Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Jangan lupa klik berlangganan ya
******************** ********************
"Bagi uang gajimu, lima ratus ribu saja. Selfi dan Ibu mau belanja tuh!" Mas Johan mengatakan hal tersebut dengan entengnya.
"Kenapa minta uang gajiku, Mas? 'Kan uang gajiku sudah digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rumah ini Mas. Dan kini uangku cuma sisa satu juta saja, itupun
harus dicukupkan hingga waktu gajian lagi Mas," jawabku.
"Ah kamu ini banyak ngomong, cepat berikan. Kasihan mereka sudah menunggu di luar."
"Pakai uangmu saja dulu Mas, kan gajimu utuh tak pernah kamu berikan kepadaku. Uang satu juta ini harus aku cukup-cukupkan untuk memenuhi kebutuhan selama dua minggu kedepan, juga untuk uang transport ku Mas. Belum lagi untuk uang saku Selfi atau keperluan kuliahnya yang biasanya mendadak."
"Alah banyak ngomong kamu itu. Gajiku ya ku berikan pada ibuku lah, kan beliau yang sudah mengasuhku selama ini, jadi ibu lah yang berhak menerima gajiku, bukan kamu!" Mata Mas Johan melotot sambil mengacungkan jarinya di depanku.
"Baiklah Mas, tapi jangan lima ratus ribu ya. Dua ratus ribu saja," kataku sambil mengeluarkan dua lembar uang pecahan seratus ribuan dari dompet.
"Huh banyak ngomong kamu ini! Mau jadi istri durhaka?! Cepat berikan yang Ibu minta tadi, lima ratus ribu rupiah! Atau ku ceraikan kamu sekarang juga, biar tahu rasa kamu menjadi janda?" katanya sembari merebut paksa dompetku, dan mengambil tiga lembar lagi.
Mendengar kata 'cerai' dan juga 'janda' selalu sukses membuat nyaliku ciut, dan alhasil aku pun akhirnya selalu menuruti semua permintaanya dan keluarganya.
"Jangan lupa bereskan dulu kamar Ibu dan Selfi sebelum kamu berangkat kerja."
"Tapi ini sudah siang Mas, aku nanti terlambat. Kenapa tidak minta Selfi saja untuk membersihkan kamar Ibu dan kamarnya?"
"Mereka kan mau belanja. Tau sendirikan mereka akan marah jika lihat kamarnya masih berantakan. Sudah jangan banyak ngomong lagi, aku mau berangkat narik dulu. Ingat jika sampai nanti aku mendengar keluhan dari mereka karena kamarnya tak kamu bersihkan, maka aku langsung menjatuhkan talak tiga padamu!"
Mengalah dan terus mengalah, hal itulah yang terus aku lakukan selama delapan bulan ini ketika menjadi istri Mas Johan. Dia dan keluarganya selalu memanfaatkan ketakutan dan rasa traumaku menjadi seorang janda.
Ya, aku memang trauma dengan julukan 'janda', bukan karena aku pernah mengalaminya, tapi karena menyandang status itulah, Ibuku akhirnya depresi dan meninggal karena bunuh diri di sebuah rumah sakit jiwa. Sejak kepergian Ibu itulah aku menjadi hidup sebatang kara di dunia ini, Ayahku pun kuanggap sudah mati, karena dia telah meninggalkanku dan Ibu disaat aku masih berusia delapan tahun.
Dulu ketika pertama kali bertemu dengan Mas Johan, aku merasa dia adalah pria baik yang memang benar-benar menyayangiku. Hingga aku menceritakan semua trauma yang ku alami dan menerima pinangannya meski kami baru kenal selama satu bulan.
Pertemuan pertama kami adalah di tempat kerjaku, dulu aku bekerja sebagai admin merangkap kasir di sebuah Koperasi Simpan Pinjam. Mas Johan adalah nasabah disana, saat itu dia memiliki usaha toko pakaian di pasar yang berdekatan dengan tempat kerjaku.
Awal-awal pernikahan sebenarnya semua masih baik-baik saja, Mas Johan memboyongku ke rumahnya dan tinggal bersama Ibu dan Adiknya. Dia juga memintaku untuk berhenti bekerja dan membantunya berjualan di pasar.
Selama dua bulan, aku merasa Mas Johan dan keluarganya selalu mencintaiku dan tak salah aku menerima pinangan dari Mas Johan.
Namun petaka itu mulai terjadi bulan ketiga pernikahanku. Saat itu usaha yang dilakoni Mas Johan bangkrut, karena kebakaran di pasar. Meskipun telah mendapat uang asuransi, nyatanya hal itu tak mampu menutupi utangnya pada sebuah Bank besar. Ternyata selama ini seluruh modalnya berasal dari pinjaman bank tersebut. Dan rumahnya pun ternyata masih kredit, belum lagi dia sangat butuh banyak uang untuk membiayai kuliah Selfi, Adiknya.
Berbagai upaya telah dilakukan olehnya, namun sayang semua tak bisa terselamatkan. Akhirnya Mas Johan harus merelakan tempat usahanya di sita oleh pihak Bank karena telah menunggak pembayaran selama empat bulan. Pun juga dengan rumah yang dulu kami tempati, karena sudah tak mampu membayar, Mas Johan pun mengembalikannya pada developer. Habis tak bersisa semuanya, dan hanya menyisakan satu buah motor milik Mas Johan.
"Sebaiknya kita sekarang pulang saja ke rumahku Mas. Kebetulan kan di sana ada tiga kamar, pas untuk kita semua. Jangan khawatir aku juga akan kembali bekerja untuk membantu biaya kuliah Selfi," ucapku kala itu kepada Mas Johan dan keluarganya.