Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Kedisiplinan adalah sebuah standar yang susah dimiliki.
“Jadi, tidak ada lagi yang ingin ditanyakan?” tanya Yusuf kepada semua asisten yang hadir saat itu. Sebenarnya ada topik wisuda, namun mengingat dua wisudawan sedang hadir di lab, akan merusak kejutan jika dibocorkan sekarang.
“Aku rasa itu cukup, Yusuf,” komentarku. Asisten lainnya tidak ada yang membantahku, dan sebagai moderator, Yusuf mengakhiri rapat malam itu.
“Karena tidak ada yang perlu dibahas lagi, kita akhiri dengan do’a,” ucap Yusuf. Do’a kafaratul majelis menutup rapat malam itu. Para asisten pun kembali ke pekerjaan mereka masing-masing. Aku sendiri masih berkutat dengan skripsi milikku yang berhubungan dengan perekaman data besar untuk permainan dan melakukan adjustment dari data tersebut.
“Skripsimu masih lanjut?” tanya Yusuf tidak percaya melihatku yang sibuk dengan angka-angka itu. Oke. Kalau aku mengetahui bahwasanya mengembangkan sistem perekapan seperti ini hingga selesai adalah satu semester, aku sudah mencicil ini dari semester 6.
“Iya. Prof Hari bilang minggu depan kalau bisa sudah mulai pengambilan datanya. Ini sudah semester kedua soalnya. Kalau telat, bakal hangus,” jawabku tanpa mengalihkan perhatianku. Yusuf memang cukup menyebalkan karena suka bertanya terus-menerus. Tapi, itu masih tidak seberapa dengan Mas Arrow, seorang senior sekitar 7 tahun di atasku, kala aku masih numpang di lab ini sebagai freeloader.
“Semangat ya. Aku juga mulai kerjakan milikku. Baru tahu kalo data bisa ngeselin seperti ini,” komentarnya. Aku berdecih, siapa suruh mengambil pengumpulan data hasil wabah untuk analisis dan simulasi prediksi penyebaran wabah serupa usulan Prof Murfid. Topik Prof Murfid notabene menyusahkan semua siswanya, dan aku pastikan bukan sesuatu yang bisa selesai dalam satu semester dengan mudah. Lagipula, topikku ini usulan beliau juga.
“Kamu kan ahlinya sekarang di bidang analisis data. Jadi ya kalau struggle kamu bakal kesulitan. Mulai dikerjakan aja. Fauzan di 206 mungkin bisa bantu dikit-dikit,” balasku.
“Makasih,” komentarnya, “aku ngurus skripsiku dulu,” lanjutnya. Akhirnya, dia berhenti menggangguku. Aku memegang kembali laptopku dan mengerjakan sisa komponen skripsiku yang belum tuntas.
“Kakak yakin ambil penelitian itu?” tanya Rahima.
“Dilihat dari kebermanfaatannya kelak, aku yakin,” jawabku.
Kalau tahu bakal sesusah ini- lupakan. Sudah terjadi. Aku hanya melanjutkan pekerjaanku. Salah satu calon wisuda, Mas Yahya, mendekati tempat aku duduk.
“Pak Ketua, saya pulang dulu,” pesannya. Aku menganggukkan kepalaku, tanpa memberikan pesan maupun balasan. Jam menunjukkan angka 10 malam. Rapat yang mulai semenjak jam 8 itu sudah memakan total 2 jam penuh.
“Mas Faux gak pulang?” tanyaku melihat ke senior calon wisudawan yang lain. Dia menggelengkan kepala.
“Lagi mau nyolong wifi. Kosan gak wifi ya gini. Gak kek Shad yang udah nikah,” komentar sang calong wisudawan. Aku terkekeh kecil sebelum kembali mengerjakan tugas akhirku.
“Rahima gak datang?” tanya Mas Faux lagi. Aku menggelengkan kepala. Perempuan itu pasti menghindari senior bernama Mas Yahya tadi, apalagi setelah pernikahan Mas Yahya dengan maba tahun ini, Zihan Azizah.
“Kenapa emangnya Mas?” tanyaku. Mas Faux tidak memberikan penjelasan. Dia mengalihkan pembicaraan. Sayang, aku menangkap jernih apa alasannya.
“Kurang apa lagi penelitianmu?” tanya Mas Faux. Aku menghela nafas.
“Tinggal sedikit sih. Kalau sudah selesai, bisa sidang semester ini,” jawabku seraya melihat ke laptopku. Sebuah notifikasi dari klien proyekan muncul di laptop.
Aristy: Mohon maaf Kak, untuk aplikasinya kira-kira bagaimana ya kak? Kami perlu buat demonstrasi kepada dosen minggu depan.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Belum tugas akhir, mana proyekan juga dikejar. Seharusnya aku lempar saja ke si Dekker ini proyek. Ah sudahlah, terlanjur basah.
Affa: Bisa selesai senin depan.
Ya. Artinya hanya tiga hari untuk menyelesaikan sisa tetek bengek kemarin. Mungkin aku harus benar-benar menawarkan Dekker.
Aristy: Terima kasih Kak. Bayaran dari kelompok kami akan seperti kesepakatan kemarin.
Affa: Oke. 400 ribu.