"Bajingan, semoga kalian hidup bahagia selama-lamanya." -Tari [Hari perceraian] Setelah diselingkuhi-melihat suaminya bergelung panas dengan seorang wanita-dan bercerai, Tari melanjutkan hidup damainya sambil mengolah toko kuenya. Dia cantik, pintar, dan mandiri. Tekadnya untuk melupakan sang mantan suami-Deo si Disjoki bertato kupu-kupu-sangatlah kuat. Dia bahkan mendapat tetangga sekaligus pelanggan setia setelah pindah. Noah, yang akrab dipanggil Mas Noah. Namun, dua bulan pasca perceraian, sang mantan suami malah sering muncul di depan tokonya. Deo berusaha mendobrak kembali pintu hati Tari, yang sudah tertutup rapat. Lemparan kue pada wajahnya pun tak membuatnya menyerah. Namun, dia bukanlah satu-satunya yang sedang berusaha mendapatkan kasih Tari. 'Cinta pada pandangan pertama' Begitulah cara Noah memanggil Tari. Demi menghindari Deo, Tari pun memilih mengikuti permainan Noah. Hingga suatu hari, mereka berdua tiba-tiba terbangun di atas ranjang yang sama. Apa yang akan Tari lakukan, bila Noah bersikeras meminta pertanggung jawaban darinya?
Di dalam dapur berukuran 3×5 itu, bau harum dari dalam oven menguar. Perempuan yang tengah berkutat dengan buku resep buatannya itu begitu fokus. Hingga suara ting dari oven terdengar, perempuan itu baru bangkit, menggapai oven glove.
Ketika tutup oven dibuka, bau harum langsung menyerbu keluar. Perempuan itu, Tari, tersenyum senang melihat resep barunya berhasil. Dia mengeluarkan nampan dari dalam ovel, lalu meletakkannya di meja.
"Cantiknya."
Kue dengan kombinasi abstrak warna merah dan putih. Tari sendiri memang suka membuat resep baru yang terinspirasi dari resep lainnya. Dia mempunyai sebuah toko kue yang dia bangun sendiri. Dengan uang tabungannya selama kuliah, yah tentu saja uang sakunya dia dapat dari orang tuanya.
"Oby pasti suka," ujarnya, menyebut panggilan sayang untuk suaminya, Deo.
Ponsel yang tergeletak di sampingnya bergetar. Tari menggapainya, melihat nama Oby tertera di layar. Dia melepas oven glove di tangannya, lalu menjawab panggilan dan menempelkan ponsel ke telinga kiri.
"Ada apa by?"
Dua detik kemudian baru terdengar suara. Namun, itu bukan suara Deo, melainkan seorang pria yang tak Tari kenal. Alisnya mengernyit, mendengar suara di sebrang bergumam canggung.
"Siapa?" tanya Tari.
"Sorry ... lo istrinya Deo, kan? Gue bartender di club tempat dia tampil malam ini. Gue ambil hpnya buat hubungin lo karena dia mabuk berat. Tadi hampir adu tinju sama pacar Nadine."
Alis Tari bertaut. Dia merubah ponselnya ke telinga kanan. "Nadine? Kok bisa? Eh, nggak usah diceritain. Club Hourse, kan? Gue ke sana sekarang."
"Iya-"
Tari mematikan sambungan sepihak. Dia langsung melepas apronnya, melipatnya asal. Kaki melangkah cepat, menggapai long blazer dan kunci mobil di atas meja.
"Ada-ada aja. Bisa-bisanya berantem sama pacar orang. Pacarnya si uler lagi," gerutunya, berlari cepat keluar unit apartemennya.
...
Tari memarkir mobilnya di tengah mobil-mobil kecil dengan harga selangit. Tentu saja. Club yang dia datangi adalah salah satu club terbesar di Jakarta, yang hanya bisa didatangi orang-orang ber-uang. Biaya masuknya saja lebih mahal dari harga menginap di hotel bintang lima.
Tari tersenyum pada kedua penjaga di pintu, yang dibalas denagn anggukan kecil. Dia tak perlu membayar atau memesan dahulu. Pelanggan VIP kalau kata Deo, karena suaminya yang tampan itu adalah disjoki kebanggaan Hourse Club.
"Tar!"
Seorang perempuan berambut merah berlari mendekat. Dia adalah teman SMA Tari dan Deo, Cloe namanya. Anak orang kaya, yang sukanya bermain di club bahkan sejak masih SMA.
"Lo lihat Deo nggak?" Tari menggelengkan kepala, melihat Cloe yang terhuyung-huyung.
"Enggak, tuh! Kenapa? Dari pada urusin suami lo itu, mending ikut gue seneng-seneng yok! Ada bule di sana beb!" Nada bicara Cloe naik turun, tak beraturan.
