Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
BRAK!
BANG!
PRANG!
Suara-suara barang yang dibanting di depan seorang wanita yang memakai lingerie hitam transparan dengan sembulan dua gunung kembar menyembul keluar cangkangnya, membuat Janied Marques tak bisa menyembunyikan gairah terlarangnya pada istri saudara sepupunya itu.
Anna Marbela, wanita yang kini terikat dengan tangan ke belakang pada sebuah kursi kayu coklat tua di bawah lampu dengan sinar temaram di depan beberapa orang pria dengan mata tertutup mulai sadar dari pingsannya.
"Di mana aku? Siapa kalian? Apa mau kalian?" teriak Anna menduga-duga pemilik suara berat nan seksi yang ada di hadapannya.
Menjentikkan jarinya, Janied menyuruh dua anak buahnya membuka tutup mata warna hitam yang menutup kedua mata hijau hazel milik wanita cantik itu.
"Halo, Kakak ipar. Apa kabar?" Seringai Janied mencapit dagu lancip Anna.
"Janied Marques! Apa-apaan kau! Lepas! Lepaskan aku!" Anna terus memberontak menghentakkan kursi yang mengikat tubuhnya.
"Ssst ... hushhh!" Pria bermata coklat gelap itu langsung menempelkan telunjuknya ke bibir mungil Anna. "Jangan banyak tanya, Kakak iparku sayang, simpan tenagamu untuk nanti." Seringai Janied terus menatap wajah cantik Anna ditambah tubuh molek dan sintalnya yang terbungkus lingerie hitam super seksi.
Janied perlahan mulai menjamah lingerie hitam tipis yang membalut body biola Spanyol Anna Marbela. Jemari panjang pria itu dengan lembut menelusur kedua paha Anna disaksikan beberapa orang anak buahnya yang terus tertawa seakan mereka sedang menyaksikan sebuah adegan mesum dalam drama. Beberapa kali Anna berusaha memberontak, menghentakkan kakinya, berteriak, namun semua itu percuma! Janied semakin liar menggerus dan merobek lingerie hitam Anna hingga bagian intim wanita itu tampak jelas terlihat.
Air mata yang keluar dari mata wanita malang itu tak bisa menundukkan kebrutalan Janied yang memperlakukannya seperti binatang! Tak puas merobek separuh lingerie yang dikenakan Anna, kini ia mulai mengusap air mata di wajah mulus bak porcelain dan boneka wanita yang juga istri dari sepupunya itu. Jemari panjang, besar, dan lengan kekar menjamah tiap lekuk sudut wajah oval sambil terus menatap penuh nafsu dan gairah. Tanpa banyak kata, Janied langsung melumat bibir mungil merekah Anna tanpa memberinya jeda.
Gumaman, desahan, desisan, hingga suara yang merangsang birahi tiap pasang mata yang melihat keduanya bercinta, membuat beberapa anak buah Janied memalingkan wajahnya.
"Cuih!" Anna meludahi wajah Janied ketika pria itu telah selesai melumat bibir Anna.
"Hah, kau berani juga, ya, jalang murahan!"
PLAK!
Tamparan tiga kali ke wajah Anna dengan kencang dilayangkan Janied hingga tepi bibir wanita itu berdarah. Tak hanya sampai di sana, Janied juga merobek dengan paksa lingerie yang menutupi gunung kembar putih padatnya hingga benar-benar terbuka seluruhnya.
"Keparat kau, Janied! Arnius tak akan membiarkan kau hidup jika dia tahu saudaranya telah melecehkan istri tercintanya!" Anna Marbela mendengus menatap dengan sorot tajam ke arah Janied.
"Aku suka ketika kau menatapku dengan mata hazel-mu yang besar dan tajam itu. Sangat seksi dan membakar gairahku!" Seringai Janied menjilat cuping telinga sebelah kanan Anna.
PLAK!
