Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Jangan Main-Main Dengan Dia
Aku Jauh di Luar Jangkauanmu
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Suamiku Ternyata Adalah Bosku
"Ayah!!"
Teriakan membahana membangunkan aku dari mimpi terindah. Ini hari weekend, lanjut tidur dan bangun siang adalah rencanaku. Namun naas, semua gagal total. Gerak cepat bangun serta berjalan membuka pintu kamar tanpa cuci muka sekalipun. Enggak keburu, yang ku takutkan yakni sesuatu terjadi kepada anak kecil kesayanganku.
Menuruni setiap anak tangga seperti pembalap lari. Masalah jatuh belakangan, itu bisa di urus belakangan. Nafas tersenggal-senggal saat aku tiba di lantai bawah tepatnya ruang keluarga.
"Ayah, dia udah cubit pipi Yana sampe merah, Yah. Sakit banget," adu Yana--putri kecilku berumur delapan tahun. Tatapanku langsung tertuju pada pengasuh Yana.
Perempuan yang baru bekerja lima hari tersebut justru menunduk takut, gak berani bicara sedikit pun.
"Yana?" ucapku memberi kode. Yana menatap sinis pengasuhnya, kemudian meracau nggak jelas, "iya, Yana masuk ke kamar sekarang juga," tandasnya membuat aku tersenyum tipis. Anaknya memang pintar. Dikasih kode langsung mengerti.
"Sebenarnya ada apa?" tanyaku lugas tak menerima basa-basi. Tidak kelupaan aku menyuruhnya untuk duduk di atas sofa.
"Saya ... saya enggak menyakiti Non Yana, Tuan. Saya minta maaf." Yah, aku memang sudah menduganya. Pengasuh Yana memang sudah ganti lima kali dalam sebulan ini. Permasalahannya ya itu, ada pada anakku. Dia gak mau pakai pengasuh. Maunya Bunda secara nyata.
"Kamu tinggal bereskan pakaianmu sekarang. Saya akan kasih gaji dua kali lipat," titahku dihadiahi gelengan olehnya.
"Jangan Tuan," dia menangkupkan kedua tangannya, "saya nggak mau dipecat." Jika diteruskan, maka dia pula yang akan sengs*ra. Yana kalau sudah tak suka, maka dia akan terus menuduh yang enggak-enggak. Seperti hal tadi tentunya.
Aku mengangkat tangan kanan, lalu memberi alasan kenapa Yana bersikap seperti itu. Lima menit merenung, akhirnya dia menganggukan kepalanya, "Terima kasih. Tuan sudah berbaik hati dengan memberi gaji lebih besar padahal saya baru lima hari bekerja," ucapnya seraya menunduk lesuh.
"Sama-sama,"
Setelah dia pergi, aku masih stay duduk di ruang keluarga. Memikirkan harus kemana lagi mencari pengasuh untuk menjaga putri kecilnya. Aku berada di rumah ya, setiap weekend begini. Hari kerja selalu lembur. Berangkat jam tujuh pagi, pulang jam sepuluh malam. Belum sempat mengurus Yana saking sibuknya.
Aku memijat pelipis karena mendadak pusing. Pusing akan tingkah laku Yana pun aku belum mengisi perut kosong yang sedari tadi demo meminta isi.