Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Mobil Rani berhenti di depan gerbang besi berkarat yang menjulang tinggi, menandai pintu masuk ke halaman rumah tua itu. Udara di desa terpencil ini terasa dingin dan lembap, diiringi oleh suara jangkrik yang nyaring. Rani menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debar jantungnya yang semakin cepat. Ini adalah rumah yang telah lama ia impikan, rumah yang diharapkan dapat membantunya menemukan inspirasi untuk novel terbarunya.
Rumah itu berdiri megah di tengah halaman yang luas, dikelilingi oleh pepohonan tua yang menjulang tinggi seperti penjaga misterius. Cat dindingnya mengelupas, menampakkan warna asli yang telah memudar oleh waktu. Jendela-jendela berbingkai kayu tampak kosong, seperti mata-mata yang mengamati dunia di sekitarnya.
Rani melangkah keluar dari mobil, membawa tas ransel yang berisi sedikit barang bawaannya. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, merasakan hawa dingin yang menusuk kulitnya. Rumah tua ini memang tampak angker, seperti yang diceritakan penduduk setempat. Namun, Rani tidak peduli. Ia yakin tempat ini menyimpan misteri yang menarik, misteri yang bisa menjadi bahan cerita yang luar biasa.
Ia membuka gerbang besi dengan susah payah, lalu berjalan menuju pintu masuk utama. Pintu kayu yang berat itu tampak kokoh, tetapi engselnya berderit nyaring ketika ia membukanya. Bau tanah dan kayu lapuk langsung menyergapnya, membuat Rani mengernyit.
Di dalam, rumah itu gelap dan sunyi. Debu tebal menyelimuti semua perabotan, dan cahaya matahari yang masuk melalui jendela-jendela yang kotor hanya mampu menerangi sebagian kecil ruangan. Rani meraba dinding, merasakan tekstur kasar yang telah dimakan usia. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, seperti ada sesuatu yang mengintai di balik kegelapan.
Ia berjalan ke ruang tamu, matanya menyesuaikan diri dengan cahaya redup. Di sana, ia menemukan sebuah piano tua yang tertutup kain pelapis. Di sudut ruangan, terdapat sebuah kursi goyang yang tampak usang. Di atas perapian, sebuah lukisan wanita berpakaian putih terpajang, matanya menatap kosong ke arahnya.
Rani merasakan bulu kuduknya berdiri. Ia tidak tahu apa yang membuat rumah tua ini begitu menakutkan, tetapi ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia memutuskan untuk menjelajahi rumah itu lebih lanjut, mencari jawaban atas rasa tidak nyaman yang menghantuinya.
Ia berjalan dari satu ruangan ke ruangan lainnya, menemukan banyak sekali benda-benda tua yang terbengkalai. Ia menemukan buku-buku tua yang berisi catatan-catatan tangan, foto-foto keluarga yang pudar, dan berbagai macam pernak-pernik yang menyimpan cerita masa lalu.
Di ruang belajar, Rani menemukan sebuah meja tulis tua yang dipenuhi tumpukan kertas. Ia membuka salah satu kertas itu, dan terkejut ketika melihat sebuah tulisan tangan yang rapi: "Hati-hati, rumah ini menyimpan rahasia yang berbahaya."
Rani merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia tidak tahu apa yang dimaksud dengan tulisan itu, tetapi ia merasakan bahaya yang mengintai di balik dinding-dinding rumah tua ini.
Ia memutuskan untuk kembali ke mobil dan mencari tempat menginap di desa. Ia harus mencari tahu lebih banyak tentang rumah tua ini, dan rahasia apa yang tersembunyi di balik dinding-dindingnya.
Rani melangkah keluar dari rumah tua itu, menutup pintu kayu berat di belakangnya dengan bunyi gedebuk yang menggema di keheningan malam. Ia berjalan menuju mobil, rasa takut dan penasaran bercampur aduk dalam dirinya. Tulisan di kertas itu terus berputar-putar di kepalanya, menimbulkan rasa tidak nyaman yang mendalam.
"Mungkin itu hanya lelucon," gumam Rani pada dirinya sendiri, mencoba meredakan rasa takutnya. "Atau mungkin hanya sebuah peringatan dari pemilik rumah sebelumnya."
Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia harus berpikir jernih. Ia datang ke sini untuk mencari inspirasi, bukan untuk ketakutan. Ia harus mengabaikan rasa takutnya dan terus menjelajahi rumah ini.
Saat ia hendak masuk ke mobil, ia mendengar suara berderit pelan dari dalam rumah. Ia menoleh, matanya tertuju pada jendela ruang belajar yang terbuka sedikit. Rani terkesiap. Ia yakin telah menutup jendela itu sebelum keluar.
"Mungkin angin," pikirnya, namun rasa takut itu kembali menyergapnya. Ia merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Ia merasa tidak sendirian.
Rani mendekat ke jendela, mencoba mengintip ke dalam. Cahaya bulan yang redup menerangi ruangan, menampakkan bayangan-bayangan samar di dinding. Rani mengerutkan kening, mencoba melihat lebih jelas.
Tiba-tiba, ia melihat sesuatu bergerak di dalam ruangan. Sebuah bayangan gelap melintas di depan jendela, lalu menghilang. Rani menjerit, berlari mundur ke arah mobil.
Ia buru-buru masuk ke dalam mobil, mengunci pintu dengan gemetar. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal-sengal. Ia tidak tahu apa yang telah dilihatnya, tetapi ia yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres di rumah tua itu.
Rani menstarter mobil, mengaspal jalan desa dengan kecepatan tinggi. Ia harus pergi dari tempat itu. Ia harus mencari tempat yang aman. Ia tidak ingin menghabiskan malam di rumah tua yang penuh misteri itu.
Namun, sebelum ia meninggalkan desa, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan kembali. Ia akan mengungkap rahasia yang tersembunyi di balik dinding-dinding rumah tua itu. Ia akan menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang menggerogoti pikirannya.
Mobil Rani melaju kencang di jalanan berkelok-kelok menuju kota terdekat. Ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian di rumah tua itu. Bayangan gelap yang melintas di depan jendela, suara berderit pintu, dan tulisan misterius di kertas itu terus berputar-putar di kepalanya.
"Mungkin aku terlalu lelah," gumam Rani pada dirinya sendiri, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu hanya halusinasi. "Atau mungkin aku terlalu banyak membaca cerita horor."
Namun, sekuat apapun ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri, rasa takut itu tetap menghantuinya. Ia merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Ia merasa tidak sendirian.
Rani akhirnya sampai di sebuah hotel kecil di tepi kota. Ia memesan kamar dan langsung masuk ke dalam, mengunci pintu dengan gemetar. Ia membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, mencoba melupakan kejadian mengerikan di rumah tua itu.
Ia membuka tas ranselnya, mengambil buku catatan dan pulpen. Ia memutuskan untuk menuliskan semua yang telah terjadi, mencoba memahami apa yang telah dialaminya.
"Rumah tua itu tampak angker," tulis Rani di buku catatannya. "Ada sesuatu yang tidak beres di sana. Aku merasakannya."