Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
939
Penayangan
59
Bab

Kematian Ryan Mahendra kekasihnya, membuat hati Masayu Ira Setyani hancur. Gadis blasteran lokal Sunda - Palembang itu sempat down dan terpukul. Untunglah Maya sahabatnya yang menguatkannya. Memintanya untuk bangkit dan tidak larut dalam kesedihan. Maya juga meminta Ira untuk fokus pada ujian nasional yang sebentar lagi akan diadakan. Saat kematian Ryan, Edo memberikan cincin bermata putih pada Ira. Cincin itu merupakan pemberian dari Ryan yang sengaja dititipkan pada Edo untuk diberikan pada Ira. Sebagai hadiah ulang tahunnya Ira yang saat itu belum sempat diberikan oleh Ryan. Ira pun menerima pemberian itu dengan perasaan sedih. Dibalik semua itu, Edo menyimpan pesan terakhir dari Ryan untuk Ira. Apakah isi pesan itu? Mengapa Edo menyembunyikan pesan itu dari Ira? Akankah Ira berhasil melewati masa - masa sulit dalam hidupnya? Akankah kebahagiaan itu akan datang kepadanya? Temukan jawabannya dalam novel ini.

Bab 1 Kenangan Saat Hujan

KETIKA HUJAN TURUN

Oleh. R. Susanti Pelangi Senja

Bab.1. Kenangan Saat Hujan

Saat itu senja telah tiba. Sinar sang surya yang panas menyengat segera meredup. Tampak di barat, Matahari terbenam dengan sinarnya yang kemerah-merahan. Pemandangan itu sangat indah, namun tiba-tiba langit mendung dan hujan turun.

Tampak Ira terpaku disudut kamarnya. Pikirannya pun kembali mengingat sesuatu yang sulit untuk ia lupakan. Ia ingat segalanya, semua tentang Ryan. Perlahan-lahan Ira menghampiri jendela kamarnya dan memandangi hujan yang turun. Ia mencoba mengingat kembali memori itu. Memori tentang seseorang yang sangat berarti baginya. Seseorang yang sangat ia cintai dan mengajarkannya apa itu arti kehidupan. Apa arti hujan dan cinta.

Dia adalah Ryan, sosok laki- laki yang sangat sempurna di mata Ira. Laki- laki baik dan penuh cinta. Dialah yang mengajarkan tentang semangat untuk masa depan. Sungguh Ryan sudah banyak mengajarkannya tentang arti kehidupan yang sesungguhnya. Ira sangat bersyukur bisa mengenal Ryan, mencintai dan dicintai olehnya. Ira sangat beruntung bisa mendapatkan laki- laki sebaik Ryan, meskipun kenyataannya, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Namun dia bersyukur bisa berbagi kebahagiaan bersama laki- laki itu.

Dua tahun yang lalu, ia berjumpa dengan Ryan. Kala itu Ryan dan dirinya sama-sama terperangkap dalam hujan. Seusai mengikuti ekstra kulikuler basket di sekolah, Ira beristirahat dan bermaksud untuk pulang ke rumah namun tiba-tiba langit mendung dan hujan deras pun turun. Ira segera berlari dan berlindung di sudut bangunan sekolah.

Lama Ira dan teman-temannya menanti hujan reda. Hujan deras pun kini mulai mereda, tinggal titik-titik gerimis yang berjatuhan membasahi dedaunan. Tak terasa ada seseorang yang sejak tadi memperhatikannya. Dia adalah Ryan, anak baru pindahan dari Yogyakarta. Ryan tergolong anak yang baik dan pintar di sekolahnya.

"Belum pulang, Ir?" tanya Ryan menyapa.

"Eh, kamu Ryan. Belum nih soalnya masih gerimis," sahut Ira perlahan seraya melempar senyum ke arah Ryan.

"Ah, gerimis sedikit kan enggak apa-apa."

"Iya sih, tapi kalau aku kena hujan bisa-bisa penyakit demamku kambuh," jawab Ira singkat.

Ryan tersenyum mendengar jawaban itu. Ira tidak tahu apa maksud dari senyuman itu tapi ia yakin Ryan cukup puas mendengar jawabannya. Ryan memandangi langit. Tak terasa gerimis pun mulai mereda dan waktu tidak memungkinkan mereka untuk berlama-lama di sana. Ryan mengajak Ira untuk pulang.

Ryan, Ira dan teman – teman lainnya berjalan ke arah gerbang sekolah. Perlahan Ryan menuju area parkir di samping gerbang sekolah itu. Ia bermaksud mengambil kuda besinya yang sejak tadi berada di sana.

