Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Wanita itu masih berbaring di tempat tidur saat aku keluar dari kamar mandi. Aku menemukannya tergeletak di trotoar dalam perjalanan pulang dari kedai mie ayam milikku. Aku tidak kenal wanita itu sama sekali. Mungkin dia terlalu banyak minum alkohol namun kalau kuperhatikan wajahnya, dia sama sekali tidak terlihat seperti wanita pemabuk atau wanita yang bekerja di klub malam.
Aku tidak bermaksud buruk terhadapnya, hanya ini yang bisa kulakukan untuk membantu wanita itu supaya tidak kedinginan di luar sana saat hujan begini. Bajunya sudah ku ganti dengan yang kering. Meski ukurannya kebesaran, setidaknya dia tidak akan masuk angin karena mengenakan baju yang basah.
Sambil menunggunya bangun, aku menyibukkan diri bermain playstation. Memasang semua kabel penghubung ke smart TV. Logo produsen muncul begitu kutekan tombol pada remote. Selanjutnya, aku menekan tombol untuk menghubungkan ke playstation. Menu game kemudian muncul. Sudah lama sekali aku tidak memainkan playstation yang sudah lama kubeli ini.
“Siapa?”
Terdengar suara parau dari belakang.
“Sudah bangun?” tanyaku tanpa menoleh ke sumber suara karena mataku fokus pada layar dan jariku asik menekan konsol.
“Ke ... kenapa aku di sini?”
Aku tidak langsung menjawab. Suara konsol game terdengar lebih menyenangkan.
“Kamu siapa?” tanyanya lagi.
Aku masih tidak memperdulikannya dan fokus pada permainanku. Lalu tiba-tiba saja layar smart TV berubah jadi gelap.
“Aish! Lagi seru, nih!" umpatku.
Wanita itu mengacungkan remote, seakan-akan benda itu adalah senjata. Rambut hitam panjang sebahu wanita itu terlihat lepek dan kusut. Mata sipitnya melebar.
“Kamu siapa? Kenapa aku di sini?”
Aku meletakkan konsol game di lantai, berdiri dan pelan-pelan mendekat. Tatapan matanya awas. Sembari terus mengarahkan remote seperti mengarahkan pistol, dia mundur selangkah-selangkah seiring dengan langkahku yang maju mendekat.
“Bingung?”
“Apa maksudnya itu? Tentu saja aku bingung. Bangun-bangun ada di rumah orang asing!” nadanya mulai meninggi.
“Justru aku yang bingung. Lagian, kamu ngapain tidur di trotoar malam-malam begini? Apa kamu mabuk?”
Aku mendekatkan wajahku lalu mengendusnya.
“Gak bau alkohol sama sekali.”
Kaki jenjangnya terus melangkah mundur hingga masuk kembali ke kamar.
Aku duduk di tepi tempat tidur sementara, dia tetap waspada, menjaga agar bagian depan badannya tetap berhadapan denganku.
“Aku mau pulang!” rengeknya.
Dengan santai aku meraih gorden, menyibak nya. Menunjuk suasana di luar, begitu gelap di tengah derasnya hujan.
“Masih hujan deras di luar. Sudah larut malam juga.”
“Pokoknya aku mau pulang!”
Degar!
Petir menggelegar di luar sana, bak lampu flash kamera yang memotret objek. Wanita itu merosot ke lantai sambil menutup kedua telinga dengan tangan kurusnya.
“Yakin berani pulang sendiri?” tanyaku sambil menyilangkan kaki.
“Pokoknya aku mau pulang, titik!” bentaknya.
“Oke!”
Aku menarik tangan yang menempel di telinganya, mengantarnya ke pintu kemudian menghempas tubuhnya keluar, mengunci pintu secepat mungkin.
Bukannya bermaksud kasar terhadap wanita tapi, dia sendiri yang merengek ingin pulang.
Degar!
Petir kembali menggelegar di langit dalam waktu sepersekian detik.
“Buka! Buka pintunya!” teriak wanita itu dari luar.
Dia menggedor pintu dengan keras.
"Buka pintunya, woy!"
"Pulang saja sendiri!" teriakku dari dalam.
Bukannya berhenti menggedor pintu, dia malah menggedor semakin keras. Nyaris memecah gendang telinga.
“Berisik! Katanya mau pulang?” bentakku sembari membuka pintu lebar-lebar.
Wanita itu terisak, mengedikkan bahu mendengar bentakanku.
“Masuk!” perintahku.
Dia masuk dengan langkah lunglai, menunduk dan takut. Namun begitu melewatiku yang berdiri memegang pintu, dia berlari ke ruang tamu, duduk di lantai beralaskan karpet berwarna biru muda.
"Merepotkan!" umpatku pada diri sendiri.