Kania Lim dan Melani Lim adalah sepasang kakak adik yang jatuh cinta pada satu lelaki, Sammy. Bahagia Kania rasakan ketika Sammy memilihnya menjadi kekasih. Namun, Kania terpaksa merelakan Sammy menikahi Melani akibat kecelakaan yang membuat sang kakak harus kehilangan tangan kirinya. Kania menerima pinangan Daniel, pria yang berbeda usia 16 tahun karena ingin melupakan kekasih hatinya. Mampukah Kania menjalani perannya sebagai seorang istri yang menikah tanpa cinta dan melupakan kekasih hatinya? Mampukah Daniel menaklukkan hati Kania dan membuat istrinya melupakan cinta pertamanya? Akankah mereka berdua dapat hidup bahagia?
"Ken, kamu nggak mau ke bawah?" tanya David sambil membuka pintu kamar Kania, anaknya.
"Males ah. Kania mau di kamar aja," tolak Kania.
"Yakin nggak mau keluar? Makanan di bawah enak-enak lho," goda David.
"Papi aja deh yang ambilin dan bawain ke sini," pinta Kania dengan manja.
"Enak aja. Ambil sendiri di bawah. Papi lagi ada tamu Ken."
"Ah, Papi jahat. Udah nggak sayang lagi sama Kania."
"Eh ini anak. Ikut Papi aja mau?"
"Ke mana Pi?"
"Ke ruang kerja. Sekalian kenalan sama temen Papi. Orangnya ganteng lho."
"Nggak mau ah. Biar ganteng pasti udah tua."
"Kata siapa? Kan kamu belum lihat."
"Males ah. Mau di kamar aja," tolak Kania.
"Ya udah terserah kamu aja. Tapi kalo kamu bosan, ke ruang kerja Papi aja."
David meninggalkan Kania dan kembali ke ruang kerjanya yang berada di lantai bawah rumah.
Hari ini istrinya mengadakan pesta kecil untuk merayakan wisuda Melani putri sulungnya. Dan seperti biasa, Kania lebih memilih diam di kamar daripada berada dalam acara-acara seperti saat ini.
David masuk ke dalam ruang kerja. Di sana ada Daniel, rekan bisnisnya yang baru. Pria keturunan Korea - Indonesia yang baru setahun ini dikenalnya.
"Sori harus menunggu lama," ujar David dengan bahasa formal.
"Its oke," jawab Daniel santai.
"Saya belum pernah lihat anak kamu yang bungsu," ujar Daniel pada David.
"Kania itu susah orangnya. Agak menutup diri dengan suasana baru dan orang yang belum dia kenal," David memberi penjelasan.
"Oh, unik juga ya. Saya jadi penasaran ingin ketemu dan berkenalan."
David tertawa mendengar perkataan Daniel. "Bisa diatur," jawab David.
"Oke, sekarang mari kita membahas tentang rencana akhir pembukaan mini market di Kemang," ujar Daniel.
Untuk beberapa waktu Daniel dan David sibuk membahas rencana kerja sama mereka membuka cabang mini market MIRAE di daerah Kemang.
"Saya permisi ke kamar kecil dulu," ujar Daniel setelah beberapa saat.
"Silakan."
Daniel beranjak dari duduknya dan keluar ruangan menuju ke kamar kecil. Sambil berjalan, Daniel membalas pesan yang masuk dari Ji Sung, sekretaris pribadinya yang berada di Seoul, sehingga tidak melihat Kania yang berjalan ke arahnya.
Kania pun tidak melihat Daniel karena dirinya juga sedang membalas pesan dari Sammy, kekasihnya.
"AW!" pekik Kania sambil memegangi keningnya.
"Maaf, saya tidak sengaja. Ada yang luka?" tanya Daniel pada gadis di hadapannya.
Kania memandangi pria di hadapannya. Dan tiba-tiba saja dirinya dilanda rasa panik.
"Maaf, saya nggak sengaja," ujar Kania gugup.
"Tidak masalah," jawab Daniel sopan. "Tapi apa kamu terluka?"
Kania buru-buru menggelengkan kepalanya, dan mencoba untuk melanjutkan langkahnya.
"Eits, kamu mau ke mana?" tanya Daniel sambil mencekal tangan Kania yang hendak kabur.
