Suara langkah kaki yang mendekat membuatnya membalikkan badannya dengan cepat, memfokuskan pandangannya pada objek itu. "Mau dimana? Jantung atau kepala?" "Bagaimana kalau kamu memanahnya di hatiku saja? Dengan cintamu?" Anayra Az-Zahra. Ia tertawa dibalik cadarnya, membalikkan badannya lalu melepaskan anak panahnya. Seperti biasa, tepat sasaran. "Saya tidak tau kalau laki-laki yang abi minta untuk dipertimbangkan sebagai kandidat calon suamiku ternyata seorang pembual, saya yakin dengan kata itu kamu sudah berhasil mengelabui banyak perempuan," mengambil satu anak panah lagi dan memfokuskan pandangan. "Hahaa, aku suka bagaimana pemikiran seorang Anayra." Dibalik cadarnya Anayra tersenyum remeh, melepaskan anak panahnya lalu tertunduk. "Namun saya belum memutuskan apakah anda pemenangnya ataukah menjadi kandidat yang gugur di antara banyaknya peminang." setelah mengatakan itu, Anayra berlalu. Kakinya berhenti melangkah saat mendengar perkataan dibelakang sana, dibalik cadarnya ia tertawa lagi. Hatinya telah membenarkan tanpa ia sadari. "Oh ya? Padahal aku merasa, aku sudah berhasil menjadi pemenang selayaknya kamu yang memanah hatiku hari ini. Bagaimana? Benar bukan?" Namanya Arendra Fagtaputra. Dia tergapai namun kehidupannya terlalu gelap, saking gelapnya butuh bertahun-tahun untuk menderang.
Beberapa jejeran mobil yang berdatangan memasuki Kawasan rumahnya membuat Anayra menurunkan busurnya sebentar,"Siapa yang datang?" tanyanya pada pelayan yang sejak tadi menemaninya memanah di halaman depan yang luas.
"Mungkin kandidat pasangan yang Ayah anda maksud,Nona."
Kepalanya mengangguk beberapa kali,Arendra? Laki-laki yang katanya sangat ingin meminangnya menjadi istrinya datang kemari? Ia tersenyum dibalik cadarnya,segera mengangkat busurnya kembali tak lupa memfokuskan pandnagannya pada titik sasarannya didepan sana.
"Aku baru tau kalau dia laki-laki yang cukup cepat tanggap,padahal pagi ini aku baru mengatakan pada Abi untuk mempertimbangkan pertemuan tapi dia dengan beraninya kemari. Apa aku panah dia saja dengan panah ini? Membuatnya masuk rumah sakit?" melepaskan anak panahnya dan senyumnya mengembang.
Anayra Az-Zahra tak pernah salah sasaran jika soal memanah.
"Saya akan kedalam untuk memastikan apakah yang datang benar-benar dia ataukah hanya tamu penting ayah anda,Nona."
Dengan cepat Anayra menggeleng,"Tidak perlu,aku tau dia akan kemari sebentar lagi." Gumamnya,kembali berlatih memanah. Ini adalah kegiatan paginya atau mungkin runinitasnya setiap kali berada dirumah. Ia suka memanah,apalagi anginnya sedang bersahabat begini.
Mendengar langkah kaki mendekat,Anayra membalikkan badannya dengan cepat. Mengarahkan anak panahnya pada seseorang yang baru saja datang,lihatlah? Dugaannya benar bukan? Dia pasti akan kemari untuk menemuinya karena tujuan Arendra kemari pastilah membujuknya untuk menerima pinangan ini.
"Mau dimana? Jantung atau kepala?"
Orang bernama Arendra itu memasang ekspresi santai,"Bagaimana kalau kamu memanahnya di hatiku saja? Dengan cintamu?"
Anayra tertawa sarkas,dengan cepat membalikkan badannya lalu melepaskan anak panahnya. Saat melakukan olahraga ini,menurutnya hanya satu kuncinya yaitu kepercayaan diri. Anayra selalu percaya anak panahnya akan selalu berada di nomor tertinggi kesukaannya.
