Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Hadirmu adalah sebuah kenyataan
Mengenalmu mungkin ketidaksengajaan
Mencintaimu bukanlah keharusan
Memilikimu hanya sebatas angan
Bukan salah Tuhan karena menciptamu
Tapi salah diriku yang terus memujamu
Mata seharusnya tertutup
Seperti hati layaknya terkunci
Arga tersenyum kecut setelah menuliskan dua bait puisi di buku agendanya. Untuk Melia, gadis pujaan dia sedari SMA. Entah kenapa, pagi ini dia teringat kembali pada gadis tersebut. Ada kerinduan yang tiba-tiba menyeruak, tanpa dapat dikendalikan. Walau sudah beberapa kali ditolak dengan kalimat pedas dan menghunjam, tetap saja dia tak bisa melupa. Cinta pertama, bahkan mungkin selamanya.
*
Arga Eka Putra, demikian Ayah memberiku nama. Kata ‘Putra’ di bagian paling belakang adalah nama beliau. Sosok tenang, penyabar, tetapi sangat tegas dalam memegang prinsip hidup. Setidaknya, itu yang menjadi ciri khas dalam sifat dan karakter Ayah di ingatanku.
Awal SMA, aku jatuh cinta pada teman sekelas yang bernama Melia Irawati. Ayah tersenyum saat aku menceritakan tentang dia. Dan masih teringat jelas pesan Ayah kala itu.
"Kalau kamu sungguh-sungguh suka sama dia, perjuangkan, Ga. Diterima, ya alhamdulillah. Kalau ditolak, ya maju lagi. Ditolak itu hal biasa, Ga. Ayah dulu juga ditolak sama ibumu berkali-kali, kok. Nggak terhitung malahan. Buktinya, kena juga, kan? Wong lanang kuwi menang milih, wong wedok kuwi menang nolak, Ga. Ingat itu," tutur Ayah.
Ayah menegaskan bahwa seorang pria memang punya kuasa untuk memilih, perempuan mana yang akan dia lamar atau dia nyatakan cinta. Sementara wanita, mereka punya ranahnya sendiri untuk berkuasa dalam menolak lamaran yang tidak dia suka. Sudah kodratnya demikian. Jadi, sebagai seorang pria, tak boleh takut ditolak dan tak boleh mudah menyerah. Kurang lebih, itu yang ingin Ayah tekankan kepadaku saat itu.
Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Pepatah itu terbukti benar. Mengikuti jejak serta pedoman ayahku, hal itu juga yang kemudian aku lakukan pada Melia. Aku mencoba untuk mengesampingkan rasa malu serta minder untuk mencoba mendekati gadis itu. Beruntungnya aku yang diberkahi otak cemerlang sehingga Melia sering meminta bantuanku untuk memahami beberapa pelajaran. Ya, setidaknya aku masih punya kelebihan dan poin plus di mata gadis pujaanku itu.