Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Hamil dengan Mantan Bosku
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Suamiku Nakal dan Liar
“Bapak kepala adat yang saya hormati, bapak, ibu dan semua yang hadir disini. Izinkan saya memperkenalkan seorang dokter yang akan membantu bapak dan ibu di desa ini. Beliau adalah dokter Hazman Gutama. Beliau akan bertugas di desa ini selama kurang lebih dua tahun. Oleh sebab itu, saya meminta kepada Bapak kepala adat untuk memberi izin tinggal untuk dokter Hazman. Selama bertugas dokter Hazman akan membantu penduduk desa ini. Semoga dengan adanya dokter Hazman di sini penduduk desa ini bisa terus sehat.
Jika ada warga yang sakit bisa langsung ditangani dengan baik tanpa harus jauh ke kota lagi.” Pak Rudi menjelaskan kedatangan Hazman pada kepala adat dan penduduk desa yang terletak di daerah pedalaman.
“Pak Rudi yakin kalau dokter itu akan tinggal di sini?” tanya kepala adat.
“Iya benar. Sudah ada perjanjian pemerintah dengan dokter Hazman bahwa beliau ini akan bertugas di sini selama dua tahun,” Pak Rudi kembali menjelaskan.
“Orang dari luar kampung ini tidak ada yang boleh tinggal di sini! Apalagi selama dua tahun,” kepala adat melipat tangannya di dada. “Kecuali dia menikah dengan warga saya!”
Hazman tersentak, Pak Rudi pun terkejut. “Bukannya warga disini membutuhkan dokter?”
“Iya, benar. Tapi dia tidak boleh tinggal menetap disini. Seperti Pak Rudi yang datang dan pergi saja, tidak boleh tinggal di sini. Atau jika memang dia ingin tinggal disini maka dia harus menikahi warga kami.”
Hazman jadi ragu dan gugup. Dia menyenggol lengan Pak Rudi. Pak Rudi menoleh ke arahnya. “Tunggu sebentar,” kata Pak Rudi menegakkan kelima jari tangannya di depan Hazman.
“Jadi begini Pak kepala adat, dokter Hazman hanya sebentar. Hanya menjalankan tugas negara saja. Cukup dua tahun. Selanjutnya mungkin nanti akan ada dokter pengganti yang juga akan bertugas selama dua tahun juga. Jadi jangan khawatir dokter ini tidak perlu dinikahkan dengan warga di sini sebab nantinya akan ada dokter penggantinya, begitu terus secara bergulir dengan penggantian dokter secara berkala selama dua tahun.” Pak Rudi berusaha menego. Terdengar suara bising warga kampung membicarakan apa yang diucapkan Pak Rudi.
“Tidak masalah kalau nanti akan ada dokter baru lagi yang lain. Tapi jika ingin tinggal lebih dari seminggu di sini maka harus menikah dengan warga saya. Tidak bisa ditawar lagi Pak Rudi.” Kepala adat masih tetap pada pendiriannya.
Setelah bernegosiasi dengan kepala adat dan warga akhirnya dokter Hazman dinikahkan dengan seorang gadis lugu bernama Jenur, putri bungsu Pak Jamal. Ada sedikit kelegaan dalam hati Hazman karena dia dinikahkan dengan gadis yang lumayan cantik, meski tak secantik dan semodis Intan, kekasihnya di kota. Hazman berniat tidak akan menggauli Jenur, sehingga Jenur tidak hamil dan setelah dua tahun bertugas dia bisa kembali ke kota dan menikahi Intan sesuai janji sebelum Hazman bertugas.
Pesta pernikahan digelar secara sederhana karena minim persiapan. Para warga yang hendak berkenalan dengan dokter Hazman berdatangan. Mereka juga mengucapkan selamat atas pernikahan tersebut. Ada pula beberapa warga yang langsung ingin memeriksakan kesehatan mereka pada dokter Hazman.
Hingga malam hari, Pak Rudi tidur di rumah kepala adat sedangkan Hazman kini mulai tidur di rumah Pak Jamal bersama Jenur, istri barunya. Jenur tampak enggan masuk ke dalam kamar pengantin yang telah disediakan oleh ayah dan ibunya, begitu juga dengan Hazman.
Bu Jamal mendekati Hazman yang tengah duduk berpura-pura mencatat sesuatu di buku agar terlihat sibuk. “Pak dokter ini kain putih untuk persiapan malam ini dengan Jenur.”
Hazman menerima pemberian selembar kain putih dari Bu Jamal. Jenur memanjangkan lehernya untuk melihat apa yang dipegang oleh Hazman.
“Ini apa, Bu?” tanya Hazman.
“Untuk Pak dokter dan Jenur,” jawab Bu Jamal tersipu.
“Saya tidak mengerti, Bu.” Hazman bergantian melihat ke arah bapak dan ibu mertuanya.
“Itu kain untuk alas tidur Pak dokter. Kehormatan keluarga kami dipertaruhkan malam ini. Jika kain itu terkena noda darah perawan dari Jenur maka keluarga kami aman. Namun jika tidak ada darah maka keluarga kami bisa terkena hukuman dari kepala adat.” Pak Jamal menjelaskan.
“Kan itu rahasia pribadi. Orang lain tidak perlu tau begitu juga dengan kepala adat,” sanggah Hazman.
“Kain itu besok pagi akan dikibarkan di depan rumah. Jadi tolong buat anak saya berdarah malam ini!” pinta Bu Jamal.
Hazman terkesima dengan apa yang diucapkan Bu Jamal karena dia berniat tidak akan menyentuh Jenur sampai dua tahun kedepan.
“Sekarang kalian masuklah ke dalam kamar. Nikmatilah malam pertama kalian. Semoga berbahagia!” Pak Jamal mempersilahkan Hazman memasuki kamarnya. Bu Jamal menuntun Jenur ke dalam kamar bersama Hazman.
Di dalam kamar Hazman bingung sendiri. Kenapa Pak Rudi tidak menjelaskan adat istiadat di desa ini? Kenapa harus menikah dulu untuk tinggal di sini? Mengapa harus ada noda darah yang jadi laporan pada kepala adat besok? Hazman memperhatikan Jenur yang duduk di pinggir ranjang. Seumur hidupnya baru kali ini dia bersama perempuan dalam satu kamar dan harus melakukan itu untuk menjaga kehormatan keluarga ini.
“Jenur …!” panggil Hazman pelan. Jenur mengangkat wajahnya yang semula tertunduk.