yang sejuk menyentuh kulit mereka, memberikan sedikit ketenangan setelah ketegangan di dalam. Namun, ketenangan itu hanya sementara. Saat mereka berdiri berdampingan, Adrian tak bisa menahan diri lagi. Tangannya menyentuh lengan Alyssa dengan lembut, dan ketika ia menoleh, mata mereka kembali bertemu, kali ini dengan hasrat yang tak terbendung.
"Aku tak tahu apakah ini tepat, tapi..." Adrian berbisik pelan, sebelum kata-katanya terhenti oleh tindakan yang lebih mendalam. Bibirnya perlahan mendekati bibir Alyssa, dan dalam sekejap, mereka tenggelam dalam ciuman yang intens, penuh gairah dan kerinduan. Ciuman itu seolah-olah melepaskan semua beban yang selama ini mereka bawa. Di dalam ciuman itu, ada kejujuran-kejujuran tentang keinginan mereka, luka mereka, dan harapan yang tak pernah mereka ungkapkan.
Malam itu, di bawah langit malam yang gelap, Alyssa dan Adrian menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar kenangan masa lalu. Mereka menemukan awal dari sesuatu yang baru-sesuatu yang penuh dengan ketidakpastian, tetapi juga gairah yang telah lama hilang dari hidup mereka.
Tetapi di balik api yang baru saja menyala itu, mereka tahu bahwa perjalanan mereka ke depan akan dipenuhi dengan tantangan.