Fiona Larasati tidak pernah menduga bahwa rumah tangga idealnya akan disusupi oleh orang ketiga. Padahal selama ini dia sudah belajar memasak demi bisa menjaga perut suaminya. Dia juga belajar berdandan demi bisa selalu tampil cantik di depan suaminya. Dia bahkan rutin berolahraga, dan menjaga pola makan demi mempertahankan tubuhnya agar tetap ramping dan sehat. Akan tetapi, orang ketiga itu tetap hadir di dalam rumah tangganya. Dan orang itu, masih seorang ipar dari suaminya sendiri. Marah? Benci? Tentu saja perasaan itu memenuhi hati Fiona ketika dia memergoki sang suami, dan selingkuhannya sedang berguling di atas ranjang yang sama. Apalagi ketika mertuanya justru merestui hubungan sang suami dengan selingkuhannya dengan begitu mulus. Untuk semua pengorbanan yang telah Fiona lakukan dalam pernikahan ini, mana mungkin dia akan diam saja, bukan? Tapi tunggu dulu. Fiona harus mempersiapkan pembalasan tersebut dengan baik dan hati-hati atas semua kerugian yang ia dapatkan. Tunggu saja.
"Fi, Ibu liat kamu kayaknya belum isi ya?"
Fiona meneguk teh hangatnya dengan susah payah ketika mendengar pertanyaan ini lagi. Semenjak memasuki tahun ketiga pernikahan, pertanyaan ini tidak pernah absen ditanyakan oleh seluruh anggota keluarga suaminya. Terutama sang ibu mertua. Fiona sampai bosan mendengarkan.
"Fio juga maunya cepat hamil, Bu. Tapi Allah 'kan belum ngasih," jawab Fiona sekenanya. Hatinya teriris setiap kali dia mengulang kalimat yang sama untuk yang kesekian kali.
Kenapa sih orang-orang tidak bisa mengerti bahwa kelahiran, kematian, dan rezeki itu hanyalah kuasa Tuhan. Sedangkan manusia hanya bisa berusaha. Apa orang-orang ini pikir dia tidak ingin memiliki keturunannya sendiri?
Orang-orang ini tidak tahu saja bahwa bahkan ditengah kesibukannya, dia sudah pernah menyempatkan diri ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatannya. Dia pun takut jika ternyata masalah terdapat pada dirinya sendiri. Namun, tidak!
Dokter mengatakan bahwa dia sehat dan tak ada masalah. Bahkan menyarankan agar dia tidak berhenti berusaha.
See, hal-hal tentang anak tidak bisa kamu paksakan hanya karena kamu menginginkannya, bukan?
"Kamu gak mandul 'kan, Mbak?"
Mendengar pertanyaan ini tiba-tiba terlontar dari bibir adik iparnya di hadapan anggota keluarga yang lain membuat Fiona terperangah. Dia tidak langsung menjawab. Dalam kondisi ini dia hanya bisa mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruang keluarga. Sepasang netra hitam kelamnya mencari-cari sosok sang suami untuk meminta bantuan, tapi nihil. Sejak tadi dia tidak menemukan keberadaan Mas Jaya di ruangan ini.
"Jangan bilang kamu beneran mandul?!" nada suara mertuanya terdengar meninggi.
Sepertinya aksi diamnya membuat wanita paruh baya ini mengambil kesimpulan sendiri. Bahwa diamnya Fiona berarti membenarkan dugaan bahwa dia memang mandul.
Fiona mengirim delikan tak puas pada Aruna, adik iparnya yang baru saja mengenal bangku perkuliahan itu. Sebelum kemudian dia sendiri menghela nafas pelan. "Fio sih udah periksa ke dokter. Dan dokter bilangnya Fio sehat-sehat aja. Tapi enggak tau nih sama Mas Jaya, gak pernah mau diajak periksa bareng," ungkap Fiona dengan nada halus sambil menatap penuh arti pada mertuanya.
Tapi siapa yang tidak tahu, nada santai dan tutur kata sopan yang dia lemparkan mengandung sindiran yang bahkan tidak tersamarkan. Beberapa orang di ruang keluarga yang memiliki pikiran terbuka bisa menebak indikasi dari ucapannya itu.