"Lo minum berapa botol sih?" Aroma alkohol menyapa hidung Tari, membut kepalanya pening. Dia tidak suka minuman yang memiliki rasa tajam itu. "Lo beneran nggak lihat Deo? Katanya ada job di sini malam ini. Oh, iya. Dia tadi juga ada ribut sama pacar Nadine."
Cloe menggaruk kepala dengan bibir mengerucut. "Nadine ...? Oh! Iya, beb. Tadi ada Nadine di sini. Sendirian kok, dia langsung ke sana."
Telunjuk Cloe bergetar, mengarah ke lorong gelap. Tari mengernyitkan alis, sangat tahu tempat apa itu. Tempat para pasangan yang ingin menuntaskan kesenangan, melewati malam-malam penuh jrit mesra bersama-sama.
"Nadine ke sana sendirian?"
Cloe mengangguk. Tari berdecak, dia memberi tepukan singkat di bahu Cloe. "Jangan minum lagi, pulang aja," nasihatnya, sebelum memutuskan melihat tempat yang Cloe maksud.
Setahunya Nadine akhir-kahir ini hidup dengan benar. Dia juga beberapa kali mendengar dari Deo kalau Nadine sudah tidak pernah mabuk-mabukan di club, atau menari dengan pakaian minim di atas lantai dansa seorang diri.
Tari menghentikan langkahnya setelah masuk lumayan jauh ke dalam lorong temaram itu. "Gue ngapain ke sini? Nadine mau ngapain juga bukan urusan gue."
Tujuannya adalah mencari Deo, sang suami yang entah ada di mana. Dia jadi meragukan ucapa si penelpon yang berbeda dengan Cloe. Dia hampir saja kembali, tapi seorang pria yang menggenggam ponsel dengan gantungan serupa dengan miliknya membuatnya berhenti.
Gantungan kupu-kupu dengan sayap berwarna merah dan biru. Itu ponsel milik Deo. "Lo! Stoo!" Melangkah cepat, Tari menghampiri pria bertopi hitam itu. Tanpa aba-aba dia menarik ponsel Deo, memastikan itu benar-benar ponsel suaminya.
"Lo yang nelpon gue?" tanyanya, setelah melihat wallpaper ponsel, fotonya bersama dengan Deo.
Pria itu mengangguk. "Deo ada di salah satu kamar," ucapnya.
Tari menoleh ke belakang, melihat kamar-kamar yang tertutup dengan alis mengernyit. "Dia semabuk itu?" tanyanya.
Pria bertopi hanya mengangguk singkat. "Nomor 25," beritahunya.
"Oke. Makasih, yah." Dia kembali melangkah di lorong dengan lampu redup berwarna-warni itu. Matanya menatap awas sampai menemukan papan bertulis angka 25. Sebelum mendorong pintu, Tari menatap pria bertopi lagi untuk memastikan.
Pintu kayu itu dia dorong perlahan. Kegelapan menyambut Tari. Tangannya meraba-raba dinding, menekan saklar di dekat pintu. Seketika ruangan itu diterangi cahaya dari lampu di langit-langit. Tari bisa melihat dengan jelas setiap inci dalam kamar itu.
Di atas ranjang, dua orang tengah saling menindih, tanpa satupun busana di tubuh mereka. Si wanita mendongak menatap langit-langit, membiarkan pria di atasnya bermain-main di lehernya.
Tari mengerjap pelan. Dia hampir saja menutup pintu lagi, kalau tidak menangkap tato kupu-kupu di bahu si pria. Alisnya bertaut, mulutnya terbuka kecil.
"D-deo?"
Gerakan pria itu terhenti. Dia mengangkat kepala, tanpa sengaja beradu pandang dengan Tari. Mulut Tari terbuka lebar, melihat wajah yang teramat familier itu. Dia membuang muka, di detik selanjutnya dia keluar dan membanting pintu kasar.
"Ah! S-sial! Apa-apaan!"
Menjambak rambut, Tari berkedip beberapa kali menatap pintu yang tertutup. Dia ganti melihat pria bertopi yang hanya berdiri diam. Tangan Tari kembali menyentuh gagang pintu. Tetapi, dia tidak mampu untuk mendorong sebilah pintu itu.
"Bangsat!"
Memilih pergi, Tari melangkah cepat menjauh dari kamar itu. Dia berhenti sejenak di samping pria bertopi yang kini menunduk. Tari baru bisa mengenali wajah pria itu, dia mantan pacar Nadine yang dicampakkan beberapa bulan lalu.
"Sial! Lo nggak mau putus sendiri?"
