/0/19269/coverorgin.jpg?v=f324e0a554ff64f17e8a3749d4a97c1e&imageMogr2/format/webp)
Sebelum baca jangan lupa subcribe Kak, kritik dan sarannya sangat NQ harapkan...
"Mana suamimu. Kok aku lihat tidak ada di sampingmu?" Pertanyaan dari temanku membuatku menelan saliva saja.
"Dia lagi menemui temannya Mbak. Sebentar lagi pasti datang kok." Aku tersenyum kecut menimpalinya, seraya tersenyum.
"Ya Allah, pernikahan bagaimana ini. Suamiku tidak berdiri di sampingku." Batinku.
Manaku tahu sekarang suamiku di mana, yang aku tahu, aku lagi sendirian tersenyum kala ada tamu, menjawab jika ditanya. "ah... Pengantin macam apa aku ini," gumamku lagi dalam hati. "kayak orang dakdung saja," Pikirku lagi sejenak sambil memilin-milin bunga yang ku pegang.
***
Pernikahan yang diinginkan orang tuaku, membuatku bingung sendiri, dan ini pernikahan yang tidak pernah diinginkan olehku.
"Kenapa harus aku yang berkorban?" lirihku dalam hati.
Tiba-tiba aku dirangkul seseorang dari belakang. Aku terperangah bukan kepalang. "apakah ini suamiku?" tanya batinku menerka-nerka.
"Sayang, kenapa hanya berdiri di sini?" Tanya suara perempuan membuatku sedikit lega dan kecewa. Aku mengharap suamiku datang memberi kejutan, tapi ternyata mertuaku yang datang, dan menuntunku menemui teman-temannya. Memperkenalkan mantu kesayangannya kepada mereka rekan-rekan busnisnya.
"Jeng. Cantik kali mantu kau." Puji salah seorang yang bergaun merah, tapi tatapan matanya membuatku pesimis. Mama yang melihat aura wajahku berubah tidak senang langsung merangkul dan menenangkannya.
"Jangan di pikir sayang. Biasa, orang yang merasa di bawah kita akan seperti itu."
Aku tersenyum mendengar penuturan Mama. "terima kasih Ma," balasku sambil memegang kedua tangannya.
"Yuk Mama kenalkan sama teman Mama yang lain."
Sambil menyapa teman mama juga kolega-kolega bisnisnya aku masih terus mengedarkan pandangan kesana-kemari, mencari sosok laki-laki berjas Tuksedo hitam. Ekor mataku berhenti ke arah sosok yang asik bercanda dengan temannya.
Diujung koridor sana aku melihat Mas Fairuz tersenyum berbicara dengan koleganya. Kelihatannya pembicaraan mereka santai dan seru. Sekali-kali teman-temannya melihatku dan tersenyum, Mas Fairuz hanya tersenyum tanpa menoleh kepadaku. Tangan kanannya memegang gelas, tangan kirinya dimasukkan kedalam saku celananya. "cool banget Mas Fairuz," gumamku. Hanya bisa melihat dari jauh tidak bisa berdekatan, hanya bisa berharap ia datang dengan gagahnya menghampiriku, tersenyum, meeaih tanganku dengan mesra, tapi sayang itu hanya berandai-andai.
***
Acara berlangsung dengan lancar, para undangan sudah banyak yang beranjak pergi, karena acara telah usai, hanya tinggal kerabat saja untuk menyempurnakan pertemuan bahagia malam ini.
Malam bahagia menurut mereka, tapi apakah bagiku ini kebahagianku, sedangkan sejak tadi aku tidak melihat suamiku, seperti apa dia sekarang, bagaimana penampilannya atau dia akan sama sepertiku mencari-cari pasangannya yang tidak muncul batang hidungnya.
Aku terdiam sendiri dalam kamar, memandang pantulan diriku di cermin. Bertanya-tanya, apakah aku istri yang diharapkannya, apakah aku istri idamannya.
"Aku sudah menikah. Aku sudah bersuami. Sekarang statusku berubah menjadi seorang istri. Istri dari Muhammad Fairuz Azam." Batinku sambil menarik nafas dalam-dalam.
Senyum terlihat jelas di kedua bibirku, senyum seorang puteri kecil yang tumbuh dewasa dengan menjadi seorang istri, bukan karena sudah menikah, akan tetapi semua ini dilakukan hanya karena demi Ayah dan Ibu, demi kebahagiaan mereka aku akan melakukan semuanya. Mungkin baktiku dengan mengikuti keinginan mereka.
"Demi kalian berdua aku korbankan perasaan, menikah dengan orang yang tidak dikenal dan aku pun tidak tahu seperti apa dirinya, namun aku bahagia bisa menolong kedua orang tuaku dalam kesulitan," pikirku sembari melangkah untuk ke luar kamar, namun langkahku terhenti dengan percakapan seseorang.
"Bukannya Zahwa nikah karena terpaksa?" Suara seorang prempuan membuka percakapannya.
"Pernikahan ini sudah direncanakan jauh sebelum Zahwa berumur lima tahun." Suara perempuan berikutnya menimpali.
"Apakah sejak tragedi itu?" Tanya perempuan yang membuka percakapan pertama kali.
"Iya. Tragedi itu sangat memukul Pak Halimi, untuk menjaga aset-aset yang sudah menjadi incaran orang-orang yang tidak menyukai Pak Halimi, maka Pak Rahmad dan Pak Halimi mengambil keputusan ini."
/0/5358/coverorgin.jpg?v=6d4c9a2ab90be39e6bdaf94bf3cd580e&imageMogr2/format/webp)
/0/15756/coverorgin.jpg?v=21a1f6cc7c52f87c8b6bec46767b9984&imageMogr2/format/webp)
/0/9024/coverorgin.jpg?v=7a2b9388187c6810ec1403666ec164a2&imageMogr2/format/webp)
/0/27819/coverorgin.jpg?v=cbdbd7cdf118232c39dcd5afbe9ec0cb&imageMogr2/format/webp)
/0/17016/coverorgin.jpg?v=1fc871c67e8daa5490ed1a3734438104&imageMogr2/format/webp)
/0/22398/coverorgin.jpg?v=5da51303f22197156232dcfe79930993&imageMogr2/format/webp)
/0/26857/coverorgin.jpg?v=bb116a5580b0f54dc3658a4d2a247dfb&imageMogr2/format/webp)
/0/19430/coverorgin.jpg?v=3bb9ee9327cc3ca3fceda12011ae3123&imageMogr2/format/webp)
/0/23370/coverorgin.jpg?v=8129e08c5be673a953fc32d0071ef17d&imageMogr2/format/webp)
/0/4242/coverorgin.jpg?v=5f25fe6daa7952fe3d898b4ffd34f9b8&imageMogr2/format/webp)
/0/4075/coverorgin.jpg?v=2df383e5de97368743d1232b89fdde25&imageMogr2/format/webp)
/0/15300/coverorgin.jpg?v=9b2c0ebb139ed08152de41125af6ec7b&imageMogr2/format/webp)
/0/2446/coverorgin.jpg?v=f6d9bcad1b57dd615f2d32909f9e4759&imageMogr2/format/webp)
/0/22779/coverorgin.jpg?v=c7df2ae606df727a42b8bbece4cef249&imageMogr2/format/webp)
/0/27624/coverorgin.jpg?v=d835003021b2dcaffd0db8369e1c1393&imageMogr2/format/webp)
/0/3861/coverorgin.jpg?v=7853e354b1b8adaa688c7c566758571a&imageMogr2/format/webp)