Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
“Kau yakin tidak akan menginap, Bro?” Satu suara terdengar dari seorang pria berwajah tampan. Dia adalah Lukas. Pria itu tersenyum cerah ke arah sahabatnya.
Untuk meraih gelar master dalam bisnis, ia dan teman-temannya dikirim ke daerah yang cukup pelosok dan ditugaskan untuk mengembangkan usaha di daerah itu.
Karena letaknya yang jauh dari perkotaan, sebagian besar teman mereka memilih untuk menginap di indekos yang disediakan. Tak terkecuali Juan.
Pria itu tergoda untuk menginap. Namun, ayah dan ibunya tengah berlibur dan menitipkan ketiga adiknya hingga ia harus pulang dan memeriksa keadaan mereka.
“Aku akan pulang dan kembali ke sini besok pagi,” ucap pria berwajah tampan itu.
“Sayang sekali,” tutur Lukas seraya menggelengkan kepala, “Padahal anak-anak sudah menyiapkan ini.”
Lukas sedikit membuka tasnya dan memperlihatkan beberapa botol kaca berisi minuman. Mereka berniat berpesta malam ini dan Juan hanya tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala.
“Ck.” Lukas mendecak. “Kau itu terlalu baik, Juan. Sesekali kau harus menjadi lelaki yang nakal,” tuturnya.
“Aku tidak akan meraih keinginanku jika menjadi seperti itu,” jawab Juan seraya memasukkan beberapa barangnya ke dalam tas.
“Memangnya, apa keinginanmu?” Lukas bertanya penasaran.
Namun, Juan tidak menjawabnya. Pria itu memilih meraih tasnya dan beranjak pergi dari sana.
“Hati-hati! Katanya, malam ini akan turun hujan deras!” Lukas berseru, tetapi Juan tidak menjawab dan terus berjalan pergi. Meninggalkan indekos tempat menginap dan melangkah menuju mobilnya.
Nama pria itu adalah Juan Mateo Naratama. Pria itu sedang menempuh pendidikan S2 di sebuah kampus elit. Tak banyak yang mengetahui bahwa pria itu adalah pewaris utama dari Naratama Group. Wajahnya yang tampan dengan tubuh tinggi atletis membuat Juan digemari banyak wanita. Sayang, pria itu selalu bersikap cuek.
Juan sangat pemilih soal wanita. Impiannya adalah menikahi wanita yang setara dengannya dan bagus babat, bibit, bobotnya. Paling tidak, Juan ingin menikah dengan seseorang yang mirip ibunya: lembut, penuh kasih, dan bermartabat. Oleh sebab itu, pria itu terus menjaga sikap dan menolak menjadi laki-laki tidak benar.
Begitu Lukas beranjak memasuki mobil, sebuah petir menyambar. Awan gelap semakin mendekat di kejauhan. Ia harus pergi sebelum turun hujan deras.
Pria itu sudah menyalakan mobilnya, tetapi perhatiannya teralihkan oleh seorang perempuan yang berdiri cemas di sebuah halte terdekat.
Dia adalah Sheela, seorang mahasiswi yang dijuluki sebagai Dewi Keberuntungan. Jelas, julukan itu tidak dibuat untuk memujinya, melainkan untuk merendahkannya karena Sheela berasal dari keluarga miskin yang beruntung bisa kuliah bersama mereka.
Mana mungkin mendapatkan bis malam-malam seperti ini? Ditambah, akan turun hujan deras, pikir Juan.
Juan berniat mengabaikan gadis itu dan melajukan mobilnya. Akan tetapi, ia terpaksa harus menginjak rem saat tahu-tahu gadis itu merentangkan tangan di depan mobilnya.
“Ada apa?” Juan bertanya dengan dingin melalui kaca jendela yang sedikit terbuka.
Wajah Sheela terlihat cemas dan tergesa.
“Apakah aku bisa menumpang di mobilmu? Ada keadaan mendesak dan aku harus kembali malam ini juga,” ucap Sheela dengan gelisah.
“Tidak,” jawab Juan tanpa berpikir panjang.
Jika gadis itu berpikir ia akan merasa kasihan dan membantunya, maka salah besar.
Juan sangat menjaga dan membatasi lingkungan pertemanannya. Ia tak akan sudi berada satu mobil dengan gadis miskin seperti Sheela.
Tanpa mendengarkan penjelasan Sheela lebih lanjut, Juan kembali melajukan mobil sport hitamnya. Sekilas, matanya melirik ke arah kaca spion mobil. Terlihat Sheela kembali ke halte dan menunggu. Hujan mulai turun dan udara bertambah dingin hingga gadis itu mulai memeluk tubuhnya yang menggigil.
Juan sangat ingin mengabaikannya. Namun, dia mengingatkan Juan akan adik perempuannya. Ia tak akan tega membiarkan adiknya terjebak dalam situasi seperti itu.
“Sial.” Juan bergumam.
Tanpa pikir panjang, dia memundurkan mobilnya hingga berhenti tepat di hadapan Sheela seperti sebelumnya.
“Naiklah,” tukas pria itu dengan tidak ramah. Wajahnya terlihat kusut.
Terlihat jelas pria itu terpaksa melakukannya. Meski demikian, akhirnya Sheela benar-benar beranjak masuk dan duduk di kursi penumpang mobil sport itu.
“Te—terima kasih,” ucapnya.
“Hanya sampai kota!” Juan berkata dengan dingin. “Aku akan langsung menurunkanmu begitu tiba di kota,” tukasnya dengan alis mengerut sempurna.
Sheela hanya menanggapi ucapan dingin itu dengan anggukan patuh dan mobil itu mulai melaju kencang di jalanan.
Kontras dengan bising di luar, suasana di dalam mobil amat hening. Tidak ada yang bersuara. Hujan turun semakin deras dan jalanan kian gelap hingga Juan memacu kecepatan mobilnya lebih tinggi. Namun, tahu-tahu mobil mereka menghantam lubang di jalanan. Mobil itu seketika bermanuver dan Juan cepat-cepat membanting stir ke kanan untuk menghindari jurang di sisi kiri.
Kendaraan roda empat itu mulai berputar-putar tanpa bisa dikendalikan. Beruntung, tak ada kendaraan lain di jalan tersebut hingga mobil Juan berakhir terperosok dari jalan raya, terjebak pada tanah berlumpur yang merendam ban mobilnya.
Di kursi belakang, wajah Sheela berubah pucat. Ia kira mereka tidak akan selamat.