"Saya tidak tau kalau laki-laki yang Abi minta untuk dipertimbangkan sebagai kandidat calon suamiku ternyata seorang pembual. Saya yakin dengan kata itu anda sudah berhasil mengelabui banyak perempuan," Anayra mengatakannya tanpa memandang Arendra sama sekali,kembali pada kegiatannya.
Satu anak panah,dua anak panah dan seterusnya. Ini adalah Pelepas penatnya dari semua kegiatan menyusahkan di sekitarnya.
"Hahah,aku selalu suka bagaimana pemikiran seorang,Anayra. Sama dengan yang orang-orang ceritakan. Perempuan bercadar namun memiliki pemikiran yang cerdas dan pandai memanah," sama sekali tidak tersanjung,untuk apa Anayra tersanjung dengan pujian? Itu sama saja menumpuk kebanggaan.
"Namun saya belum memutuskan apapun,apakah anda akan keluar sebagai pemenang ataukah akan menjadi kandidat yang gugur diantara banyaknya peminang yang berdatangan." Lanjutnya,tidak memperdulikan perkataan Arendra sebelumnya. Dengan menenteng busurnya,ia bersiap masuk kedalam rumah.
Namun perkataan Arendra di belakang sana sedikit mengusiknya,tanpa sadar Anayra membenarkannya.
"Oh ya? Padahal aku merasa aku sudah berhasil menjadi pemenang selayaknya kamu yang memanah hatiku hari ini. Bagaimana? Benar bukan?"
Anayra kembali menatap Arendra dengan tajam tanpa peduli teguran pelayannya yang mengingat Anayra tentang Adab dalam islam,"Apa yang akan anda berikan kepada saya andaikan saya bersedia menjadi pengantin perempuan anda di pelaminan? Anda lihat di sekeliling? Saya sudah mempunyai segalanya,uang? Agama? Keluarga bahagia?" Arendra menunduk tertawa,ia sangat menyukai mata itu. Mata yang tidak memiliki rasa takut sama sekali.
Seperti yang semua orang di kalangannya katakan,Anayra Az-Zahra adalah satu-satunya pebinis perempuan bercadar dan sangat sulit untuk di taklukan.
Memasang ekspresi serius,"Aku akan memberikan apa yang kamu mau? apapun."
Anayra mundur selangkah,memandang halaman yang sangat luas.
"Di dunia ini,tidak ada apapun yang boleh di percayai bahkan manusia sekalipun. Saya tentu sangat menjujung tinggi itu,namun pernikahan harus melibatkan sedikit kepercayaan demi tercapainya kesuksesan di dunia. Anda? Di negara ini,tidak ada yang tidak tahu bagaimana jahatnya seorang Arendra dalam dunia bisnis apalagi perihal di khianati. Maka,aku menginginkan nyawamu sebagai tebusannya."
"Nona..."
"Tidak papa pelayan,aku suka apapun yang Anayra pikirkan." Katanya menenangkan,Arendra berdehem. Ikut memandang halaman luas yang sedang dipandang oleh perempuan yang berhasil membuatnya tergerak untuk melamarnya. Kapan itu? Sebulan lalu,di pertemuan antara pebinis di pesta perusahaan.
Saat semua perempuan berlomba mempercantik dirinya dengan penampilannya,Anayra datang dengan pakaian tertutupnya namun dengan mata tajamnya membuat semua orang bahkan musik terhenti. Saat pembicaraan bisnis pun,Anayra hanya bersuara antara iya dan tidak sampai akhirnya kembali kerumah. Fantastis bukan? Dia benar-benar perempuan luar biasa.
"Di dunia fatamorgana ini,saya tidak menginginkan apapun untuk saya genggam. Namun pernikahan adalah ikatan yang sangat saya junjung tinggi. Terkadang,memilih suami berarti sedang memilih bagaimana seharusnya masa depan kita sendiri,maka dengan jaminan nyawa Anda,saya akan merasa aman," Anayra tersenyum di balik cadarnya,ia tahu apa yang Arendra inginkan darinya. Sebuah pengasihan,kasih sayang dan tempat pulang.
Seorang Arendra hanya memerlukan tempat pulang.