Sementara itu, Ira yang akan pulang ke rumahnya berdiri di luar gerbang sekolah, bermaksud mencari taksi yang lewat di jalan itu. Namun sayang sejak tadi ia berdiri di sana, ia belum menemukan satu taksi pun yang lewat. Kebanyakan motor dan mobil pribadi yang lewat di jalan itu. Hatinya sedikit cemas, tersenyum kecut seperti jeruk purut.

" Bagaimana aku akan pulang kalau begini," ujarnya perlahan.

Di tengah kecemasan hatinya, tiba – tiba Ira dikejutkan dengan suara klakson motor. Ia pun menoleh. Dilihatnya Ryan yang sedang mengendarai motor, berhenti di sampingnya. Ryan tersenyum pada Ira, bermaksud memberinya tumpangan.

" Lagi nunggu taksi ya, Ir?" tanya Ryan perlahan.

" Eh, iya nih! Aku lagi nunggu taksi. Kamu mau pulang ya, Ryan?" ujar Ira balik menanya.

" Iya, aku mau pulang sekarang. Yuk bareng aku aja, biar aku antar?" tawar Ryan pada Ira.

Ira tertegun. Berpikir sejenak, apakah akan menerima atau tidak tawaran dari Ryan. Ira tampak bingung karena ia belum mengenal dekat laki – laki itu.

" Enggak usah kok, Ryan. Biar aku naik taksi saja nanti," ujarnya menolak ajakan Ryan itu.

" Ayolah, Ir! Kamu naik motorku saja. Enggak apa – apa kok, aku siap mengantarkanmu pulang. Apa kamu takut padaku?"

" Tenang, Ir! Aku enggak akan bawa lari anak gadis orang kok," kata Ryan mantap. Mencoba meyakinkan Ira yang tampak ragu – ragu.

" Eh, bukan begitu maksudku Ryan," ucap Ira tidak enak. Ia tidak ingin Ryan berpikir yang bukan – bukan tentangnya.

" Aku enggak mau merepotkanmu," sahut Ira pelan.

" Aku enggak merasa kerepotan kok, Ir! Justru aku senang bisa membantumu. Lagian hari hujan begini, jarang loh ada taksi yang lewat."

Ira berpikir sejenak. Benar juga apa yang dikatakan Ryan barusan. Sebaiknya aku terima saja tawarannya, pikirnya kembali.

" Iya deh, kalau kamu memaksa. Aku mau diantar sama kamu."

" Nah gitu dong! Ayo naik ke motorku," ajak Ryan pada Ira.

Ira melangkah perlahan, ia mulai naik ke motor itu. Setelah ia duduk, Ryan pun melajukan motor itu perlahan. Siap mengantar Ira pulang ke rumahnya.

Mereka berdua menyusuri jalan demi jalan di kota Bandung. Berjalan di tengah gerimis yang mulai mereda. Di sanalah awal percintaan itu dimulai. Percintaan yang murni dan penuh kasih.

**

Hari- hari pun berlalu, benih- benih cinta semakin tumbuh dan bersemi. Kini mereka berdua menjadi sepasang sekasih. Keduanya sangat serasi, paras Ira yang cantik dan lembut begitu pas dipadukan dengan Ryan yang berwajah tampan dan berkarisma. Tak hanya itu tubuh atletis Ryan juga sangat mendukung. Postur tubuhnya yang tinggi dan bagus, sangat enak dipandang. Maklumlah Ryan rajin berolahraga. Tak hanya olahraga kesukaannya saja yang ia kerjakan tapi ia juga melakukan olahraga lain.

Pagi itu, Ryan menjemput Ira dengan motor RX King kesayangannya, pemberian ayahnya semasa muda dulu. Di depan pintu pagar, ia membunyikan klakson motornya sambil memanggil Ira.

" Ira... Ira...," terdengar suara Ryan dari depan pintu pagar.

Mendengar suara klakson motor di depan pagar, Ira yang saat itu sedang sarapan segera menyudahi sarapannya. Ia menghambur ke luar rumah namun tak lupa untuk berpamitan pada ibu serta neneknya. Sedangkan ayahnya sudah tidak ada lagi, meninggal lantaran tertembak saat bertugas di Palestina. Ayahnya adalah seorang tentara di salah satu kesatuan di Indonesia yang ditugaskan ke luar negeri dalam misi perdamaian. Kala itu, Ira masih sangat kecil. Ia belum mengerti arti sebuah kehilangan. Saat itu Ira berumur satu tahun, ia hanya merengek di pangkuan ibunya. Tanpa tahu, ayahnya sudah tiada.

