/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
Perempuan itu meliukkan tubuhnya, merayap, sembari sesekali menunjukkan sisi erotis dari dirinya, membuat setiap pasang mata berdecak penuh kekaguman. Entah memuji, atau justru memiliki pikiran yang berbeda di dalam kepalanya.
Tak jarang, pria hidung belang dengan tangannya yang nakal sesekali mencuri kesempatan untuk menyentuh kulit perempuan itu. Membuatnya jijik!
“Hei! Lakukan lagi!” Perempuan bernama Julie itu melotot, menatap si lelaki hidung belang yang kini tertawa tanpa rasa penyesalan itu. Ia bahkan berniat untuk melakukan lebih, tapi tangan Julie dengan cepat menahannya.
“Jangan memaksaku untuk berbuat kasar! Aku muak dengan tamu seperti ini.” Julie melepaskan tangan lelaki itu dan turun dari sana, lalu melangkah menuju meja bar, di mana bartender sedang asyik memainkan gelas-gelas kaca itu.
“Beri aku satu!” kata Julie kepada lelaki bertubuh tinggi itu, yang dengan cekatan segera mengisi gelas kosong dengan minuman beralkohol itu.
“Ada apa? Kau terlihat kesal, Julie?” Bartender itu mengulaskan senyum, menatap Julie yang meneguk minuman pahit itu dengan rakus.
“Kau tidak lihat? Laki-laki tidak tahu diri itu menyentuh tubuhku. Lain kali aku harus memberinya pelajaran.” Julie masih begitu kesal karena peristiwa tadi. Ia benar-benar tak terima dengan perlakuan itu.
“Wah, siapa orangnya? Aku bisa membantumu,” kata bartender itu.
Julie menggeleng, “Tidak perlu, aku bisa mengatasinya jika itu terjadi lagi.” Perempuan itu meletakkan gelas kosongnya dan meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja.
“Kau dapat banyak hari ini, Julie?” Lelaki dengan tato di sebagian tubuhnya itu mengambil uang dengan cepat dari sana.
“Hmm, lumayan. Aku menari selama dua jam dan cukup untuk membuat tubuhku kelelahan.”
Bartender itu tertawa, ia melihat ke arah jam tangannya, “Sudah lewat tengah malam, bahkan hampir pagi. Sebaiknya kau pulang, Julie.”
Julie menggeliat, “Ya, aku lelah dan ingin tidur.” Julie berdiri, mengambil tas serta jaket yang ia titipkan di dalam loker bartender itu lalu pergi meninggalkan ruangan gelap yang dipenuhi dengan suara musik yang berdentum memekakkan telinga.
….
“Kau sudah pulang, Julie?” Mata itu menatap dengan tajam, di balik redupnya lampu ruang tamu. Julie tersenyum tipis, ia menoleh ke arah suara itu.
“Sampai kapan kau akan memanggil namaku? Aku ini kakakmu, Gemma.” Julie mendekati adiknya itu, menatapnya lekat, “Ini sudah larut, kenapa kau belum tidur? Kau tidak kuliah besok?”
“Itu bukan keinginanku. Aku bahkan harus menutupi wajahku agar mereka tidak mengenaliku. Aku bosan dengan semua ini!” Gemma berdiri, tepat di hadapan Julie, membalas tatapan perempuan itu dengan mata terbuka lebar.
“Aku tidak mau kau membahas soal itu lagi, Gemma. Belajarlah dengan baik dan aku sedang berusaha memenuhi semua kebutuhan kita,oke?” Julie mengulurkan tangannya, berniat untuk mengusap kepala Gemma, namun gadis itu mengelak, enggan.
Julie menurunkan tangannya, ia tersenyum, memilih untuk meninggalkan Gemma yang menatapnya dengan alis menyatu.
Perempuan itu duduk di atas tempat tidur, dengan Rambutnya yang masih basah. Menatap ke dalam cermin. Ia tahu jika Gemma tidak menyukai apa yang Julie lakukan, ia tidak punya pilihan lain. Itulah mengapa Julie bersikeras agar Gemma bisa kuliah, Julie tak ingin adik perempuannya itu mengikuti jejaknya. Menjadi penari pole dance di sebuah klub malam bukanlah impiannya.
Semenjak kedua orang tuanya bercerai, Julie memilih untuk membawa Gemma, saat itu Gemma masih 17 tahun. Masih labil untuk ukuran seorang anak perempuan. Julie yang tidak memiliki apa-apa itu memilih untuk tidak ikut serta di dalam urusan mereka. Baik ayah atau ibunya, Dua-duanya tidak ada pilihan. Mereka menikah dan memiliki keluarga masing-masing dengan anak-anak mereka yang baru, barangkali mereka telah lupa jika masih memiliki anak di luar sana.
Perempuan itu tersenyum, namun matanya menitikkan air mata. Satu-satunya keluarga yang ia miliki hanyalah Gemma, tapi gadis itu seolah menjadi musuh baginya. Gemma tumbuh menjadi gadis yang keras kepala, sama seperti ibunya.
/0/4800/coverorgin.jpg?v=20250121182747&imageMogr2/format/webp)
/0/7669/coverorgin.jpg?v=20250122152153&imageMogr2/format/webp)
/0/15483/coverorgin.jpg?v=20250123120833&imageMogr2/format/webp)
/0/13367/coverorgin.jpg?v=eef9d8cc5f4c136309ad110707c5f590&imageMogr2/format/webp)
/0/24216/coverorgin.jpg?v=20250630190227&imageMogr2/format/webp)
/0/12765/coverorgin.jpg?v=03b8d52a471798f1da21231e41f7b476&imageMogr2/format/webp)
/0/17616/coverorgin.jpg?v=20240419170201&imageMogr2/format/webp)
/0/2764/coverorgin.jpg?v=20250120160027&imageMogr2/format/webp)
/0/2297/coverorgin.jpg?v=2eaae2e70c8bfa24da91d073599638b8&imageMogr2/format/webp)
/0/17094/coverorgin.jpg?v=20240328170548&imageMogr2/format/webp)
/0/4734/coverorgin.jpg?v=20250121182619&imageMogr2/format/webp)
/0/19690/coverorgin.jpg?v=20241030112457&imageMogr2/format/webp)
/0/18954/coverorgin.jpg?v=4bf82b30fd63c00be077306534e4ecee&imageMogr2/format/webp)
/0/10835/coverorgin.jpg?v=88fce03fb803a4a5f74b0f0f170f6200&imageMogr2/format/webp)
/0/29620/coverorgin.jpg?v=20251124142728&imageMogr2/format/webp)
/0/18439/coverorgin.jpg?v=63924506ca3e6fb20d18d847018c7938&imageMogr2/format/webp)
/0/13325/coverorgin.jpg?v=f9db7bf1ec9f385bd90ee444f0e58803&imageMogr2/format/webp)
/0/29142/coverorgin.jpg?v=b38885164abdd30fd131766a0b284955&imageMogr2/format/webp)
/0/20827/coverorgin.jpg?v=67184a920f3da893e7b1ca5a96b30d48&imageMogr2/format/webp)