"Juga terkadang Anayra,disaat memilih istri maka disanalah mulai terlihat semua bayangan masa depan. Aku serasa melihat masa depanku yang di penuhi kedamaian karena bisa menikah dengan perempuan seperti dirimu,"
Dibalik cadarnya Anayra tertawa,"Kenapa? Apa yang Anda begitu suka sampai berjalan sejauh ini? Penasaran dengan wajahku? Tubuhku atau mau memperlihatkan kepada semua orang bahwasanya Anda berhasil mendapatkan dan menaklukan perempuan bercadar pemberani ini? Apa begitu?"
"Nona..." pelayannya bersuara lagi,ia merasa perbincangan ini sudah sangat jauh.
Arendra memasukkan tangannya kedalam saku,"Aku sama sekali tidak penasaran dengan wajah dibalik kain itu atau bagaimana tubuhmu jika tak menggunakan jilbab lebar. Aku sama sekali tidak memperdulikan bagaimana kamu sehabis menikah nanti,yang yang aku yakini adalah aku ingin menikahimu karena aku tertarik dengan pemikiran seorang Anayra. Aku menginginkan Anayra menjadi milikku,hanya untukku." Dan Anayra tahu,itu adalah kejujuran.
"Memperlihatkan kepada semua orang bahwa kamu sudah menjadi milikku? Haha,untuk apa aku memamerkan milikku pada publik? Bukankah lebih mengasikkan aku memilikinya sendiri?" wajah seriusnya menjadi santai kembali,murah senyum seperti biasanya.
Anayra maju kembali ke arena panahannya,"Saat aku melepaskan panahku,maka aku akan menemukan dua kemungkinan yaitu keberhasilan mencapai sasaran atau kegagalan karena kesannya terlalu terburu-buru." Fokus selama semenit dan melepaskannya. Tepat sasaran,sudah banyak anak panah berjatuhan di seberang sana.
"Saat aku memberikan jawabanku,maka ada dua kemungkinan yang akan aku dapatkan darimu,Arendra," kini cara bicaranya berubah,menjadi santai dan berani menyebutkan nama Arendra.
"Menikah denganmu berarti aku siap menjadi seseorang yang bukan aku lagi," memanah lagi dan tepat sasaran lagi,
"Atau menolak lamaranmu maka keluargaku akan menjadi perbincangan publik karena menolak pesona seorang Arendra yang sangat terkenal dengan sikap ramahnya,terpujinya,murah senyumnya serta kepribadiannya yang sempurna." Anayra dengan gerakan cepat mengarahkan padanya pada Arendra,keduanya hanya berjarak satu meter setengah.
"Mereka semua akan mengataiku,perempuan sombong dan tidak tahu malu." Matanya menajam,"Bagaimana jika aku menolaknya lalu memanah kepalamu hingga menembusnya? Bukankah ini solusi yang bagus? Tidak akan ada yang tahu bahwa aku yang melakukannya." Bukan ketakutan yang Anayra temukan di mata Arendra namun sorot kesedihan yang sangat mendalam,Arendra si gila,
"Kamu pikir dengan membeberkan semua masa lalumu pada CV yang kamu berikan pada abiku,maka hatiku akan tergerak? Untuk apa aku menikah dengan laki-laki yang takut akan keramaian dan suara peluru? Untuk apa aku menikah dengan laki-laki yang takut pada kegelapan dan tak mau bepergian sendirian? Hahaa,untuk apa aku membuang waktuku dengan laki-laki yang belum sembuh dengan traumnya?" tanpa menunggu jawaban,Anayra agak menjauh dan melesatkan anak panahnya.
Kini,anak panah yang ada di punggungnya sudah habis.
"Terkadang,saat perempuan menikah yang mereka cari adalah laki-laki yang bisa melindunginya dan bebas dari masalah apapun. Untuk apa aku menikah dengan laki-laki yang sampai sekarang masih di incar oleh keluarganya sendiri?" kini Anayra tepat berdiri di sisi Arendra,ia menghadap ke utara sedang Arendra menghadap ke selatan.
"Kamu menerimaku."
Anayra tertawa,entah sudah berapa kali ia tertawa pagi ini. Matanya memandang bagaimana banyaknya bodyguard yang menjaga Arendra,ia sangat tahu alasan dibalik semuanya.
"Kamu tahu apa yang Abiku katakan saat aku bertanya apakah aku menerimanya atau tidak?" katanya dengan berbisik.