"Bukan urusan kamu kan." Kania menyentakkan tangannya kemudian langsung pergi meninggalkan Daniel.
Daniel memandangi Kania sampai gadis itu menghilang dari pandangannya.
"Gadis yang lucu," gumam Daniel sambil tersenyum kecil."
Daniel pun meneruskan niatnya menuju ke kamar kecil. Setelah selesai, Daniel kembali ke ruang kerja.
"Papi!" Kania membuka pintu ruang kerja sambil memanggil ayahnya.
David yang tengah membahas tentang mini market mengangkat kepalanya mendengar suara Kania memanggilnya.
"Sini masuk Ken," ujar David.
Kania berjalan menghampiri David yang duduk di sofa tunggal di ruang kerja. Kemudian duduk di sandaran tangan dan memeluk David.
"Pi, Kania la ...."
Kania tidak jadi meneruskan ucapannya karena dia melihat ada pria yang tadi bertabrakan dengan dirinya di sana.
"Kenapa kamu di sini?!" tanya Kania dengan nada ketus pada Daniel.
Daniel tertawa kecil mendengar "kata sambutan" dari Kania.
"Kita ketemu lagi," ujar Daniel pada Kania.
"Dia ini siapa Pi?"
"Temen bisnis Papi. Kan tadi Papi udah bilang."
"Kalo gitu, Kania balik aja ke kamar." ujar Kania langsung berdiri dan berjalan meninggalkan ruang kerja David.
David hanya dapat menggelengkan kepala melihat kelakuan Kania.
"Jadi dia anak bungsu kamu?" tanya Daniel setelah Kania keluar.
"Iya."
"Lucu juga sikapnya," ujar Daniel.
"Dia memang seperti itu kalau merasa tidak nyaman," sahut David.
"Bukankah itu bagus? Berarti dia tidak sembarangan dalam memilih teman dan pergaulan."
"Terkadang memang baik bersikap seperti itu, tetapi hal itu membuatnya tidak memiliki teman dekat."
"Saya justru sangat menyukai sikapnya yang seperti itu," ujar Daniel.
David terdiam mendengar perkataan Daniel barusan. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya ketika mendengar nada suara Daniel.
***
Keluar dari ruang kerja David, Kania berjalan menuju dapur. Cacing-cacing di perutnya sudah berdemo sejak tadi minta diberi makanan.
Tadinya Kania ingin meminta David menemaninya mengambil makanan di ruang makan. Namun, melihat ada orang lain di sana, Kania mengurungkan niatnya.
Maka dia langsung menuju dapur, mencari Bi Sumi untuk meminta tolong pengasuhnya sejak kecil mengambilkan makanan untuk dirinya.
"Bi, Kania laper."
"Mau Bibi ambilin makanan?"
"Mau Bi," ujar Kania senang. "Kania tunggu di atas ya. Inget ya Bi, Mami dan Kak Mel nggak boleh tau."
"Iya Non."
Kania bergegas keluar dapur dan menuju ke lantai atas. Dia menunggu Sumi datang membawakan makanan di balkon.
Tidak lama, Sumi datang membawa baki berisi makanan.
"Ini Non. Dihabiskan ya," ujar Sumi.
"Wah banyak banget Bi. Ini namanya rejeki nomplok," ujar Kania sambil memandangi piring-piring yang berisi bermacam-macam makanan, bahkan sampai hidangan penutup pun dibawakan oleh Sumi.
"Bibi tinggal dulu ya. Piring-piring kotornya biarin aja di sini. Nanti biar Bibi yang beresin," ujar Sumi.
"Iya Bi. Sangat-sangat terima kasih," ujar Kania dengan mimik wajah lucu.
Kania tidak menyadari kehadiran Daniel sejak tadi dan mendengar semua pembicaraannya dengan Sumi.
Daniel berjalan menghampiri Kania dan berdiri di belakang gadis itu.
"Ternyata kamu ngumpet di sini," ujar Daniel pada Kania.
Kania yang baru saja hendak makan, urung begitu mendengar suara pria di belakangnya. Kania menoleh untuk melihat siapa yang datang.
"Mau ngapain ke sini?! Bukannya lagi ngobrol sama Papi?!" tanya Kania ketus.