Ira membuka pintu pagar, tampak di jumpainya Ryan sedang menunggunya di sana. Segera ia menghampiri Ryan.

" Akhirnya tuan putriku keluar juga," tukas Ryan pada Ira.

Ira hanya tersenyum mendengar perkataan Ryan itu. Ia pun berkata," Iya pangeran! Pangeran sudah lama menunggu kah?" tanya Ira pada Ryan.

"Apakah Pangeran tidak bosan menunggu tuan putri ini?" tanya Ira kembali.

" Untuk tuan putri, tentu saja tidak!" tegas Ryan.

" Hamba akan selalu sabar menunggu tuan putriku yang cantik ini!" goda Ryan sembari tersenyum. Senyumnya sangat manis, memperlihatkan barisan gigi putih yang rapi bak pualam.

" Apa benar begitu ? Pangeran akan selalu sabar menunggu ku?"

"Tentu saja . Tuan putri tidak perlu ragu akan hal itu."

" Kalau begitu, ayo kita segera pergi pangeran. Nanti kita terlambat," ajak Ira pada Ryan.

" Baiklah tuan putri, tuan putri naik ya ke kuda putihku ini," ujar Ryan menyuruh Ira untuk naik ke motornya.

Ira pun segera naik ke motor Ryan, ia duduk di belakang.

" Tuan putri sudah siap?" tanya Ryan sembari menghidupkan motornya, bermaksud untuk pergi dari tempat itu.

" Sudah pangeran. Pangeran jalan saja," pinta Ira agar segera berangkat.

" Oke... kalau begitu kita berangkat sekarang. Pegang yang kuat ya tuan putri," ujar Ryan sembari tertawa kecil.

" Siap pangeran!" tegas Ira membalas perkataan Ryan.

Akhirnya mereka berangkat ke sekolah. Di sepanjang perjalanan banyak hal yang mereka bicarakan salah satunya tentang perguruan tinggi mana yang akan mereka tuju selepas tamat dari SMU nanti.

"Ir, kamu nanti mau masuk perguruan tinggi mana?" tanya Ryan perlahan sambil tetap fokus melajukan motornya di jalan beraspal itu.

" Kalau aku inginnya bisa masuk UI di Jakarta tapi Ibu ingin aku kuliah di Bandung saja. Kamu kan tahu Ryan, aku anak tunggal di keluarga Imran Cik Nang, sedangkan ayahku, sudah meninggal saat misi perdamaian di Palestina. Ibu tidak mau aku meninggalkannya. Ibu takut kehilanganku," ucap Ira menjelaskan semuanya.

"Hmm, ibumu sangat sayang padamu ya, Ir! Sampai- sampai tidak menyuruhmu pergi jauh meskipun itu untuk sebuah pendidikan," gumam Ryan.

" Ya, begitulah. Ibuku takut terjadi sesuatu padaku. Rupanya peristiwa kematian ayahku sudah membekas di hati ibuku. Mungkin ia sedikit trauma akan hal itu. Menjadi posesif dan takut kehilangan orang yang sangat dicintai untuk kedua kalinya," ucap Ira sedih.

" Iya, aku tahu, Ir! Itulah sebabnya ibumu melarang kamu untuk kuliah di tempat jauh," kata Ryan

" Iya Ryan. Aku pun maklum dengan keputusannya itu."

Ira menghela nafas panjang. Jauh di lubuk hatinya, ia ingin sekali bisa kuliah di UI. Hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya. Namun impiannya itu harus ia kubur dalam – dalam karena ia yakin ibunya pasti tidak akan mengizinkannya kuliah ke luar kota.

" Oh iya, kamu sendiri nanti mau kuliah di mana? Apa mau kuliah di sini juga?" tanya Ira.

" Entahlah Ir, aku sendiri pun enggak tahu. Kalau aku sih mengikuti ke mana ayahku. Soalnya ayahku kerja di sini. Kalau tahun depan beliau masih kerja di sini, kemungkinan besar sih kuliah di sini," ujar Ryan pada Ira. Ryan sendiri pun tidak tahu entah berapa tahun dia akan tinggal di kota Varis Van Java itu.

" Kalau kamu kuliah di sini, mau kuliah di universitas mana Ryan?" tanya Ira perlahan.

" Aku maunya sih di ITB, Ir! Aku suka teknik soalnya."

" Wah... bagus itu, Ryan. ITB kan kampus terbaik dan terkenal di Bandung. Ternyata pilihan universitasmu sama ya, kayak si Cecep."

