Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Alexa menatap bayangan dirinya di depan cermin. Sungguh ia seperti tidak mengenali dirinya sendiri. Seorang gadis berkebaya kutu baru bermata bulat, balas menatapnya tajam. Dirinya berkebaya saudara-saudara!
Jikalau tidak karena harus berperan sebagai Jamilah Binti Surip, mungkin seumur hidup ia tidak akan pernah mengenakan pakaian gadis desa seperti ini. Bayangkan ia yang sehari-hari mengenakan ripped jeans dan jaket kulit, tiba-tiba harus berkain kebaya seperti ini. Tadi saja, ia nyaris terjungkal karena keserimpet kain panjang. Ia jadi tidak bisa berjalan cepat, karena kainnya ini membatasi gerakannya.
Rambutnya yang sudah mulai panjang, juga membuatny gerah. Sebenarnya kemarin ia sudah ingin memotongnya dengan model cepak seperti biasanya. Namun papanya melarang. Menurut papanya, penampilannya harus all out saat berperan sebagai cucu Mbok Sari. Mana ada cucu seorang ART yang anggun dan kemayu, punya cucu seperti seorang premanwati?
"Lexa! Mau berapa lama lagi kamu di dalam sana hah?!" Teriakan papanya membuat Alexa dengan cepat meraih koper. Ia sangat mengenal karakter papanya. Jika ia tidak keluar dalam tiga menit, bisa dipastikan pintu kamarnya hanya akan tinggal engselnya saja. Sudahlah, tidak apa-apa hari ini ia berpenampilan sebagai gadis desa. Toh besok lusa ia akan bisa berpenampilan seperti biasanya. Kopernya ini sudah penuh dengan segala atribut dan pakaian kebesarannya.
"Iya, Pa. Lexa sudah selesai kok." Seraya menggeret kopernya ia melangkah ke ruang tamu. Tampak papa, mama, serta Xander kakaknya, telah duduk di sofa. Sementara Mbok Sari dan Pak Hamid duduk di hadapan mereka.
"Nah Pak Hamid, Mbok Sari, Alexa sudah datang. Waktunya berangkat." Axel beringsut dari sofa diikuti oleh istri dan putra sulungnya. Begitu juga dengan Pak Hamid dan Mbok Sari. Sepasang suami istri yang sudah mengabdi puluhan tahun bersama keluarganya. Bahkan sebelum kedua orang tuanya terbunuh.
Ia ingat sekali. Bagaimana Pak Hamid dan Mbok Sari yang pada waktu itu baru menikah, terus membesarkan hatinya saat kedua orang tuanya dimakamkan. Selain Bang Gultom alhamrhum, Pak Hamidlah orang yang paling lama mengabdi padanya. Disusul dengan Mang Tisna, Beli Made, Bang Raju dan Erick. Pak Hamid adalah seorang supir. Sementara lima orang terakhir itu adalah para bodyguardnya. Kempatnya juga telah pensiun karena usia, dan hidup dengan keluarga masing-maaing. Hanya saja, Erick yang usianya lebih muda, sesekali masih berkunjung untuk memberi pelatihan pada pengawal-pengawal baru.
Daddynya, Pierre Delacroix Adams, adalah seorang mafia yang sangat ditakuti di masanya. Sementara mommynya, Aimee Delacroix Adams, adalah seorang istri yang sangat mencintai dan setia sampai akhir pada daddynya. Dan sudah tentu daddynya memiliki banyak bodyguards untuk melindungi dirinya dari musuh-musuhnya. Namun siapa menyangka kalau nyawa kedua orang tuanya malah, melayang di tangan adik angkat mereka sendiri. Texas Delacroix Bimantara. Om sekaligus ayah kandungnya. Kisah cinta bersegi-segi antara daddy, mommy dan omnya telah menumpahkan darah dan dendam. Namun semua itu kini telah berlalu. Satu hal yang pasti, ia tetap memakai nama belakang Delacroix Adams. Bukan Delacroix Bimantara. Karena baginya Pierre adalah ayahnya. Texas hanyalah ayah biologisnya.
Setelah menjadi yatim piatu pada usia dua belas tahun, dengan Lily, adiknya yang masih berseragam SD, Pak Hamid dan kelima bodyguards ayahnya inilah yang menjaganya. Membentuk pribadinya agar kuat, dengan mental yang tak mudah patah. Mereka semua adalah pengganti orang tua baginya dan Lily kala itu.