"Saya mau ngerokok dulu," ujar Daniel sambil mengambil sebatang rokok.
"Emang rokok rasanya enak?"
"Penasaran? Mau coba?" tantang Daniel.
"Nggak. Makasih. Cukup Papi aja yang ngerokok di rumah ini," tolak Kania.
Dengan gaya acuhnya, Kania mulai menikmati makanan yang dibawakan oleh Sumi.
"Kenapa kamu tidak bergabung di bawah?" tanya Daniel yang semakin penasaran dengan gadis ini.
"Males. Enakan di sini, bisa ngeliatin bintang."
"Kalo mau liat bintang, pake teleskop lebih baik. Bintang jadi terlihat semakin jelas."
"Belum perlu. Begini juga udah bagus kok."
"Kamu suka bintang?" tanya Daniel.
Kania menganggukkan kepalanya. "Suka banget. Apalagi kalau nggak ada awan, bintang bisa keliatan jelas dan langit jadi semakin cantik."
"Boleh saya bertanya sesuatu?"
"Tanya aja, nggak ada larangan kan?"
"Berapa usia kamu?"
"Masih delapan belas. Nanti Agustus baru genap sembilan belas. Kenapa?"
"Berarti kita berbeda usia enam belas tahun," sahut Daniel. "Sudah lulus sekolah menengah?"
"Baru lulus," jawab Kania.
"Berencana untuk kuliah?"
"Nggak."
"Kenapa?"
"Mau cari kerja aja. Otak saya nggak sanggup kalo harus kuliah," jawab Kania santai.
"Kalau membantu di mini market mau?"
"Wah, mau jadi apaan di sana?"
"Kamu bisa belajar untuk mengelola mini market. Atau belajar cara pembukuan," ujar Daniel.
"Gajinya besar?" tanya Kania dengan mimik lucu. "Bisa buat beli teleskop?"
Daniel tertawa keras mendengar pertanyaan Kania. Gadis ini ternyata ramah dan penuh selera humor kalau sudah merasa nyaman.
"Itu bisa diatur. Kalau kamu setuju, saya akan bilang sama David."
"Baiklah, akan dipikir baik-baik."
"Saya tunggu jawaban kamu."
"Saya udah selesai makannya, dan mau balik ke kamar."
"Oke. Senang bisa mengobrol sama kamu."
"Sama-sama," jawab Kania yang sudah lebih ramah. "Ngomong-ngomong, saya nggak tau nama kamu."
"Saya Daniel." Daniel mengulurkan tangannya pada Kania.
"Kania," ujar Kania sambil menjabat sekilas tangan Daniel.
"Boleh saya minta nomor ponsel kamu?" tanya Daniel yang belum melepaskan tangan Kania.
"Buat?"
"Ponsel berguna untuk berkomunikasi. Tentunya untuk berkomunikasi dengan kamu," ujar Daniel.
"Oh kira in buat nagih hutang," jawab Kania.
Kemudian Kania memberikan nomor ponselnya pada Daniel. Setelah itu Kania kembali ke kamarnya.
Daniel beranjak meninggalkan balkon dan kembali ke bawah. Saat berjalan menuju ke ruang kerja, dia berpapasan dengan Sherly.
"Oh, ternyata ada Daniel. Sudah makan?" tanya Sherly ramah.
"Belum," jawab Daniel sopan.
"Mel, sini dulu sebentar," panggil Sherly pada Melani.
"Ada apa Mi?" tanya Melani.
"Kamu udah sapa Om Daniel?"
"Selamat malam Om, apa kabar?" tanya Melani sambil tersenyum manis.
"Saya baik. Oh iya, selamat ya karena sudah lulus kuliah."
"Makasih Om."
"Sudah mendapatkan pekerjaan?" tanya Daniel sopan.
"Sedang menunggu panggilan Om."
Sherly melihat David datang dan bertanya pada David.
"Pap, kamu liat Kania?" tanya Sherly pada suaminya.
"Paling di kamarnya. Memang kenapa?"
"Anak itu apa nggak pernah diajarin sopan santun?! Masa kakaknya lulus wisuda dia malah diem aja di kamar?"