"Jadi maksud kamu, yang mandul itu Jaya?!" desis mertuanya tampak tidak terima. Bahkan mata keriput wanita itu melotot lebar padanya.
Fiona hanya tersenyum menanggapi. "Fio enggak pernah ngomong gitu," balasnya dengan acuh tak acuh. Tapi dalam hati, entah sudah berapa kali dia merutuki suaminya yang tidak kunjung muncul disepanjang dia diinterogasi oleh mertuanya ini.
"Ini pasti karena kamu terlalu kecapekan setiap kali pulang kerja. Kamu harusnya di rumah aja, fokus urus rumah, dan urus suami. Cukuplah suami kamu yang cari nafkah," tukas ibu mertuanya dengan nada jumawa.
Fiona hampir mendengus mendengar ucapan mertuanya itu. Mengandalkan gaji dari Mas Jaya? Kecuali ibu mertuanya tidak minta jatah gaji suaminya, mungkin Fiona akan menuruti saran ini. Tapi sepertinya sang mertua lupa, bahwa lebih dari setengah gaji suaminya itu masuk ke dalam kantong mertuanya ini.
Tentu saja Fiona tidak mengutarakan keluhannya. Dia malas harus berdebat dengan orang tua, toh ujung-ujungnya tetap dia yang akan dipersalahkan.
Lagipula tujuannya untuk bekerja selain untuk menutupi kekurangan nafkah yang diberikan Mas Jaya, dia juga tidak mau hidup terlalu bergantung dari keringat suaminya. Kepalanya pusing jika harus memikirkan semisal akun bank-nya yang menipis apalagi sampai kosong. Lebih penting lagi, dia pasti muak jika harus mengiba pada Mas Jaya agar diberikan jatah lebih tiap bulan. Suaminya itu tidak akan menggubris keluhannya. Karena bagi Mas Jaya, kebutuhan ibu dan adiknya jauh lebih penting daripada kebutuhan dapur mereka sendiri.
Setidaknya dengan memiliki gaji sendiri, Fiona bisa bebas membeli segala kebutuhannya tanpa harus pusing-pusing menunggu untuk dinafkahi.
"Gimana saran Ibu? dari tadi diam aja, mbok ya dijawab," teguran ibu mertuanya menyadarkan Fiona dari segala macam isi pikirannya.
"Maaf, Bu. Fio gak bisa berhenti kerja," jawab Fiona dari balik gigi yang terkatup rapat.
Setiap kali mertuanya mulai membicarakan anak dan kehamilan, sang mertua selalu lari ke pembahasan seputar pekerjaannya. Apa sih yang salah dari seorang istri yang bekerja? Toh dia masih menjalankan perannya sebagai istri dengan baik. Dengan dia bekerja, suaminya tidak serta merta dia telantarkan.
Dia masih menyiapkan pakaian kerja dan sarapan pagi untuk mereka sebelum berangkat kerja. Sepulang kerja dia juga masih menyempatkan diri untuk menyiapkan makan malam sendiri. Belum lagi jika suaminya ingin bercinta dengan berbagai macam gaya, dia masih bisa meladeninya. Lebih penting lagi, dia tidak banyak mengeluh ketika suaminya memberi nafkah seadanya. Dan suaminya sendiri tidak pernah komplain tentang pekerjaannya. Jadi kenapa ibu mertuanya begitu getol ingin dia menjadi ibu rumah tangga?
"Kamu itu memang susah sekali diatur ya. Enggak kayak Zoya!"
Fiona memutar mata dalam hati. Inilah alasan kenapa dia terkadang enggan mendekatkan diri dengan keluarga suaminya. Dia benci harus disudutkan seperti ini setiap kali mereka berkumpul. Apalagi jika dia sudah dibanding-bandingkan dengan ipar suaminya itu.
"Zoya itu ya, dia pandai ngurus rumah. Pandai juga ngurus suami,"
Fiona mengangguk kecil sebagai tanggapan. "Ngomong-ngomong, Fio kok gak liat Mbak Zoya dari tadi?" tanya Fiona.
Sebenarnya dia tidak benar-benar ingin tahu dimana ipar suaminya itu berada. Dia hanya berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Zoya pasti lagi sibuk ngurus anaknya! emang kamu ... " balas mertuanya dengan ketus.
