/0/13501/coverorgin.jpg?v=1a1199ebd16f44b6ec106fc74bf349fc&imageMogr2/format/webp)
"Bu, perutku kenapa sakit, ya?" tanyaku, mendatangi ibu ke dapur.
Mendengar keluhanku, ibu hanya tersenyum. Sebuah senyum aneh yang selalu membuat aku merinding melihatnya. Matanya menatap liar ke arahku. Entah itu hanya perasaanku saja, atau memang benar seperti itu adanya.
"Sakit bagaimana? sini Ibu lihat!" ucap ibu, memintaku mendekat.
Kaki ini sudah siap melangkah, tapi kembali aku urungkan karena teringat pesan dari mas Harto.
"Sayang, kalau aku lagi kerja, kamu di kamar saja! Jaga jarak dengan ibu, jangan sampai ibu menyentuh tubuh kamu, apalagi perut kamu! Abaikan saja semua yang kamu dengar di luar kamar. Kalau kamu memang perlu bantuan, kamu hubungi saja saudara kamu!"
Kata-kata itu kembali terngiang. Perlahan aku memundurkan langkahku. Aku memutar otak mencari alasan untuk bisa menolak perintah ibu.
"Kenapa diam Na? Ayo sini!" titah ibu, bibirnya melebar masih menampilkan senyuman yang aneh.
"Emh, i-iya Bu. Tunggu sebentar ya Bu, aku mau ke toilet dulu!" ucapku, beralasan.
Ibu hanya mengangguk dengan senyum yang menghiasi wajahnya. Tanpa membuang waktu, aku gegas berbalik, melangkah menuju toilet di dekat sumur belakang rumah.
Rumah ibu mertuaku terletak di sebuah desa yang jauh dari pusat kota. Kehidupan di desa ini juga tertinggal jauh dari kota. Di kota tempat keluargaku tinggal, toilet dan kamar mandi sudah menyatu dengan bangunan utama rumah. Sedangkan di sini masih terpisah dan letakknya juga paling belakang.
Semakin aku menjauh, aku seperti merasa diawasi dari belakang. Mungkin saja ibu masih menatap punggungku. Ingin rasanya aku berbalik, tapi aku merasa takut.
Di belakang rumah, pohon-pohon tumbuh dengan subur dan rimbun. Gesekan batang bambu menimbulkan bunyi berisik saat diterpa angin. Aku merasa takut jika harus berlama-lama berada di luar seperti ini.
Cukup lama aku bertahan di tempat ini, akhirnya ibu mertuaku kembali ke kamar juga. Merasa situasi sudah aman, aku bergegas keluar dari toilet dan berlari kecil memasuki rumah dari pintu belakang.
Rumah yang terbuat dari kayu ini, cukup besar untuk suamiku yang hanya anak tunggal di rumah ini. Tapi yang membuat aku heran sekaligus takut, bukan karena rumahnya yang terbuat dari kayu. Melainkan jendela rumah yang hanya ditutupi menggunakan plastik terpal tanpa ada pengamanan apapun. Hanya pintu yang terbuat dari kayu kokoh. Itu pun juga tidak pernah dikunci. Pintu dibiarkan tertutup begitu saja, tanpa dikunci dari luar atau dalam.
Sesampainya aku di dalam kamar, aku langsung menutup pelan pintu kamar dan menguncinya. Ini semua aku lakukan atas dasar perintah dari mas Harto. Aku tidak tau apa alasannya. Jika aku bertanya, mas Harto hanya membalasnya dengan senyum. Aneh sekali.
"Mas, kapan kamu pulang?" tanyaku, melalui panggilan telepon.
"Nanti sore Yank, ada apa? Kamu mau dibelikan apa?" tanya mas Harto, suaranya begitu lembut menenangkan.
"Aku mau rujak Mas, kamu tidak lama kan? Perutku tadi sakit Mas, terus aku bilang ke ibu," Ceritaku.
Mas Harto diam untuk sepersekian detik. "Terus ibu bilang apa? Ibu tidak menyentuh perut kamu kan?"
Pertanyaan dan suara bergetar dari mas Harto membuat keningku mengkerut. Pertanyaan yang sama jika aku membahas tentang ibunya.
"Tidak mas, tadi sih ibu mau pegang dan memintaku mendekat. Tapi aku ingat pesan kamu, jadi aku beralasan ke kamar kecil," sahutku, terdengar helaan nafas dari ujung telepon.
/0/14646/coverorgin.jpg?v=1c62fdb3310f3f4159185473eabbba3a&imageMogr2/format/webp)
/0/23809/coverorgin.jpg?v=0e1950dbb9387b9a62be6a889330bd14&imageMogr2/format/webp)
/0/25545/coverorgin.jpg?v=2597cb6ef180e2217a26e8d3f4b82446&imageMogr2/format/webp)
/0/4194/coverorgin.jpg?v=e441912389ddbcbe208d5e9cd85c93f6&imageMogr2/format/webp)
/0/21528/coverorgin.jpg?v=97654835b6dbed180f7f80f3fedb6c30&imageMogr2/format/webp)
/0/29792/coverorgin.jpg?v=b17bc5f0babdbbce849d22cb4a92f651&imageMogr2/format/webp)
/0/17537/coverorgin.jpg?v=3e422101d9446d3c01b6dc7ca5f4fa34&imageMogr2/format/webp)
/0/3562/coverorgin.jpg?v=e9095ec3c4f369b5eec2467e99ec4c04&imageMogr2/format/webp)
/0/17139/coverorgin.jpg?v=87dfbe04afc0929da1a13e65b6bb7b31&imageMogr2/format/webp)
/0/6145/coverorgin.jpg?v=c83adbc4f113b8e670106b91488af741&imageMogr2/format/webp)
/0/23566/coverorgin.jpg?v=0ab504907ed06f3ca66db1afaa688591&imageMogr2/format/webp)
/0/2683/coverorgin.jpg?v=f0fb6ab5fe94a3265a6787f6af96ec4e&imageMogr2/format/webp)
/0/26437/coverorgin.jpg?v=7defb1e099e0469d5d8b819df5e17a97&imageMogr2/format/webp)
/0/17237/coverorgin.jpg?v=912f23b23462fbafe0c02c62baed6894&imageMogr2/format/webp)
/0/16786/coverorgin.jpg?v=96add49d8e451ffc91885de4d51254eb&imageMogr2/format/webp)
/0/15702/coverorgin.jpg?v=93983d5227fe8a1ab4f4583c26279f6e&imageMogr2/format/webp)
/0/24941/coverorgin.jpg?v=a61ed2b43d3dfa13c7e1d68cb88abd69&imageMogr2/format/webp)
/0/20041/coverorgin.jpg?v=d3ae2b6c1b626d2e5ef8a039fdd81681&imageMogr2/format/webp)