Dengan sengaja Tari menabrak bahu pria itu. Keluar dari lorong menyesakkan itu. Dia melangkah bertambah cepat, membelah kerumunan orang yang makin ramai karena sudah malam. Dia tidak peduli walau beberapa orang berteriak marah karena tertabrak olehnya.
Keluar dari club, Tari merogoh saku blazer untuk menemukan smart key, menekan salah satu tombol hingga mobilnya berbunyi. Tari berlari menghampiri mobilnya. Tangannya yang bergetar menarik pintu mobil kuat.
Dia masuk, menutup kembali pintu lalu langsung berusaha menyalakan mesin mobil. "Ahh!" Tetapi, mesin tak juga menyala. Dia kembali mencoba, hingga percobaan ke lima baru berhasil.
Namun, wajah Deo tiba-tiba muncul di kaca jendela. Pria itu mengenakan kaus yang terpasang terbalik, memukul-mukul kaca sambil berteriak memanggil Tari. Sekalipun Tari tak menoleh. Dia segera menginjak gas, memutar setir keluar dari parkiran.
Dia masih bisa mendengar umpatan Deo, yang langsung berteriak mencari kunci mobilnya. Tari tak peduli, menambah kecepatan hingga mobilnya sampai di jalan raya. Pandangannya kabur, membuatnya tak bisa melihat dengan benar.
Berada di jalan dua arah, hampir saja Tari melewati garis batas. Beberapa mobil membunyikan klakson, membuat Tari terkejut dan menginjak rem. Klakson semakin kencang orang bunyikan saat mobil Tari berhenti di tengah jalan.
Perempuan itu panik, menginjak gas dan menepikan mobil ke kiri. Napasnya memburu, kepalanya terasa pening bukan main. Menjambak rambut hingga ikatannya berantakan.
Tari membenturkan kepalanya ke setir beberapa kali. Dia menggeram keras, mengertakkan gigi kuat. Tangannya mengepal, memukul setir hingga memerah.
"Ahh!" teriaknya. Dia menggigit bibir kuat, membuang muka ke jendela, menatap beberapa pejalan kaki yang berjalan di trotoar. Tanpa bisa dia cegah, air matanya menetes begitu saja.
Bab 1 Prolog : Malam yang indah
04/08/2024
Bab 2 Hidup dengan baik
05/08/2024
Bab 3 Basah malam-malam
05/08/2024
Bab 4 Deo, baik-baik saja
06/08/2024
Bab 5 Brownies spesial
06/08/2024
Bab 6 Mantan suami yang sedang ingin kue
07/08/2024
Bab 7 Tempat pelampiasan
07/08/2024
Bab 8 Vania
08/08/2024
Bab 9 Tidak mau jauh-jauh
08/08/2024
Bab 10 Belum terbiasa dengan status baru
09/08/2024
Bab 11 Sedikit cerita buruk tentang Deo
19/08/2024
Bab 12 Penyesalan yang datang terlambat
20/08/2024
Bab 13 Pelamar kerja
22/08/2024
Bab 14 Kejutan dari pegawai baru
22/08/2024
Bab 15 Nadine, dicampakkan
22/08/2024
Bab 16 Menebar pesona
23/08/2024
Bab 17 Jangan biarin lalat ada di sekitar lo
23/08/2024
Bab 18 Apa dia menghindar
26/08/2024
Bab 19 Deo adalah karyawan Tari
27/08/2024
Bab 20 Di mana menantu kita
28/08/2024
Bab 21 Hanya kali ini saja, tolong
29/08/2024
Bab 22 Sandiwara
29/08/2024
Bab 23 Sebuah rencana bodoh
30/08/2024
Bab 24 Kapan hamil
31/08/2024
Bab 25 Terungkapnya perceraian
31/08/2024
Bab 26 Sedikit menakutkan, tapi hasilnya lebih baik
01/09/2024
Bab 27 Pria bodoh
03/09/2024
Bab 28 Tatanan karyawan kembali ke semula
04/09/2024
Bab 29 Parti berdua
05/09/2024
Bab 30 Sama-sama mabuk
06/09/2024
Bab 31 Apa yang sudah terjadi semalam
07/09/2024
Bab 32 Permintaan pertanggungjawaban
08/09/2024
Bab 33 Mas, Diem!
08/09/2024
Bab 34 Hubungan kalian apa
09/09/2024
Bab 35 Ayo meresmikan hubungan
09/09/2024
Bab 36 Ingin berusaha kembali
10/09/2024
Bab 37 Dua fakta di satu waktu
11/09/2024
Bab 38 Kita ke KUA
11/09/2024
Bab 39 Sampah
12/09/2024
Bab 40 Apa kabar
12/09/2024
Buku lain oleh Luigyhara
Selebihnya