Fiona menggelengkan kepala melihat tingkah tak masuk akal mertuanya ini. Padahal mertuanya ini sudah memiliki empat orang cucu yang masih kecil-kecil. Dua dari almarhum Mas Agung dan Mbak Zoya. Dua lagi dari Mas Fadli dan Mbak Arum. Kenapa pula dia masih didesak untuk buru-buru punya anak? Ini tidak seperti mertuanya akan membantu mereka mengurus anak-anak mereka.
Setelah menghela nafas panjang dan menghembuskannya dengan pelan, Fiona memutuskan untuk beranjak dari sofa yang dia duduki.
"Kamu mau kemana?" tanya ibu mertuanya yang semakin tidak puas ketika melihat tindakan Fiona yang hendak kabur dari interogasinya.
"Mau ke kamar, kepala Fiona pusing," jawab Fiona beralasan sambil berjalan menjauh dari ruang keluarga itu.
Fiona langsung berjalan menaiki tangga menuju lantai dua, dimana kamar suaminya berada. Dia ingin istirahat, pertanyaan mertuanya sungguh telah menguras seluruh energinya.
Namun, belum sempat Fiona membuka pintu kamar, desahan samar dari balik pintu itu tertangkap indera pendengarannya.
Deg,
Jantung Fiona menghentak dengan kencang. Pikiran buruk seketika melintas dalam benaknya.
'Eihh. Enggak mungkin!' batinnya.
* * *
Bab 1 Memergoki Suami Selingkuh
15/06/2023
Bab 2 Memergoki Suami Selingkuh (2)
15/06/2023
Bab 3 Aku Bersedia Dimadu
15/06/2023
Bab 4 Aku Bersedia Dimadu (2)
15/06/2023
Bab 5 Pernikahan
15/06/2023
Bab 6 Menolak Takluk
15/06/2023
Bab 7 Gara-gara Mobil Baru
15/06/2023
Bab 8 Igor Samudra
15/06/2023
Bab 9 Igor Samudra (2)
15/06/2023
Bab 10 Bertemu Adik Ipar
15/06/2023
Bab 11 Bertemu Adik Ipar (2)
19/06/2023
Bab 12 Menabur Perselisihan
19/06/2023
Bab 13 Drama Tengah Malam
19/06/2023
Bab 14 Menyusun Rencana
19/06/2023
Bab 15 Suami Selingkuh, Aku Juga Bisa
19/06/2023
Bab 16 Aku Tahu Rahasiamu
19/06/2023
Bab 17 Perampokan
19/06/2023
Bab 18 Amukan Mertua
19/06/2023
Bab 19 Amukan Mertua (2)
19/06/2023
Bab 20 Menikmati Hasil Rampasan
19/06/2023
Bab 21 Curahan Hati
19/06/2023
Bab 22 Curahan Hati (2)
19/06/2023
Bab 23 Curahan Hati (3)
19/06/2023
Bab 24 Curahan Hati (4)
19/06/2023
Bab 25 Suami Minta Jatah
19/06/2023
Bab 26 Suami Minta Jatah (2)
19/06/2023
Bab 27 Misi Baru
19/06/2023
Bab 28 Tertipu 10
19/06/2023
Bab 29 Tertipu 10 juta (2)
19/06/2023
Bab 30 Showtime
19/06/2023
Bab 31 Menguji Adrenalin
19/06/2023
Bab 32 Pesta Ulang Tahun Daffa
20/06/2023
Bab 33 Kedatangan Keluarga Mbak Zoya
21/06/2023
Bab 34 Kedatangan Keluarga Mbak Zoya (2)
22/06/2023
Bab 35 Kedatangan Keluarga Mbak Zoya (3)
23/06/2023
Bab 36 Kedatangan Keluarga Mbak Zoya (4)
24/06/2023
Bab 37 Bau-Bau Ikan Asin
25/06/2023
Bab 38 Inspeksi Mertua
26/06/2023
Bab 39 Malam Ini Giliranmu
27/06/2023
Bab 40 Kerisauan Zoya
28/06/2023
Buku lain oleh Mokaciinoo
Selebihnya