"Bajingan kau, Janied! Otakmu tak waras! Kau pikir aku seorang pelacur, hah! Arnius benar-benar tak akan melepaskanmu!" Pekik Anna menampar dan mendorong tubuh Janied dengan semampu tenaganya
"Haha, Arnius! Arnius! Arnius! Apa yang bisa dilakukan pria lemah seperti dia, hah! Asal kau tahu, sejak kecil dia selalu menyusahkan dan merepotkan! Sudah besar pun, dia masih menjadi manusia tak berguna! Cih! Kenapa tak mati saja dalam kandungan ibunya yang nista itu!" Janied menjepit dagu lancip milik Anna
"Apa yang kau inginkan, Janied? Uang? Arnius akan memberikanmu uang berapa pun yang kau minta!" Anna berusaha menyembunyikan ketakutannya, namun tak bisa menyembunyikan air matanya yang mulai membasahi pipinya.
"Kau menangis, Anna sayang?" tanya Janied mendekatkan wajahnya. "Percuma kau menangis saat ini, karena Arnius, suami tercintamu itu juga tak akan ada untuk menolongmu! Hahahah ...."
"Manusia keparat! Kau gila, Janied! Tunggu sampai Arnius datang dan menghancurkan hidupmu!" Anna tak mau kalah dan semakin menantang Janied.
"Menghabisiku? Hah, sebelum dia menghabisiku, dia yang akan kuhabisi lebih dulu!" seringai laki-laki yang juga sepupu Arnius Nagendra.
"Bajingan kau Janied! Apa yang akan kau lakukan pada suamiku? Janied!!!"
"Bukan pada suamimu aku akan melakukan 'sesuatu'." Ujar Janied kini menjauhkan tubuhnya dari Anna dan memunggunginya.
"A-apa maksudmu?" Anna mulai ketakutan.
Janied menjentikkan jemarinya, memanggil dua orang anak buahnya, membisikkan sesuatu hingga kedua anak buah Janied tersenyum seringai ke arah Anna.
Wanita itu mencoba untuk berdiri dan melarikan diri. Namun, karena efek obat tidur yang diberikan Janied sebelumnya membuat tubuh Anna kehilangan tenaga.
"Janied!!! Bajingan kau! Apa yang akan kau lakukan? Janied!!!" teriak Anna hingga urat-urat di lehernya terlihat dengan jelas.
"Apa kalian mengerti?" tanya Janied dingin.
"Mengerti, Tuan!" balas kedua anak buahnya.
Janied kini kembali menghampiri Anna yang tergolek lemah di kursi kayu coklat tua dengan tangan terkulai lemah ke samping tubuhnya. Wajah pria tampan dengan jambang tipis di pipi kanan-kirinya itu kian mendekat hingga nafas dan tubuh bau mint-nya menguar menusuk hidung Anna.
"A-apa yang mau kau lakukan? Jangan macam-macam denganku! Jangan gila kau, manusia keparat!" Anna menjauhkan wajahnya dari sentuhan Janied.
GREP!
Janied memegang kepala belakang Anna dan memaksa wajah cantik wanita itu mendekat dengan wajahnya. Deru nafas panas dan sengalannya kini dirasakan oleh mereka berdua. "Apa kau tahu tiap malam ketika aku menginap di rumah kalian, aku selalu menyelinap ke kamarmu, Anna sayang?"
"A-apa!?" kejut Anna membelalakkan matanya.
"Tiap sepupuku tak ada di rumah, aku akan bersembunyi di lemari besarmu dan dari sana ...." Janied bisik ditelinga Anna, "Aku tahu gaya bercinta yang paling kau senangi! Hahahah."
Anna terus mendengus menahan emosinya yang telah sampai di puncak, ingin rasanya dia membunuh sepupu suaminya, namun lagi-lagi ketidakberdayaan yang ia miliki saat ini membuat Anna pasrah dan menerima segala perkataan dan perbuatan Janied padanya.
"Kenapa? Kau tak seperti Anna yang menggairahkan dan memanaskan ranjang suamimu? Free style atau back hole style?" seringai Janied puas.
"Apa yang kau inginkan, Janied? Jangan buang kata-kata dan energimu!" dengus Anna menyipit tajam.
"Wanita cerdas!"' Janied melepaskan tangannya dari wajah Anna. Sedetik kemudian, ia menjentikkan jemarinya dan kedua anak buahnya mendekati mereka berdua.
"Apa kalian siap?" tanya Janied pada anak buahnya.
"Siap, Tuan!"