" Cecep? Cecep siapa, Ir?" Ryan bertanya pada Ira tentang siapa Cecep itu.

" Cecep itu teman sekelasku, Ryan. Orangnya polos dan lucu. Dia tipikal yang humoris. Kalau kamu dekat dengannya, kamu pasti akan tertawa mendengar banyolannya."

" Oh, ya! Wah... aku jadi penasaran dengan sosok yang bernama Cecep itu. Kapan – kapan kamu kenalkan aku dengan temanmu yang lucu itu ya, Ir!"

" Beres... nanti aku kenalkan kok!"

" Oh ya, ngomong – ngomong Ayahmu kerja apa di sini Ryan?"

Tampaknya Ira penasaran sekali dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Ayah kekasihnya itu.

" Ayahku kerja di perusahaan farmasi di Yogya yang dipindah tugaskan ke sini. Ayahku seorang kepala cabang di perusahaannya."

" Oh... gitu! Memang Ayahmu tugas di sini berapa tahun, Ryan?"

" Aku juga belum tahu pastinya, Ir! Bisa setahun, dua tahun, lima tahun atau selamanya. Mudah - mudahan saja, ayahku kerja di sini lama. Biar kita bisa sama- sama terus, Ir!" tegas Ryan.

" Aamiin, semoga saja begitu ya Ryan," ucap Ira berharap.

Tanpa terasa motor yang di kendarai Ryan kini mulai memasuki gerbang sekolah. Mereka sudah sampai di sekolah yang dituju. Segera Ryan memarkirkan motornya, lalu mereka berdua pun berjalan menuju ruang kelas.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Ketika Hujan Turun
1

Bab 1 Kenangan Saat Hujan

03/08/2022

2

Bab 2 Suasana di Sekolah

03/08/2022

3

Bab 3 Guru Muda yang Memesona

03/08/2022

4

Bab 4 Teman dari Kampung

03/08/2022

5

Bab 5 Dua Sejoli

03/08/2022

6

Bab 6 Lima Sahabat

03/08/2022

7

Bab 7 Telepon dari Kakek

03/08/2022

8

Bab 8 Pembahasan di Kelas

03/08/2022

9

Bab 9 Sebuah Rahasia

03/08/2022

10

Bab 10 Tumbang

03/08/2022

11

Bab 11 Sepucuk Surat Izin

05/08/2022

12

Bab 12 Membesuk Ryan

05/08/2022

13

Bab 13 Menyembunyikan Kebenaran

06/08/2022

14

Bab 14 Lekas Sembuh Ryan

06/08/2022

15

Bab 15 Cerita Untuk Ryan

06/08/2022

16

Bab 16 Kembali Ke Sekolah

07/08/2022

17

Bab 17 Kejutan yang Gagal

07/08/2022

18

Bab 18 Hobi yang Menyenamgkan

07/08/2022

19

Bab 19 Berlatih Bersama Sahabat

08/08/2022

20

Bab 20 Kedatangan Kakek Dari Yogya

08/08/2022

21

Bab 21 Sesuatu yang Tak Terduga

09/08/2022

22

Bab 22 Ayah, Kakek di Mana

09/08/2022

23

Bab 23 Perjalanan Menuju Rumah

09/08/2022

24

Bab 24 Sekantong Oleh - oleh dari Yogya

09/08/2022

25

Bab 25 Prank Untuk Ryan

09/08/2022

26

Bab 26 Melepas Rindu

12/08/2022

27

Bab 27 Percakapan di Meja Makan

12/08/2022

28

Bab 28 Coklat Untuk Kekasih

12/08/2022

29

Bab 29 Persiapan Tim Elang Biru Sebelum Pertandingan

12/08/2022

30

Bab 30 Menuju Gedung Olahraga

12/08/2022

31

Bab 31 Kemenangan Ryan dan Tim Elang Biru

19/08/2022

32

Bab 32 Kembali Tumbang

19/08/2022

33

Bab 33 Ke Rumah Sakit

19/08/2022

34

Bab 34 Pertolongan Untuk Ryan

24/08/2022

35

Bab 35 Operasi Untuk Ryan

24/08/2022

36

Bab 36 Setelah Operasi

24/08/2022

37

Bab 37 Sesaat Sebelum Kritis

24/08/2022

38

Bab 38 Napas Terakhir

24/08/2022

39

Bab 39 Dibawa Pulang

03/09/2022

40

Bab 40 Firasat Seorang Wanita

03/09/2022