Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Misteri Villa Mawar Merah

Misteri Villa Mawar Merah

Kirana Senja

5.0
Komentar
352
Penayangan
6
Bab

Raya terpaksa menikah dengan seorang pria bernama Ares. Kehidupannya mengerikan dan mendapatkan banyak teror dari makhluk tak kasat mata setelah mendiami sebuah Villa mewah milik keluarga Ares. Tapi, perlahan-lahan Raya mulai menguliti misteri dan rahasia yang terjadi di Villa. Akankah Raya berhasil membongkar misteri dan rahasia keluarga suaminya?

Bab 1 Villa Yang Misterius

Kehidupan Raya sangat berliku-liku dan penuh cobaan, dia adalah gadis cantik dan cerdas tapi sudah yatim piatu sejak remaja. Hidupnya kadang ditopang kerabatnya tapi mereka menuntut Raya untuk balas budi sedangkan bantuan yang sudah diberikan adalah hutang yang harus dibayar lunas.

Raya sempat ingin bekerja di luar negeri untuk membalas budi kepada tante dan pamannya tapi batal karena ada satu hal yang menghalanginya untuk bekerja di sana. Kehidupannya berubah setelah bertemu dengan janda kaya bernama Saparingga, seorang wanita cantik yang selalu membagikan sembako untuk warga kurang mampu. Saparingga yang akrab dipanggil Ibu Sapar sudah tertarik pada Raya sejak pertama kali bertemu ketika memberikan sembako di rumah dinas kepala desa. Senyum indah dan merekah, keramahan dan kesopanannya yang membuat Sapar terpesona.

Sapar memaksa Raya agar mau dijodohkan dengan putra semata wayangnya yang bernama Ares. Awalnya gadis cantik itu menolak. Tapi karena tekanan kerabat yang selalu menuntutnya untuk membayar hutang, akhirnya dengan berat hati Raya menerima tawaran tersebut.

Dua Minggu kemudian, dalam kondisi hati yang sakit dan terluka, Raya pun menikah dengan Ares. Mereka menggelar pesta mewah dan dihadiri tamu terhormat. Herannya, Ares yang ganteng tidak menunjukkan wajah ceria dan bahagia. Dia terlalu dingin dan kaku. Sedangkan Raya berusaha tegar dan tersenyum di depan tamu undangan.

Setelah pesta pernikahan itu selesai, Raya diboyong ke sebuah villa mewah yang terdapat di kawasan Bogor. Letaknya di puncak yang sejuk dan jauh dari keramaian. Tiba di sana, Raya baru bisa menyunggingkan senyumnya karena melihat bangunan dengan arsitektur unik, seraya menapaki halaman yang sudah ditumbuhi rumput halus namun ada angin yang berhembus hingga membuat bulu remangnya berdiri.

Raya terperangah ketika melihat sebuah plang bernama "Villa Mawar Merah" yang terpasang di atas pagar besi.

"Villa Mawar Merah, itu ya namanya. Bagus banget Villanya," gumam Raya.

"Ini buat kalian berumahtangga, kasih Mama seorang cucu ya, biar gak sepi lagi. Oh iya, Mama di sini cuma sehari aja, besok pulang lagi ke Jakarta, mau ada perlu," ucap Sapar.

"Mas, kita masuk yuk, aku penasaran isinya kayak apa," ajak Raya yang antusias ingin segera memasuki villa.

"Dasar cewek miskin, baru kali ini ya punya rumah bagus, maklum kan kamu biasa tinggal di gubuk kambing, jadi lihat villa begini aja kayak lihat istana," ucap Ares ketus.

"Mas, wajahmu ganteng kayak orang timur tengah tapi kalau ketus gitu jadi kelihatan menyeramkan," sindir Raya.

Ares tersenyum sinis. Ia berkata," Ada yang lebih menyeramkan daripada ini. Ayo, kita masuk saja."

Ares bermurah hati membukakan pintunya, kemudian ada angin yang berhembus dan membawa aroma tidak sedap sampai Raya merasa mual, lalu dia bergegas ke belakang untuk muntah. Setelah mengeluarkan isi perutnya, Raya hendak kembali ke depan.

Tiba-tiba ada angin berhembus namun kali ini terasa sejuk dan segar. Raya menghirup udaranya yang wangi dedaunan kering, seraya menengadah, melihat langit yang sudah memutih. Ia berkata," Ibu, bapak, sekarang Raya sudah menikah dengan orang kaya, hutang kita pasti segera lunas, meskipun aku masih berat untuk menerima."

"Raya," pekik Sapar yang memanggilnya dari depan rumah.

"Iya," sahutnya. Raya berlari menuju Villa. Tapi, salah satu sepatunya yang berwarna merah malah terlepas. Dia hendak mengambilnya tapi sandal itu bergeser sendiri seperti ada yang menariknya.