"Daniel, bagaimana kalau kita makan dulu?" David tidak menghiraukan perkataan istrinya.
"Oke. Usul yang baik. Kebetulan saya sudah lapar."
"Bapak sama anak sama aja. Sama-sama nggak punya aturan!"
"Kenapa kamu sepertinya marah sama istri kamu? Maaf kalau saya lancang." Daniel bertanya pada David saat mereka sedang mengambil makanan.
"Bukan marah. Hanya tidak suka terhadap kelakuannya yang selalu membedakan Melani dan Kania."
"Oh ya?"
"Seharusnya istri saya bersikap adil pada mereka berdua, tapi nyatanya ...." David tidak melanjutkan perkataannya.
"Itukah sebab nya kamu lebih memperhatikan Kania dibanding Melani?"
"Mungkin juga," jawab David. "Mari kita ke taman."
David membawa Daniel menuju ke taman di samping rumah. Mereka duduk di meja yang mengahadap ke taman yang terlihat cukup terang karena lampu-lampu hias yang tergantung cantik.
"Bagus juga taman kamu," ujar Daniel kagum.
"Ini hasil perbuatan Kania," ujar David dengan bangga.
"Serius? Ternyata dia memiliki jiwa seni yang cukup baik," puji Daniel tulus.
"Memang begitulah Kania. Lebih suka tidak terlihat dan lebih senang dengan hal-hal yang berhubungan dengan seni."
"Saya malah ingin mengajak Kania bergabung di mini market," ujar Daniel.
David terkejut mendengar pernyataan Daniel. "Sebagai?"
Belum sempat Daniel menjawab, mereka dikejutkan dengan suara teriakan Kania dari dalam rumah.
Bab 1 Berkenalan dengan Daniel
01/03/2022
Bab 2 Bagaimana Kalau Saya
01/03/2022
Bab 3 Bersama Sammy
01/03/2022
Bab 4 Lebih Baik Jujur
01/03/2022
Bab 5 Terbakar Api Cemburu
03/03/2022
Bab 6 Menikmati Suasana Baru
03/03/2022
Bab 7 Kesempatan Terakhir
03/03/2022
Bab 8 Perayaan Kecil-Kecilan
03/03/2022
Bab 9 Firasat Buruk
03/03/2022
Bab 10 Melani Mengamuk
03/03/2022
Bab 11 Melepaskan Sammy
08/03/2022
Bab 12 Mendapat Restu
09/03/2022
Bab 13 Usaha Terakhir
10/03/2022
Bab 14 Hari Pernikahan
11/03/2022
Bab 15 Meninggalkan Jakarta
12/03/2022
Bab 16 Berkenalan Dengan Mertua
13/03/2022
Bab 17 Rahasia Kecil
14/03/2022
Bab 18 Bulan Madu
15/03/2022
Bab 19 Kenyataan Pahit untuk Sammy
16/03/2022
Bab 20 Tersesat
17/03/2022
Bab 21 Hari-Hari Bahagia
18/03/2022
Bab 22 Jangan Ganggu Mereka!
19/03/2022
Bab 23 Telepon Tengah Malam
20/03/2022
Bab 24 Bekas Lipstik di Kemeja
21/03/2022
Bab 25 Ulah Licik
22/03/2022
Bab 26 Pertengkaran Pertama
23/03/2022
Bab 27 Nyaman Bersamamu
24/03/2022
Bab 28 Jin Joo Kembali Berulah
03/04/2022
Bab 29 Peringatan Daniel
06/04/2022
Bab 30 Siasat Baru
11/04/2022
Bab 31 Menjalankan Misi
15/04/2022
Bab 32 Usaha yang Selalu Gagal
18/04/2022
Bab 33 Hyeo Rim Mulai Bertindak
26/04/2022
Bab 34 Anniversary Pertama
03/05/2022
Bab 35 Dua Wanita yang Terbakar Cemburu
11/05/2022
Bab 36 Pertanyaan di Hati
12/05/2022
Bab 37 Perasaan Apakah Ini
13/05/2022
Bab 38 Kabar Mengejutkan
14/05/2022
Bab 39 Rencana Busuk
15/05/2022
Bab 40 Salah Memilih Lawan
17/05/2022
Buku lain oleh Grace Wang
Selebihnya