"Apa?"
"Dia bilang,langit tidak selamanya berada di sana. Namun langit akan selalu tahu apa yang dia lakukan selayaknya langit yang mengantarmu memanah dengan luasnya samudera." Arendra benar-benar tidak paham dengan perkataan itu.
"Arendra akan selalu tahu apa yang aku inginkan selayaknya apa yang Abiku lakukan untukku selama ini,melalui aku maka aku akan bisa mengantarmu melihat samudera yang luas selayaknya aku yang begitu yakin saat melepaskan anak panahku di bidikan sana. Kamu akan memberikan apapun yang kumau sebagai imbalannya,aku akan mengeluarkanmu dari semua trauma yang kamu derita. Akan kubawa kamu mengelilingi samudera sesuai keyakinanku selama ini," Arendra serasa melihat cahaya terang didepannya,bukankah keputusannya kemari memang tepat.
"Namun..."
"Namun?"
Anayra mengangkat busurnya,"Aku tidak tahu kapan tali busur ini akan putus atau kapan aku ragu untuk melepaskan anak panahku,Arendra." Ada keraguan,semua perempuan pasti ragu memilikinya.
Dibalik cadarnya,Anayra menatap nanar busur panah yang ada di tangannya,"entah sampai kapan tali ini akan selalu kuat untuk membantuku,aku tidak seyakin itu apalagi memperbaikinya butuh banyak waktu." Lirihnya,matanya menutup sebentar barulah kembali menampilkan ekspresi seperti biasanya.
"Jadi,kamu mau jadi pemenang atau yang gugur?" tanyanya sekali lagi.
"Kamu memintaku berjuang bersama para kandidat yang datang?"
Anayra menggeleng,tanpa membaca CV-nya ia sudah menolaknya. Anayra tidak percaya pada selembar kertas yang mereka sodorkan,semua kandidat peminang pasti memberikan banyak kata-kata penambah sebagai pemanisnya.
"Lalu?" masih dengan posisi yang sama keduanya terus berbincang.
"Kamu lupa imbalannya?"
Arendra tertawa,"Nyawaku? Kamu ingin nyawaku?"
"Ya,aku butuh jaminan." Setelah mengatakan itu,Anayra pergi dari sana memasuki rumahnya. Bertemu pandang dengan abinya yang sejak tadi memperhatikannya di teras rumah mereka. Anayra menunduk sopan barulah meneruskan langkahnya masuk kedalam rumah tanpa peduli apa yang mereka bahas di belakang sana.
Namun beberapa saat kemudian,Anayra kembali dari dalam menatap mereka semua dengan tajam. Dengan emosi menarik tangan Arendra menjauh membawanya ke halaman luas agar tidak ada siapapun yang mendengarnya,ia membawa Arendra ke arena bidikan menjadikan Arendra sebagai sasarannya hari ini.
"Hahaha,calon istriku sedang emosi ternyata."
Si gila Arendra sudah mengumumkan di ranah publik bahwa mereka akan menikah dalam waktu dekat. Gila,Arendra memang sudah kehilangan kewarasannya sejak lama.
Satu anak panah ia lepaskan tepat di samping wajah Arendra membuat semua bodyguard Arendra maju namun tuannya melarang,para pelayan Anayra hanya bisa berteriak histeris setiap kali Anayra melepaskan anak panahnya.
Panah kedua,tepat disamping teliganya.
Anayra benci dengan fakta ini,bahwa dirinya telah jatuh cinta pada laki-laki gila yang ia jadikan objek di depan sana. Sangat membencinya.
Bab 1 Si Peminang
11/11/2022
Bab 2 Latar Belakang Arendra
11/11/2022
Bab 3 Pribadi Lain
11/11/2022
Bab 4 Dunia Arendra
11/11/2022
Bab 5 Putra Dan Sikapnya
11/11/2022
Bab 6 Sisi Lain Mereka
11/11/2022
Bab 7 Dunia Drama
11/11/2022
Bab 8 Permainan Dan Perdebatan
12/11/2022
Bab 9 Kepulangan
12/11/2022
Bab 10 Calon Mertua Dan Kenangan
12/11/2022
Buku lain oleh Mentari NA
Selebihnya