Janied mulai melepas dasinya, menggulungnya layaknya gulungan kabel dan menyumpal mulut Anna. Sedangkan kedua anak buahnya mengikat kembali tangan wanita bermata hazel itu dengan tambang dengan kuat.
"Sekarang, akan aku tunjukkan apa yang aku inginkan, Anna sayang."
Menyeringai, Janied menganggukkan kepalanya pada dua anak buahnya. Dua buah ponsel mengarah tepat ke arah Janied dan Anna. Lingerie hitam tipis milik wanita itu yang telah tersobek sebelah, kini disobek kembali oleh Janied secara kasar.
Sontak, Anna melawan menghentakkan kakinya, mencoba melepaskan ikatan yang kencang dan kuat yang mengekang tangannya, urat-urat di leher serta keningnya begitu tampak nyata. Bulir air mata mengalir derasnya membasahi kedua pipinya.
"Haha, inilah yang aku mau darimu, Anna Marbela! Tubuh indah meski telah terjamah, namun bagiku kau tetap seperti perawan suci, Anna."
Janied mulai memainkan jemari panjang liarnya, menyisir tiap lekuk tubuh indah biola Spanyol milik istri Arnius Nagendra. Anna menahan erangan dan desahannya karena bagi wanita itu adalah hal tabu suaranya didengar pada pria yang bukan pemilik tubuhnya.
"Rupanya tekad dan nyalimu besar juga, ya. Tapi, kita lihat sampai kapan kau akan mampu menahan suara seksimu, Anna." Janied menyeringai dengan senyum licik dan tatapan tajam mata abu-abu miliknya. Janied terus ber-gerilya, memacu jemarinya menuruni bukit dan lembah milik Anna. Tubuh wanita itu bak boneka yang dengan mudahnya dimainkan oleh Janied. "Ayo, sampai kapan kau akan menahnnya, Anna? Keluarkan ... keluarka desahanmu, suara yang menggoda sama seperti Arnius menjamahmu."
Anna terus berkelit, menutup rapat mulutnya, namun pada akhirnya pertahanan wanita itu jebol karena Janied memainkan jemarinya di titik spot-nya hingga wanita itu tak kuasa menahan suara saat mencapai klimaks-nya.
Begitu pula Janied, pria itu dengan liar dan gairah bak binatang terus menggagahi tubuh Anna, sementara kedua anak buahnya merekam adegan mereka. "Ahhhhh," ucap Janied ketika telah mencapai klimaks-nya.
Anna, yang kini tak berhelai di tubuhnya hanya mampu menangis dan merasa bersalah pada sang suami dan menatap Janied dengan tatapan kebencian yang teramat sangat.
"Ternyata kau memang seorang ratu ranjang, Anna. Tak salah jika Arnius memilihmu sebagai pendamping hidupnya. Luar biasa! Kau memang seorang jalang, Anna!" Janied mencium kening wanita yang telah terkoyak itu.
"Kirimkan video itu pada sepupuku! Kirim semua adegan yang telah kami lakukan! Jangan ada yang kalian lewatkan!" perintah Janied memakai kembali pakaiannya dan melepaskan dasi yang menyumpal mulutnya.
"Baik, Tuan!"
"T-tolong, jangan la-lakukan i-itu, Janied. A-aku m-mohon," Anna meminta belas kasih Janied.
"Aku bukan orang baik, Sayangku. Aku akan mengambil tiap kesempatan yang akan menguntungkan dan menjatuhkan lawan yang menjegalku, tak peduli siapa pun itu!" Janied mengusap pipi Anna yang basah karena derai air mata.
"Ayo pergi!" perintah Janied memunggungi Anna.
"Wanita itu, bagaimana Tuan? Apa kita akan meninggalkannya di sini?" tanya salah satu anak buahnya.
"Arnold akan mengambilnya. Dia pasti akan jadi bintang di pelelangan nanti!"seringai Janied memantapkan langkahnya perlahan meninggalkan ruang berukuran kamar itu.
"A-rnius ...Ar-nius ...Ar ...."
Anna menutup matanya setelah memangil nama sang suami lirih menatap pintu hitam ruang yang digunakan untuk 'mengoyak' tubuhnya,