Kini saat ia harus melepas Mbok Sari dan Pak Hamid, yang telah ia anggap seperti keluarganya sendiri, Axel merasa matanya berair. Namun ia harus. Karena keduanya telah semakin menua dan mereka ingin kembali ke kampung halaman. Menghabiskan masa tua dan sisa hidup di sana. Dekat dengan keluarga dan sanak saudara.
"Pak Hamid, Mbok Sari. Saya mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga atas pengabdian Pak Hamid dan Mbok Sari selama ini. Terima kasih atas waktu dan tenaga yang telah Pak Hamid dan Mbok Sari curahkan selama ini kepada keluarga saya."
"Sama-sama, Den Axel. Saya dan Si Mbok juga mengucapkan terima kasih. Karena telah diberi banyak sekali kemudahan selama kami bekerja di sini. Kami telah digaji lebih dari cukup. Diberikan rumah, dan sebidang tanah yang luas untuk hari tua, serta membiayai pendidikan putra putri kami hingga menjadi sarjana di Jakarta. Bahkan sampai membuat anak-anak kami hidup mapan di ibukota ini." Pak Hamid juga menyampaikan rasa terima kasihnya.
"Sama-sama, Pak. Baiklah. Sekarang saya titipkan Alexa, di kampung halaman Bapak untuk memperbaiki segala kecerobohannya. Saya harap Pak Hamid dan Mbok Sari bisa mendidik Lexa, seperti Pak Hamid dan Mbok Sari dulu mendidik saya dan Lily dulu. Agar Lexa bisa belajar dari semua kesalahannya. Titip Lexa, ya Pak, Mbok? Saya titipkan buah hati saya pada kalian berdua."
Axel menyalami dan memeluk Pak Hamid untuk terakhir kalinya. Ia sadar, bisa saja ini adalah pertemuan mereka terakhir kalinya, karena masalah usia. Setelahnya ia menyalami Mbok Sari.
Kemudian berturut-turut istrinya Raline yang menyalami sembari menangis sedih. Raline pasti berat ditinggalkan oleh mereka berdua. Xander putranya menyusul setelahnya.
"Dan kamu Lexa, turuti apa yang dikatakan oleh Pak Hamid dan Mbok Sari. Ingat, mulai hari ini namamu adalah Jamilah Binti Surip. Anak dari Surip. Putra sulung Pak Hamid dan Mbok Sari."
"Iya, Pa," jawab Alexa takzim.
"Ingat juga, kamu akan tinggal setahun penuh di sana. Tanpa uang saku sepeser pun dari Papa. Kamu akan diberi makan tiga kali sehari oleh Mbok Sari. Setelah itu kamu harus mencari uang saku sendiri. Kalau kamu curang, Papa akan menambahi waktu hukumanmu."
"Siap, Pa!" Alexa mengeraskan suaranya.
"Kamu hanya akan bebas dari hukuman, dengan dua syarat. Menjalani hukumanmu selama setahun penuh, atau kalau ada laki-laki bernyali yang berani melamarmu pada Papa. Itu pun kalau laki-laki itu mampu mengalahkan Papa dan kakakmu di Alcatraz. Kalau dia kalah. Maka dia tidak pantas menjadi menantu Papa. Jelas, Lexa?"
"Jelas, Pa!" Angguk Alexa patuh. Benaknya hanya memikirkan satu hal. Ia akan terdampar selama setahun penuh di Desa Pelem. Karena tidak mungkin ada pemuda setempat yang berani melamarnya. Lebih jauh lagi, mampu mengalahkan keganasan papa dan kakaknya di atas ring tinju.
"Kalau begitu, segeralah berangkat." Perintah Axel. Alexa memeluk mama dan kakaknya. Keduanya memintanya bersabar dalam menjalani hukum. Mereka juga mengatakan kalau waktu setahun itu tidak lama. Ya, memang tidak lama bagi orang yang tidak mengalaminya.
Alexa memandangi seantero rumah sebelum meraih kopernya. Hanya koper inilah hartanya saat ini. Semua uangnya dan fasilitas dari papanya telah dicabut.
"Tinggalkan kopermu, Lexa. Papa sudah mempersiapkan koper tersendiri untukmu. Isinya berbagai macam model kebaya sederhana. Seperti kebaya model kutu baru, kebaya encim dan yang lainnya. Koper barumu sudah ayah siapkan di bagasi mobil. Kamu tinggal bawa badan saja ke desa Pelem. Berangkatlah sekarang."