Raya terdiam, matanya fokus memperhatikan sepatu kanannya, lalu benda itu bergeser lagi seperti ada yang menariknya.

"Padahal gak ada angin kencang, kok bisa gerak sendiri?" Gumam Raya. Seraya mengalihkan tatapan matanya ke depan namun tidak ada siapapun. Saking paniknya, dia membuka sepatu kaki kirinya lalu berlari menuju Villa.

Pintu Villa masih terbuka, Raya pun masuk tanpa permisi. Tapi, tak sengaja menabrak Ares hingga kaki Raya terpeleset dan sepatu merah itu terpental.

"Hati-hati!" Pekik Ares. Lalu, dia menangkap Raya dan jatuh ke pelukannya.

"Aaarrrghhhhh!" Sapar menjerit terkena hantaman sepatu merah yang mengenai bahunya. Seketika matanya terbelalak ketika menyaksikan Ares yang sedang memeluk Raya.

Bruk!

Sapar melemparkan sepatu merah itu hingga Ares dan Raya saling melepas pelukan.

"Kamar kalian ada di atas, udah deh jangan banyak drama. Mama mau masak dulu buat makan, bentar lagi malam," ucapnya.

Raya mengambil sepatu merahnya. Namun, merasa bersalah karena benda tersebut menghantam sang mertua.

"Sepatu itu saya beli di Paris, harganya dua digit, mana satunya lagi?" Tanya Ares.

"Di luar, ada yang narik sepatu ini di luar, kayaknya banyak hantunya, kok Villa ini serem ya? Aku mau pulang aja, gak apa-apa tinggal di gubuk juga yang penting aman daripada di sini, sebenarnya--"

"Raya, kamu sudah menikah dengan saya," potong Ares. "Kita ke kamar dulu, ada yang lebih indah di sana."

Raya mulai menapaki tangga, tapi bunyi lampu kristal yang tertimpa angin membuat hatinya was-was, kondisi Villa itu memang terbilang aneh dan sepi.

Kemudian Raya melirik ke sebuah foto ukuran besar yang terpajang di dinding lantai dua. Seraya meliriknya dari jarak dekat lalu menyentuh gambar pria tampan berwajah ala timur tengah yang sedang berdiri dan memakai baju adat Sunda. Di depannya ada gambar Ibu Sapar yang memakai kebaya merah sedang duduk dan berwajah dingin.

"Itu ayah kandungku, dia orang Dubai, dulu dia punya usaha dan tempat kursus penyalur tenaga kerja ke timur tengah," ungkap Ares.

"Pantes kamu ganteng banget, ayahnya juga ganteng, Papa dulu pengusaha, sekarang kamu kerja apa? Jadi penerus beliau ya?" Tanya Raya.

"Sekarang saya jadi pengusaha properti dan pertanian, itu usaha pribadi tanpa campur tangan orang tua. Oh iya, kita masuk kamar dulu, ada sesuatu yang mau saya tunjukkan," pinta Ares.

Ares membuka pintu kamarnya, sedangkan Raya langsung terbelalak melihat kemewahan interior yang tertata rapi. Tiba-tiba angin dingin kembali berhembus lagi menerpa tubuhnya.

"Mas, kenapa bisa ada angin dari kamar kita? Di sini gak ada jendela yang terbuka, tapi--"

"Mereka pengen kenalan sama kamu," sahut Ares.

"Siapa!"

Ares menghela nafas. Ia berkata," Bercanda. Di sini angin udah biasa, gak usah takut."

Kemudian, Raya membuka selimut tebal yang menutupi ranjang dan hal itu membuat Ares tertawa terbahak-bahak.

"Kamu baru merasakan tidur di ranjang mewah ya? Kasihan juga," sindirnya. "Raya, ada yang mesti kamu tahu. Selama kamu jadi istri saya, kamu cuma boleh menerima nafkah dari saya dan jangan pernah menerima apapun dari Mama. Ngerti?"

Raya mengerutkan keningnya. "Mama biasa ngasih hadiah berupa sembako, kalau tiba-tiba ngasih sesuatu buat menantunya kenapa ditolak?"

"Raya, turuti apa kata saya!" Tegas Ares. "Dan perlu kamu tahu juga. Saya menikahi kamu bukan untuk membangun keluarga, tapi--"

"Tapi apa?" Tanya Raya. "Oh, jadi kalian cuma mau manfaatin aku?"

Raya tertampar setelah mendengar pengakuan suaminya. Dia geram, lalu kembali menuruni tangga dan menyambangi dapur. Seraya bergegas mendekati sang mertua yang sedang memasak. Ia berkata," Mama, apa tujuan kalian sebenarnya!"

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Kirana Senja

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku